Oleh : Germanus S. Atawuwur
Sir. 3:17-18.20.28-29; Ibr.12:18-19.22-24a; Luk.14:1.7-14
WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, hari ini baik bacaan I maupun bacaan injil tentang kerendahan hati. Dalam bacaan I, Putra Sirakh menasehati bahwa makin besar seseorang, makin patut merendahkan dirinya. Selengkapnya saya mengutip nasehat Putra Sirakh:” Makin besar engkau, makin patut kaurendahkan dirimu, supaya kaudapat karunia di hadapan Tuhan.
Sebab besarlah kekuasaan Tuhan, dan oleh yang hina-dina la dihormati.” Nasehat Putra Sirakh ini kemudian ditegaskan kembali oleh Yesus, tatkala Dia bertamu dan dijamu pada rumah seorang pemimpin farisi. Selain Yesus, ada juga tetamu dan para undangan lainnya. Yesus memperhatikan setiap undangan dengan saksama. Ada di antara mereka berusaha untuk menonjolkan dirinya masing-masing. Yesus melihat tamu-tamu berusaha menduduki tempat-tempat kehormatan.
Karena sikap mereka inilah maka mendorong Yesus untuk menasehati mereka dalam bentuk perumpamaan:” Kalau engkau diundang ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan. Sebab mungkin ada undangan yang lebih terhormat daripadamu. Jangan-jangan orang yang mengundang engkau dan tamu itu datang dan berkata kepadamu, Berikanlah tempat itu kepada orang ini. Lalu dengan malu engkau harus pergi pindah ke tempat yang paling rendahTetapi apabila engkau diundang, duduklah di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu, Sahabat, silakan duduk di depan. Dengan demikian engkau akan mendapat kehormatan di mata semua tamu yang lain. Sebab barangsiapa meninggikan diri akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri akan ditinggikan.”
Pada akhir perumpamaan itu Yesus mengingatkan bahwa barangsiapa meninggikan diri akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri akan ditinggikan. Jadi konsekwensi dari seseorang merendahkan dirinya akan ditinggikan. Atau bahasa injil Lukas:” Barangsiapa merendahkan dirinya akan ditinggikan.” “Ditinggikan” adalah konsekwensi logis dari merendahkan diri. Ditinggikan dalam konteks Surat Ibrani berarti mendapat karunia di hadapan Tuhan sebab besarlah kekuasaan Tuhan.
Karena besar kekuasaan Tuhan itulah maka Dia dapat menganugerahkan karunia kepada siapapun juga yang merendahan dirinya baik di hadapan Tuhan dan di hadapan sesama. Berbagai karunia akan dianugerahkan Tuhan kepada manusia yang merendahkan dirinya, adalah diperkenankan untuk datang ke Bukit Sion, dan ke kota Allah yang hidup. Kota Allah yang hidup adalah Yerusalem Surgawi yang dihuni beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah. Selain itu ada juga jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di surga; Orang yang rendah hatinya telah sampai kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna. Dan kamu telah datang kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru.
Dalam bahasa Surat Ibrani menulis:” Kamu sudah datang ke Bukit Sion, dan ke kota Allah yang hidup, Yerusalem surgawi. Kamu sudah datang kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah, dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di surga; kamu telah sampai kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna. Dan kamu telah datang kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru.” Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, kerendahan hati atau merendahkan diri, bila kita amati benar-benar, telah dihayati dengan baik, benar dan sungguh-sungguh oleh pemimpin Gereja Katolik: Para Paus, para uskup dan para imam. Para pemimpin gereja katolik ini senantiasa menyatakan diri sebagai hamba yang hina dina.
Bahkan Paus sendiri sebagai pernyataan kerendahan hatinya, ia menyebut dirinya sebagai hamba dari segala hamba, – servus servorum –. Kata-kata ini bukan sekedar hendak meningkatkan pamor. Kata-kata ini juga bukan sekedar pemanis bibir. Ia juga bukan slogan. Tapi ia semboyan hidup yang menuntut untuk diwujud-nyatakan. Ia sebuah jati diri. Ia sebuah karakteristik. Karena itu tidak heran bila kita menyakasikan melalui layar televisi atau membaca melalui berita-berita online bahwa Paus Fransiskus rela berlutut dan mencium kaki Presiden Sudan Selatan.
Terhadap peristiwa itu, wartawan Kompas, Ardi Priyatno Utomo menulis:” Sebuah tindakan mengejutkan dilakukan Pemimpin Gereja Katolik Paus Fransiskus dalam pertemuan dengan pemimpin Sudan Selatan di Vatikan. Saat bertemu dengan para pemimpin Sudan Selatan itu, Paus Fransiskus tiba-tiba berlutut dan mencium kaki baik pejabat pemerintah maupun oposisi.” Kemudian Paus beralih mencium kaki Riek Machar, mantan wakil Kiir yang menjadi oposisi, serta tiga wakil presiden Sudan Selatan. Bukan tanpa alasan Paus asal Argentina itu melakukan gestur tersebut. Majalah Reuters memberitakan, gestur itu sebagai bentuk penghormatan atas kesepakatan gencatan senjata kedua kubu.
Paus Fransiskus tidak saja mencium kaki pemimpin Sudan Selatan. Tetapi beliau telah lebih dahulu melakukannya dalam ritual Kamis Putih, 29 Maret 2018: Paus mencuci dan mencium 12 kaki narapidana. Bentuk perendahan diri dalam peristiwa ini kemudian dirilis oleh Majalah Reuters dengan judul:” Paus Fransiskus membasuh dan mencium kaki 12 narapidana di ritual Kamis Putih. Dua di antara 12 narapidana itu merupakan seorang Muslim dan seorang lainnya beragama Budha. Ritual tersebut bertempat di penjara Regina Coeli, Roma, Italia. Angka 12 mengingatkan akan kerendahan hati Yesus terhadap 12 rasulnya pada malam sebelum dia meninggal. Ke-12 narapidana pria berasal dari Italia, Filipina, Maroko, Moldavia, Kolombia dan Sierra Leone. Delapan beragama Katolik, dua beragama Islam, yang satu Kristen Ortodoks dan yang lainnya beragama Budha.”
Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero