Oleh : Germanus S. Atawuwur
(Hari Minggu Kitab Suci Nasional)
WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, saudara saudari yang terkasih, bertepatan dengan Minggu Biasa XXIII ini, Gereja Katolik Indonesia merayakan Bulan Kitab Suci Nasional. Dengan adanya bulan Kitab Suci, umat, – kita semua – diharapkan dapat lebih akrab dan lebih mengenal Kitab Suci, sehingga semakin bertumbuh dan lebih kuat di dalam iman. Berpetapatan dengan BKSN, saya kutip kata-kata Santu Hieronimus:” Barangsiapa tidak mengenal Kitab Suci, dia tidak mengenal Kristus.” Kata-kata Santu Hieronimus ini hemat saya sejalan dengan kata-kata Nabi Daud dalam Kitab Mazmur ” Sabda Tuhan adalah Pelita bagi Kaki dan Terang bagi Langkah.” Dalam konteks ini, Sabda Tuhan dapat dikatakan sebagai Pedoman Arah. Kitab Suci mengarahkan kita, menerangi kaki kita, menuntun langkah kita untuk semakin lebih dekat mengenal Yesus. Maka dari itu, Bulan Kitab Suci Nasional kita patut maknai sebagai moment yang berrahmat untuk kita mengenal Kitab Suci dan sekaligus mengenal Yesus Kristus.
Tahun ini, Gereja Katolik Indonesia memilih Tema umum:” Allah Sumber Harapan Hidup Baru.” Tema ini kemudian diturunkan dalam tema-tema mingguan, yakni:” Allah Sumber Harapan untuk Menangkis Mentalitas Keagamaan Palsu (Minggu I), Allah Sumber Harapan untuk Melawan Ketidakadilan (Minggu II), Allah Sumber Harapan karena Kasih Setia-Nya (Minggu III) dan Allah Sumber Harapan karena Kerahiman-Nya(Minggu IV). Dengan mengacu pada tema-tema di atas, kita berkelana selama empat minggu, untuk menjumpai Tuhan yang selalu datang menyapa kita seturut keadaan kita. Dalam masa kembara itu, kita akan menjumpai ke-kini-an kita yang mungkin terkadang seperti orang Israel yang membangun hidup keagamaan pribadi atau kolektif begitu palsu. Berkaca pada Sang Sabda itu, kita pada waktu tertentu, akan menememui diri sebagai orang yang berlaku tidak adil dalam kehidupan berkeluarga ataupun dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Dalam perjalanan kita untuk mencari dan mengenal Allah, kita akhirnya menjumpai Allah sebagai Allah yang sungguh amat baik, Allah yang senantiasa mengasihi kita satu demi satu. Karena kepada-Nya kita menaruh harapan akan hidup yang lebih baik. Pada akhirnya, dalam ziarah itu, kita menjumpai Allah sebagai Sumber Harapan, karena kerahiman-Nya.
Saudara-saudara yang terkasih, sebagaimana kata-kata Santu Hieronimus tadi:” Barangsiapa tidak mengenal Kitab Suci, dia tidak mengenal Kristus,” maka hari ini melalui bacaan-bacaan kudus, teristimewa bacaan injil, kita mengenal Kristus. Kristus yang kita kenal pada hari ini adalah Kristus yang sedang diikuti oleh begitu banyak orang dalam perjalanan-Nya menuju Yerusalem. Hari ini pula kita mengenal Yesus yang memberikan ajaran-Nya yang cukup menantang kepada orang banyak itu:” Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” Alangkah, kerasnya kata-kata itu: Seseorang tidak dapat menjadi murid-Nya, jika tidak memikul salibnya dan yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya.
Dalam syarat yang pertama, tentulah yang dimaksudkan adalah pentingnya mengikuti Yesus dengan sepenuh hati. Berani melepaskan keterikatan pada relasi kekeluargaan, betapa dekat pun hubungan darah yang ada. Yang kedua, berani memikul salib, dan ketiga, berani melepaskan keterikatan terhadap harta duniawi. Melepaskan keterikatan terhadap harta duniawi saja, di antara kita, mungkin belum banyak yang mampu. Tetapi, begitulah yang tertulis dan yang diajarkan Sang Guru mulia.
Dalam pengamatan keseharian, ternyata, cukup banyak yang mampu memenuhi syarat-syarat itu, tetapi juga ada segelintir kecil orang yang tidak mampu menjadi murid sejati. Karena ketika mereka memutuskan melalui sumpah dan janji untuk mengikuti Yesus, namun masih terlekat juga dengan keluarga dan saudara-saudara. Selain itu, dia gagal menjadi murid sejati karena dalam pelayanannya cukup memprioritaskan materi. Maka tidak heran, ada murid Kristus yang mempunyai tanah bahkan rumah-rumah kost di mana-mana.
Marilah kita kembali kepada maksud kata-kata Yesus dalam syarat-syarat mengikuti Dia. Yesus katakan:” Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya 1 , ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” Apa maksud dari kata “membenci“ dalam pernyataan Yesus itu? Kata “membenci” dalam ayat ini berarti “kurang mengasihiYesus menuntut agar kesetiaan dan kasih kita kepada-Nya jauh lebih besar dan luas daripada setiap hubungan kasih sayang yang lain, sekalipun itu adalah keluarga kita sendiri.
Yesus mengajarkan bahwa barangsiapa ingin mengikuti Dia dan menjadi murid-Nya harus memutuskan lebih dahulu apakah ia telah siap untuk “membayar harganya.” Harga kemuridan yang sejati adalah mengorbankan semua hubungan dan harta milik, yaitu segala sesuatu yang kita miliki: barang materiel, keluarga, kehidupan, cita-cita, rencana dan kepentingan kita sendiri. Ini tidak berarti bahwa kita harus membuang semua yang kita miliki, tetapi segala yang kita miliki harus diserahkan untuk melayani Kristus dan berada di bawah tuntunan-Nya. Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, semoga BKSN ini, menjadi moment yang sungguh berrahmat, untuk kita lebih mendekatkan diri kepada Yesus, melalui kegiatan-kegaiatan yang kita ikuti entah itu perlombaan-perlombaan ataupun katekese di lingkungan kita masing-masing. BKSN hendaknya menyadarkan kita, bahwa sesibuk-sibuknya kita, kita harus punya waktu untuk berada bersama Kristus, entah secara sendiri-sendiri, entah di dalam kehidupan keluarga ataupun di lingkungan kita masing-masing.
Kita hayati kata-kata Santu Hieronimus:” Barangsiapa tidak mengenal Kitab Suci, dia tidak mengenal Kristus.” ungkapannya tersebut hendak menunjukkan betapa berharganya Kitab Suci yang dapat menjadi sarana setiap umat Kristen untuk mengenal Kristus secara lebih dalam dan pengenalan akan Kristus ini merupakan hal yang sangat mulia. Karena itu marilah kita menyiapkan diri, memberikan waktu untuk memperdalam pengenalan kita akan Allah Sumber Harapan Hidup Baru.” Dia, Sang Sumber itu akan menjadiHarapan untuk Menangkis Mentalitas Keagamaan Palsu . Dia, menjadi inspirasi sekaligus Sumber Harapan untuk Melawan Ketidakadilan. Dia juga menjadi Sumber Harapan karena Kasih Setia-Nya dan pada akhirnya, Allah yang adil itu, menjadi Sumber Harapan karena Kerahiman-Nya.
Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero