LEMBATA : WARTA-NUSANTARA.COM-Jurnalis, Penulis Buku dan Sejarawan, Thomas Ataladjar kembali tampil sebagai narasumber dalam Seminar Bulan Bahasa dan Sastra dengan topik materi, “Gorys Keraf, Sang Pembawa Perubahan pada Bahasa Indonesia”. Thomas Ataladjar menegaskan, Gorys Keraf sendiri adalah salah seorang tokoh penting dalam dunia ilmu dan tata bahasa Indonesia. Ilmuwan bahasa satu ini dikenal oleh masyarakat Indonesia karena pemikirannya mengenai Bahasa Indonesia dan buku-bukunya pada perkembangan ketatabahasaan negeri ini.

Thomas Ataladjar, Penulis Buku Sejarah Lembata dengan judul, “Lembata Dalam Pergumulan Sejarah dan Perjuangan Otonominya” itu tampil bersama dua narasumber lainnya, Tokoh Pemuda dan Pegiat Literasi, Yoris Wutun, dan Pemerhati Literasi, Emanuel Krova dan Fredy Wahon, Jurnalis/Pemilik Media AksiNews.id bertindak sebagai moderator yang memandu jalannya seminar dengan tema,” Menelisik Peran Prof. Dr. Gorys Keraf Dalam Perkembangan Pengajaran Bahasa di Indonesia”.. Seminar tersebut dibuka secara resmi oleh Asisten Administrasi Pembangunan Sekda Lembata, Drs. Ambrosius Wurin Leyn mewakili Penjabat Bupati Lembata, Drs. Marsianus Jawa,M.Si berlangsung di Auditorium Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Lembata, Lewoleba, Lembata 20/10/2022. Hadir dalam seminar selaku tuan rumah, Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Lembata, Raymundus Beda, SE.
Thomas Ataladjar dalam materinya mengungkapkan cacatan historis bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia sendiri telah diresmikan sebagai bahasa nasional pada 28 Oktober 1928, bertepatan dengan pembacaan Sumpah Pemuda. Ketetapannya dituangkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 36, yang menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Awalnya, Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan dalam keputusannya menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Hal ini membuat salah satu ilmuwan bahasa, yakni Dr. Gorys Keraf ikut andil dalam perkembangan Bahasa Indonesia di negara ini dan pemikirannya yang masih digunakan sampai saat ini.

Siapa itu Gorys Keraf?
Thomas Ataladjar juga mengungkap rekam jejak dan profil Prof. Dr. Gregorius Keraf, atau lebih dikenal dengan Gorys Keraf lahir pada 17 November 1936 di Lamalera, Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pendidikan yang telah ditempuh oleh beliau yaitu beliau tamat Sekolah Dasar di SD Lamalera, dilanjut dengan jenjang Sekolah Menengah Pertama di SMP Seminari Hokeng (1954), lalu jenjang Sekolah Menengah Atas di SMAK Syuradikara Ende (1958), dan terakhir Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI) (1964). Tak lupa, pada 22 Februari 1978, beliau meraih gelar doktor dalam bidang lingustik dari Universitas Indonesia dengan disertasi yang berjudul “Morfologi Dialek Lamarela”. Beliau juga pernah menjadi dosen di Fakultas Pendidikan dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan, Unika Atma Jaya, (1967), Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, dan Jakarta Accademy Languages Jakarta (1971).
Gorys Keraf sendiri adalah salah seorang tokoh penting dalam dunia ilmu dan tata bahasa Indonesia. Ilmuwan bahasa satu ini dikenal oleh masyarakat Indonesia karena pemikirannya mengenai Bahasa Indonesia dan buku-bukunya pada perkembangan ketatabahasaan negeri ini.
Ia menjadi sangat terkenal setelah mengeluarkan buku pertamanya yang monumental: “Tata bahasa Indonesia” (1970), kemudian disusul dengan sebuah buku monumental lainnya, yakni “Komposisi” di tahun setelahnya. Jumlah buku tata bahasa Gorys Keraf yang beredar di masyarakat jauh melampaui data penjualan yang telah tercatat, karena sebagian besar buku beliau dijual ilegal di pasaran bebas. Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) pada tahun 1988 mengatakan bahwa buku paling banyak dibajak dan dijual secara ilegal di pasaran bebas adalah Tatabahasa Indonesia karangan Gorys Keraf.
Pemikiran Sang Ilmuan Bahasa
Gorys Keraf bisa dibilang sebagai ilmuwan bahasa. Dalam buku-bukunya, ia menciptakan rumus-rumus ketatabahasaan yang masih dipakai hingga saat ini. Beliau juga banyak menyumbangkan pemikirannya mengenai bahasa bagi kehidupan bermasyarakat. Salah satu contohnya ialah, menurut Gorys Keraf (1997 : 1), bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Mungkin ada beberapa pihak yang keberatan dengan pemikiran itu, karena menurut mereka bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi, karena dua orang atau pihak dapat mengadakan komunikasi dengan menggunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama, contohnya adalah melalui lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya.
Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata.
Gorys Keraf juga menyumbangkan pemikirannya dalam apa saja fungsi dari bahasa untuk manusia. Beliau menjelaskan bahwa bahasa memiliki empat fungsi, yakni bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi, bahasa sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan bahasa sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).
Pater Alex Beding,SVD dan Gorys Keraf, Guru Menulis
Menurut Thomas Ataladjar, dua tokoh ini, Pater Alex Beding,SVD dan Prof. Dr. Gorys Keraf adalah guru menulis saya ketika kuliah di Universitas Atmaja Jakarta. Dua tokoh ilmuwan dan penulis ini yang membimbing saya menekuni dunia tulis menulis. Thomas menuturkan, suatu ketika ia meminta Gorys Keraf yang adalah dosennya agar membimbing menulis skripsi agar ia juga bisa menulis skripsi mahasiswa lainnya. Hasil bimbingan itu akhirnya membuat Thomas sukses menulis skripsi rekan mahasiswa dan mendapat uang . Maaf mungkin hal ini agaknya “berdosa”, tapi faktanya begitu. Berkat ilmu menulis dari kedua tokoh ini membuat saya menjadi penulis seperti sekarang.
Thomas Ataladjar menilai bahwa Gedung Perpustakaan Lembataini sangat megah di NTT bahkan mungkin termegah di Indonesia. Namun sungguh disayangkan, ketia ia melakukan testimoni mengunjungi Perpustakaan ini, tak ada koleksi buku-buku karya Prof. Dr. Gorys Keraf dan penulis Lembata lainnya.
“Ironis memang. Bagaimana mingkin perpustakaan semegah ini tak ada koleksi buku para penulis atau mahasiswa Lembata yang telh banyak menghasilkan karya buku dan tulisan ilmiah lainnya. Karena itu, Thomas Ataladjar menyarankan, dalam penataan perpustakaan ke depan kiranya buku-buku karya Gorys Keraf dan penulis Lembata lainnya juga dipajang disini agar masyarakat dapat membacanya”, saran Thomas yang sudah 20 tahun lebih mengelola perpustakaan Yayasan Bina Indonesia di Jakarta bersama Prof. Dr. Soebroto.
Thomas Ataladjar, tokoh pejuang Otonomi Kabupaten Lembata tahun 1999 itu menegaskan bahwa sangat layak Gedung Perpustakaan Lembata yang megah ini diberi nama,”Gedung Perpustakaan Pro. Dr. Gorys Keraf”. Namun demikian ada syaratnya, buku-buku karya beliau dan penulis Lembata lainnya juga dipajang disini.
“Jadikan perpustakaan ini menarik dan membuat orang datang betah membaca berjam-jam. Karena Perpustakaan itu,”Jendela Dunia”, sumber ilmu bagi pembaca. Selain itu, SDM pengelola perpustakaan harus profesional karena lulusan sarjana perpustakaan yang memiliki ilmu dan ketrampilan teknis. Pengelola perpustakaan juga harus ramah, murah senyum dan melayani dengan tulus hati penuh sukacita. Mungkin ini hal kecil namun sangat penting meningkatkan minat baca masyarakat”, ujar Thomas Ataladjar. (WN-01)