Catatan Wilhelmus Leuweheq
WARTA-NUSANTARA.COM-Jalan jalan kota Lewoleba pada Minggu Minggu dan hari hari terakhir ini, semarak dengan adanya jejeran pohon natal dalam beragam bentuk dengan aneka asesoris yang memanjakan mata. Keberadaan pohon natal ini sempat mengundang pro dan kontra mulai dari soal ukuran dan bentuk, lokasi penempatan, siapa yang membuatnya, ornamen dan asesoris nya bahkan hingga urgensi serta manfaatnya bagi masyarakat Lembata.
Terlepas dari adanya berbagai polemik yang pasti bahwa keberadaan puluhan pohon natal di sepanjang median jalan utama kota Lewoleba sungguh menampilkan wajah baru kota pada hari hari menjelang perayaan Natal tahun ini. Lebih dari sekedar tampilan wajah baru di penghujung tahun ini, inisiatif kreatif dan terobosan baru bernuansa religius dari Penjabat Bupati Lembata, Bapak Drs. Marsianus Jawa, M.Si ini boleh menjadi kebiasaan baru masyarakat Lembata pada waktu waktu mendatang. Agar tradisi baru ini nanti tidak membias maknanya saya mencoba searching tentang Pohon Natal.
Ada sumber yang menyebutkan kebiasaan membuat pohon Natal berawal dari Jerman pada abad ke 16. Selanjutnya orang orang Jerman menyebar ke berbagai penjuru dunia memperkenalkan pemasangan Pohon Natal di jalan jalan kota. Di Pennsylvania Amerika Serikat untuk pertama kalinya pada tahun 1830-an. Di Inggris Pohon Natal dipopulerkan oleh Ratu Inggris, Ratu Viktoria pada awal abad 19, yang diperkenalkan oleh suaminya pangeran Albert yang adalah pria kelahiran Jerman.
Pohon Natal awalnya mengambil bentuk pohon Cemara atau Pinus atau pohon lainnya yang termasuk dalam kelompok Evergreen. Saat itu Pohon Natal menjadi simbol kehidupan rohani yang terus bertumbuh, Natal harus diwartakan dalam keindahan. Evergreen menjadi lambang kehidupan kekal, kehidupan yang tak pernah berhenti, pertumbuhan yang tidak mengenal musim. Saat ini kebiasaan memasang Pohon Natal menyebar di seluruh dunia. Tidak hanya di dalam gereja tetapi juga di rumah rumah warga. Tidak hanya di halaman halaman rumah tetapi juga di ruang ruang publik.
Pohon Natal di kota Lewoleba saat ini kiranya tidak hanya memberikan kesemarakan yang khas Natal, tetapi lebih dari itu harus bermakna pertumbuhan kehidupan rohani yang pantang layu dan mati, yang memancarkan keindahan kehidupan bersama.
Wajah kota yang indah lebih lebih di malam hari, Pohon Natal yang diinisiasi Penjabat Bupati dan dibuat oleh organisasi perangkat daerah, yang awalnya sempat menuai pro dan kontra bagi saya memiliki beberapa pesan:
Pertama, keindahan dan kedamaian hidup bersama adalah harapan yang harus diperjuangkan. Kita tidak hanya terpesona pada hal hal baik yang sudah ada karena mengupayakan hal hal baik yang baru adalah cara untuk melestarikan kebajikan kebajikan lama. Jika tidak demikian maka yang lama akan terkikis pupus.
Kedua, universalitas makna hari raya keagamaan dalam kehidupan bersama. Setiap hari raya agama tertentu maknanya harus juga dirasakan dan dialami dalam realitas pluralis kita.
Ketiga, realitas malam sebagai kegelapan dapat diupayakan untuk menjadi terang dan indah. Setiap permasalahan yang dihadapi baik oleh daerah maupun pribadi pribadi semestinya dapat diupayakan untuk menemukan jalan keluar, jika saja semua pihak bersinergi.
Keempat, Natal adalah perayaan inkarnasi Allah menjelma menjadi manusia dalam wujud bayi mungil di palungan dalam kandang hina. Maka kita pun harusnya dapat mewujudkan solidaritas untuk menciptakan kehidupan yang adil dan damai. Sekecil apa pun kemampuan kita, betapa pun terpuruknya ketidakberdayaan kita, lemahnya bayi mungil dan kehinaan kandang akan mengangkat kita.
Selamat NATAL.