LEMBATA : WARTA-NUSANTARA.COM–Kepala Bandar Udara (Bandara) Wuno Pito Lewoleba, Kabupaten Lembata, Muhammad Syaiful Zuhri mengungkapkan berdasarkan Master Plan 2019-2035 pembangunan dan pengembangan Bandara Wuno Pito target ideal memiliki landasan pacu sepanjang 1600 meter demi mendukung aspek keselamatan penerbangan dari Kota Lewoleba dan ke kota lainnya di Indonesia.
Kepala Bandara Wuno Pito Lewoleba, Muhammad Syaful Zuhri mengungkapkan hal itu ketika menerima Warta Nusantara, Kamis, 05/01/2023 di ruang kerjanya, di Lewoleba. Pengembangan Bandara ke depan, lanjutnya, tidak bisa lepas dari Master Plan yang sudah dirancang oleh Kementerian Perhubungan RI sejak tahun 2019 lalu. Menurut Muhammad, persoalan kita saat ini adalah kurangnya lahan sekitar 400 meter yang mesti diupayakan pembebasan. Karena landasan pacu Bandar Wuno Pito saat ini hanya sepanjang 1200 meter.
Kepala Bandara Wuno Pito, Syaiful Zuhri mengakui pihaknya telah beberapa kali berkomunikasi dengan mantan Bupati Lembata, Thomas Ola Langoday dan juga Penjabat Bupati Lembata, Marsianus Jawa untuk berbicara seputar pengembangan Bandara ke depan termasuk soal pembebasan lahan. Memang target ideal panjang landasan pacu ke depan harus 1600 meter. Dengan demikian semoga Pemkab Lembata dapat membebaskan lahan sepanjang 400 meter lagi.
Berbicara tentang pengembangan Bandara, menurut Kabandara Wuno Pito, Muhammad Syaiful Zuhri, tidak bisa lepas dari tiga aspek penting yakni, keselamatan, keamanan dan kenyamanan penerbangan. Mengingat panjang landasan pacu hanya 1200 meter maka saat ini Maskapai Penerbangan yang beroperasi menggunakan jenis pesawat ATR 72 yang seharusnya dapat mengangkut sebanyak 72 orang penumpang. Namun karena kondisi landasan pacu Bandara Wuno Pito hanya 1200 meter jelas tidak memungkinkan sehingga hanya mengangkut sebanyak 55 orang penumpang dari Kupang-Lewoleba pergi pulang (PP).
Meski demikian, jelas Muhammad, masyarakat Lembata harus bersyukur bahwa pesawat ATR 72 dapat melakukan penerbangan ke wilayah ini meski tidak full penumpang. Dari aspek bisnis sebenarnya maskapai belum diuntungkan karena sekitar 15 kursi tidak terjual. Namun dari aspek pelayanan, justeru masyarakat yang diuntungkan. Karena mobilitas penerbangan udara dari dan ke Lewoleba terlayani secara baik dan teratur.
Muhammad Syaiful Zuhri , pejabat yang pernah bertugas di Bandara Gewayantana Larantuka mengungkapkan bahwa selama ini pesawat ATR 72 mendarat di Bandara selalu dari laut dan take off juga ke arah laut. Sebetulnya, pesawat dapat take off ke arah darat namun hal ini tidak bisa dilakukan karena landasan pacu ke arah barat tidak memungkinkan. Kita berharap ke depan ketika landasan pacu Bandar telah diperpanjang ke arah barat penerbangan bisa dilakukan ke arah darat dengan sempurna karena selama ini masih terhalang dengan tingginya pohon kelapa.
Ketika disinggung tentang pergantian nama Bandara Wuno Pito menjadi nama Bandara Brigjen Pol (Purn) Drs. Anton Enga Tifaona, yang saat ini tengah diperjuangkan menjadi Pahlawan Nasional, Kepala Bandara, Muhammad Syaiful Zuhri mengatakan bahwa usulan pergantian nama Bandara sangat memungkinkan. Paling penting adanya usulan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lembata kepada Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Perhubungan RI di Jakarta.
“Pergantian nama Bandara sangat dimungkinkan sesuai regulasi dan prosedur yang ada. Saya kira bukanlah hal yang baru. Karena fakta menunjukan bahwa sejumlah Bandara di NTT juga bisa mengganti nama sesuai kebutuhan dan keinginan masyarakat dan pemerintah setempat. Seperti Bandara Waioti Maumere telah berganti nama menjadi Bandara Frans Seda, dan Bandara Mau Hau Sumba Timur berganti nama menjadi Bandara Umbu Meang Kunda”, ujar Kepala Bandara Wuno Pito, Muhammad Syaiful Zuhri mengakhiri percakapan dengan Warta Nusantara. (WN-01)