Salam Nusantara : Karolus Kia Burin
“Oh Kesatria Pena ! Semoga prisai tetap menjadi kehormatanmu ! Kebenaran menjadi tombakmu ! Ramahlah kepada semua manusia !Sopanlah kepada setiap wamita ! Mesralah kepada setiap anak ! Dan kepada kemaksiatan hunuslah pedangmu!” (Wiliam Makepeace Thackeray).
WARTA-NUSANTARA.COM–Hari ini, hari paling bahagia dan bersejarah bagi Insan Pers, Wartawan-Jurnalis yang kerap dsebut “Kuli Tinta”. Betapa tidak. Hari ini Kamis, 9 Pebruari 2023 merupakan Hari Pers Nasional (HPN), diperingati di Kota Medan, Sumatera Utara. Presiden RI, Joko Widodo hadir pada Perayaan Akbar itu.
Mengapa Hari Pers Nasional begiyu penting dan strategis untuk dirayalan oleh oleh “Jurnalis Kesatria Pena”, Media Massa, Dewan Pers dan berbagai Organisasi Wartawan setiap tahun di negeri ini. Perpeyaan HPN 2023 menjadi jatah Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Lalu apa sesungguhnya peringatan HPN itu dilakukan. Tentu saja Publik mesti tahu teristimewa kalangan pers sendiri tentang catatan historis HPN itu.

Apa itu Hari Pers Nasional? Hari Pers Nasional merupakan hari nasional yang diperingati setiap tahunnya pada 9 Februari. Peringatan Hari Pers Nasional digelar dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Adapun penetapan Hari Pers Nasional secara legalitas diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) RI No. 5 tahun 1985 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Januari 1985.
Hari Pers Nasional dicetus akibat peran wartawan. Peran wartawan sebagai aktivitas pemberitaan membuat masyarakat membangkitkan kesadarannya. Sejarah Hari Pers Nasional juga tak lepas kaitannya dengan Organisasi PWI yang terbentuk pada 9 Februari 1946. Artinya Pers sebagaj Lembaga itu hadir secara historis sejak 77 tahun silam.
Sewaktu diadakannya Kongres PWI ke 28 di Padang tahun 1978, Hari Pers Nasional menjadi salah satu topik yang keluar dari kongres tersebut. Isu atas Hari Pers Nasional tercipta dari pemikiran tokoh-tokoh pers dalam memperingati kehadiran dan peran pers nasional.
Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo, lahir di Blora, 1880, merupakan Tokoh Perintis Pers Nasional. Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo wafat pada 1918. Beliau kemudian dikenal sebagai Bapak Pers Nasional sebab kerja-kerja jurnalistiknya.
Perayaan Hari Pers Nasional hingga kini masih diperingati setiap 9 Februari. Dewan Pers setiap tahunnya melakukan kerja dalam penentuan tempat penyelenggaraan perayaan ini secara bergantian di ibukota provinsi se-Indonesia.
Banyak yang tidak mengetahui, sejarah Hari Pers Nasional berangkat dari sejarah pers nasional yang tercipta sesaat menuju kemerdekaan. Hasil lansiran resmi via situs PWI, wartawan kala itu mengemban dua peran sekaligus ketika mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
Pertama, wartawan berposisi sebagai aktivis pers yang memiliki tugas pemberitaan dan penerangan dalam membangkitkan kesadaran nasional atas situasi yang sedang terjadi. Dan Kedua, posisi wartawan sebagai aktivis politik dalam membangun perlawanan rakyat terhadap penjajahan.
Alhasil para 17 Agustus 1945 membuat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Kendati demikian, peran ganda wartawan Indonesia tetap berlanjut.
Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo menjadi salah satu Tokoh Perintis Pers Nasional. Kini nama Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo telah dikenal sebagai Bapak Perintis Jurnalistik Nasional lantaran jasanya sebagai Perintis Jurnalistik Nasional. Setelah kongres di Padang, tepatnya tujuh tahun kemudian, tanggal 9 Februari ditetapkan sebagai Hari Pers Nasional, bersamaan dengan penanda lahirnya PWI.
Penetapan Hari Pers Nasional yang jatuh pada 9 Februari diatur berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 5 Tahun 1985 oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Januari 1985. Dalam Keppres tersebut dituliskan bahwa pada 9 Februari ditetapkan sebagai Hari Pers Nasional.
Peringatan Hari Pers Nasional 2023 diselenggarakan di Kota Medan, Sumatera Utara. Melansir situs resminya, HPN Sumatera Utara mengusung Tema Hari Pers Nasional 2023 adalah ‘Pers Merdeka, Demokrasi Bermartabat‘.
Peringatan Hari Pers Nasional 2023 di Medan, Sumatera Utara, akan diselenggarakan dengan sejumlah kegiatan. Peringatan tersebut akan digelar pada 7-12 Februari 2023. Dan pada 9 Februari ditetapkan sebagai puncak peringatan Hari Pers Nasional.
Tema dan Logo Hari Pers Nasional 2023
Terpilihnya Kota Medan sebagai tempat dalam peringatan Hari Pers Nasional 2023, tentunya memberikan warna tersendiri terkait tema dan logo peringatan.
Dilansir dari situs resmi Pemprov Sumatera Utara bahwa peringatan Hari Pers Nasional menetapkan Tema ‘Pers Merdeka, demokrasi Bermartabat’. Selain tema tersebut, Pemprov Sumatera Utara juga merilis logo Hari Pers Nasional 2023 beserta maskotnya.
Dalam pembuatan logo dan maskot Hari Pers Nasional 2023, pastinya memiliki latar belakang makna yang tersembunyi. Hasil lansiran detikSumut ditemukan bahwa makna logo Hari Pers Nasional 2023 bermakna sebagai berikut:
· Huruf (p) yang berwarna-warni dimaknakan sebagai keragaman komponen pers, sekaligus menegaskan kemeriahan pesta.
· Untaian pita yang membentuk HPN dimaksudkan sebagai lambang pesta raya masyarakat pers, sedangkan jalinan pita dimaknakan sebagai sinergi antar komponennya.
Sedangkan makna maskot Hari Pers Nasional 2023 sebagai berikut:
· Maskot Hari Pers Nasional 2023 adalah Harimau yang memiliki makna sebagai fauna Sumatera yang dilindungi.
· Baru Oholu yang merupakan pakaian adat daerah Nias sebagai bagian dari adat budaya di Sumatera Utara. Baru Oholu ini melambangkan kekuatan, keberanian, dan kapabilitas para prajurit yang juga harus menjiwai pers nasional.
· Pena merah menggambarkan kerja-kerja pers di tanah air dalam meningkatkan kompetensi.
· Kamera sebagai salah satu alat jurnalistik yang menggambarkan teknologi dalam jurnalistik.
Pers Bebas, Demokrasi Bermartabat
Mencermati Tema HPN 2023,” Pers Bebas, Demokrasi Bermartabat”, sungguh menarik untuk disimak. Kebebasan Pers itu sesungguhnya secara mendasar telah diatur dalam Pasal 28 Undang Undang Dasar Tahun 1945
Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Sistem demokrasi identik dengan kebebasan untuk menyuarakan pendapat, termasuk kebebasan bagi pihak pers.
“Kebebasan pers bukan berarti pers bisa semena-mena dalam hal penyampaian informasi. Tetapi kebebasan pers lebih mengarah pada kebebasan pers yang disertai dengan tanggung jawab sosial”, tulis Cahya Dicky Pratama, Kompas.Com, 21/12/2020.
Informasi atau berita yang dikeluarkan oleh pers dikonsumsi langsung oleh publik dan dapat memengaruhi pemikiran publik secara langsung.
Oleh sebab itu, pers harus bertanggung jawab terhadap publik terkait pemberitaan yang telah dikeluarkan. Selain itu, pers yang bebas adalah pers yang tidak melanggar ketentuan hak asasi manusia.
Sebagai penganut sistem demokrasi, sudah menjadi kewajiban Indonesia untuk menegakkan kebebasan pers. Kebebasan pers merupakan cermin sistem demokrasi yang ideal.
Dilansir dari buku Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi (2012) karya Henry Subiakto dan Rachmah Ida, dijelaskan bahwa kebebasan pers akan memunculkan pemerintahan yang cerdas, bersih, dan bijaksana.
Sebab melalui kebebasan pers masyarakat dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah sehingga muncul mekanisme check and balance, kontrol terhadap kekuasaan, maupun masyarakat sendiri.
Kebebasan pers dalam negara demokrasi diperlukan agar pers bisa menjalankan fungsinya sebagai pengawas pemerintahan sehingga tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
Secara garis besar, kebebasan pers bertujuan untuk meningkatkan kualitas demokrasi. Dengan adanya kebebasan pers, pers dimungkinkan untuk menyampaikan beragam informasi sehingga memperkuat dan mendukung masyarakat untuk berperan di dalam demokrasi.
Landasan kebebasan pers di Indonesia
Kebebasan pers di Indonesia sendiri telah diatur dalam undang-undang. Ada dua undang-undang yang mengatur kebebasan pers, yaitu:
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
Pasal 4 ayat 1 dan 2 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menjelaskan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara dan pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
Dari penjelasan pasal tersebut, dapat diketahui bahwa kebebasan pers merupakan hak asasi warga negara. Artinya, tidak ada yang boleh menghalangi kegiatan pers, meskipun itu pemerintah.
Meskipun begitu, kebebasan pers bukanlah tanpa batas. Kebebasan pers tetap dibatasi agar tidak melanggar ketentuan hak asasi manusia. Kebebasan pers di Indonesia harus dilaksanakan sesuai dengan etika jurnalisme.
Dalam buku Jurnalisme Kontemporer (2017) karya Septiawan Santana, etika jurnalisme merupakan sekumpulan prinsip moral. Etika jurnalisme merefleksikan pertaturan-peraturan yang wajib dipatuhi oleh seluruh insan pers.
Etika jurnalisme yang mengatur kegiatan pers di Indonesia disebut sebagai Kode Etik Jurnalistik. Semua insan pers wajib mematuhi pedoman yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik agar terwujud kebebasan pers yang ideal. Kebebasan pers yang ideal adalah kebebasan yang tidak mencederai kepentingan publik dan tidak melanggar hak asasi warga negara.
Peran Pers amat penting dalam membangun demokrasi di Negara Pacasila , NKRI ini. Karena itu, Pers Indonesia adalah Pers Pancasila harus benar mencerminkan iklim demokrasi yang Pancasilais berakar dari , oleh dan untuk rakyat. Karena itu, sungguh wajar jika kita semua hendaknya berdemokrasi secara bermartabat sesuai nilai-nilai Pancasila.
Sangat tepat pula jika Perayaan Hari Pers Nasional 2023 mengusung Tema : “Pers Bebas, Demokrasi Bermartabat” , wujud Pers sebagai “Pilar Demokrasi Keempat” , setelah Lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. ***
Karolus Kia Burin, Pemmpin Umum/Pemimpin Redaksi warta-nusantara.com, dan Ketua Serikat Media Siber (SMSI) Kabupaten Lembata.