Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Sir. 15:15-20; 1 Kor.2:6-10; Mat.5:17-37
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapak, Ibu, Saudara, saudari yang terkasih, Injil yang baru saja kita dengar dengan judul Yesus dan Hukum Taurat masih merupakan bagian dari khotbah Yesus di bukit. Dua minggu yang lalu kita sudah disampaikan bahwa pendengar Kotbah Yesus di Bukit adalah murid-murid Yesus dan orang banyak yang berasal dari berbagai kalangan: nelayan-nelayan Galilea dan gembala-gembala dari padang Palestina, orang-orang saleh dan para pendosa, mereka yang miskin dan tertindas, orang-orang sakit dan sehat, para pemungut cukai, Ahli ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Kepada mereka semua itulah, dari atas bukit itu, Yesus menyampaikan kotbah tentang Hukum Taurat.
Orang banyak itu sudah sangat familiar dengan hukum taurat atau acapkali mereka sebut sebagai Taurat Musa. Bagi orang Yahudi, Hukum Taurat adalah ajaran-ajaran, aturan-atruan atau hukum yang terdapat dalam Lima Kitab Pertama yakni Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan. Taurat itu berisi 613 hukum; 365 bersifat larangan dan 248 bersifat keharusan.
Masalahnya adalah bagaimana menghayati sebaik-baiknya Hukum Taurat itu agar tercapailah apa yang diharapkan oleh Yesus dalam akhir kotbah-Nya itu,” Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” Yesus tahu, bahwa orang Yahudi, lebih-lebih ahli-ahli taurat dan kaum farisi adalah orang yang sangat legalistic-formil dalam menghayati hukum itu. Mereka sangat ketat melaksanakan larangan dan perintah hukum taurat. Karena itu, supaya jangan salah paham, Yesus memulai ajaran-Nya dengan berkata: “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.
Bila kita mendengar baik-baik isi Kotbah Yesus khusus dalam injil tadi, hal itu merupakan refleksi terhadap hukum Allah yang sangat kontras dengan pola dan ajaran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Karena itu, di dalam kotbah-Nya itu Yesus menantang orang banyak sekaligus mengeritik pola hidup keagamaan ahli-ahli taurat dan orang-orang farisi dengan berkata:” Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.
Untuk masuk ke dalam kerajaan surga, haruslah sempurna. Untuk mencapai kesempurnaan itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai pedoman arah. Bahwa dalam kehidupan yang baru, umat Allah akan memandang dan melaksanakan hukum Allah berdasarkan esensinya, bukan sekadar tradisi, berdasarkan rohnya, bukn berdasarkan huruf-hurutfnya. Untuk itu maka dalam kotbah tadi Yesus menghendaki supaya pengikut-Nya bukan saja menjaga diri dari tindakan pembunuhan, melainkan juga menjaga hati untuk tidak membenci, mencaci dan memaki orang lain.
Bukan saja menjauhkan diri dari perzinahan, melainkan juga menjaga hati dari percabulan dan hidup dalam penguasaan diri. Yesus menghendaki supaya pengikutNya menjunjung tinggi dan menguduskan pernikahan karena Allah sendiri adalah inisiator perkawinan dan karena itu DIA menguduskannya. Yesus menghendaki supaya pengikut-Nya berkata-kata dengan jujur:katakana ya bilang ya dan tidak bilang tidak. Jangan kolong pohong, jangan putar-balek. Yesus juga menghendaki agar pengikut-Nya tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi hidup dalam damai dan kasih kepada semua orang, tanpa harus membedakan satu dan lainnya sebagai kawan dan lawan, tetapi semua harus dilihat sebagai sahabat, – homo homini socius – tidak boleh melihat dan menjadikan orang lain sebagai musuh, – homo homini lupus – tetapi semua adalah saudara.
Hidup penuh persaudaraan adalah agama universal. Bahwa kerinduan seluruh umat manusia adalah untuk hidup berdampingan dan bersaudara di antara umat manusia. Hidup sebagai saudara adalah panggilan menuju kekudusan, demikian Paus Fransiskus dalam Enskilik Fratelli Tutti. Seruan Paus ini terinspirasi dari Kitab Mazmur 133 yang mengatakan bahwa:“ Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya apabila saudara diam bersama dengan rukun.” Mazmur 133 adalah kekuatan dasar untuk membangun persaudaraan yang kokoh dan sejati tanpa memandang suku, ras, agama dan bahasa. Atas dasar inilah semua orang beriman dipanggiil untuk membangun komunitas cinta persaudaraan sejati. Beriman tidak harus seiman dan percaya tidak harus seagama.
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, kotbah Yesus sebagaimana sudah diterangkan di atas, ditutup dengan sebuah harapan namun bersifat imperative: ” Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna. “Ini tidak sekedar harapan tetapi mengandung sebuah keharusan, sebuah perintah untuk sempurna sama seperti Bapa di surga. Perintah untuk menjadi sempurna ini dikaitkan dengan implementasi hukum taurat dan hidup keagamaan kita. “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.”
Yesus mengeritik ahli-ahli taurat dan orang-orang farisi bahwa hidup keagamaannya tidak cukup baik. Karena itu dalam kotbah-Nya itu Dia mengharapkan agar setelah mendengarkan kotbah-Nya ini, hidup keagamaan pengikut-Nya harus lebih baik daripada mereka. Yesus mengingatkan pengikut-Nya bahwa mereka tidak boleh berlaku munafik manakala mereka mempraktekan hidup keagamaan mereka. karena kemunafikan merupakan wujud pertentangan batin atau ketidakjujuran, di mana seseorang memuliakan Allah di bibir tetapi hatinya jauh dari Dia, menyampaikan kebenaran tetapi tidak hidup di dalamnya, serta menonjolkan diri secara lahiriah sebagai orang yang saleh dan benar tetapi hatinya penuh dengan dosa dan pelanggaran. Karena itu bagi Yesus, hidup keagamaan mereka disebut sebagai hal yang bercela sehingga tidak layak memasuki Kerajaan Allah. Dan karena itu mereka tidak menjadi sempurna.
Maka, pasca kotbah Yesus ini, harus ada metanoia. Perlu ada pertobatan. Lalu diikuti dengan perubahan. Perlu ada pembaruan sikap bathin. Musti ada reformasi cara hidup keagamaan kita sebagaimana yang dikehendaki Yesus. Bila sikap bathin dan hidup keagamaan kita sudah selaras dengan kehendak Tuhan, maka tempat kita ada di dalam Kerajaan Sorga. Bila kita sudah berada di dalam kerajaan sorga maka kita pun dapat mengambi bagian dalam kesempurnaan Allah sendiri. Dengan itu, terpenuhilah ekspektasi Yesus, Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna. ***