KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM – Tokoh Muda Pejuang Hak Komunitas Adat Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nikodemus Manao ditangkap paksa dua hari lalu oleh aparat gabungan dari Polda NTT dan Polres TTS pada Senin (13/2/2023). Hal itu disampaikan warga Besipae, Daud Selan saat dihubungi media ini Rabu (15/2/2023) melalui telp seluler.
Daud Selan menjelaskan, ”ini terkait peristiwa pada Oktober 2022 yang lalu, saat penggusuran rumah warga Besipae oleh Pemda NTT. Malam-malam sekitar pukul 21 wita saat itu mereka dari Dinas Peternaskan Instalasi Besipae antar surat penggusuran ke mama Yuliana Letek dan memaksa mama Yuliana Letek untuk keluar dari rumahnya malam itu juga.
Dari pengusiran paksa malam-malam itu dirumah mama Yuliana Letek akhirnya terjadi keributan. Dengar ada keributan dirumah mama Yuliana Letek, warga Besipae pada lari datang. Saat dengar orang ribut itu, warga pada lari datang. Setelah itu Niko Manuo juga lari datang ditempat kejadian, saat datang keributan sudah berjalan”, ungkapnya.
Saat datang, Niko Manao jelas Daud, sempat menanyakan pada petugas itu, kenapa datang malam-malam begini. Kami hanya jalankan tugas, mengantar surat penggusuran, sebut Daud Selan mengutip jawaban petugas itu.
“Saya datang dari belakang, saat dijalan saya ketemu orang dinas itu. Itu orang baru, warga Besipae belum mengenal mereka. Saya lihat ada luka sedikit dipelipis mata. Saya bawah dia kerumah, saya tolong dia, saya kompres dan sempat saya videokan, setelah itu saya telp polisi”, ungkap Daud.
”Karena petugas yang saya amankan dirumah itu, masih ada temannya. Saya suruh anak-anak lari keatas untuk ambil temannya lagi, ternyata temannya itu sudah diamankan terlebih dahulu oleh Niko Manao dirumahnya. Untuk beri pertolongan, yang penting situasi aman dulu. Apa petugas dari dinas itu dipukul atau dilempar saya tidak tahu, saat keributan awal saya belum berada ditempat kejadian, saya belum datang.
Kami sudah berikan keterangan dipolisi, mereka ambil keterangan dirumah di Besipae, terus mereka panggil lagi tapi karena saat itu sedang konsentrasi dengan penggusuran di Besipae, kami belum sempat kesana. Olehnya mereka datang tangkap paksa Niko Manao kemarin”, ungkap Daud.
Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol. Ariasandy dikutip floresa.co (14/2) menyatakan aksi polisi sudah sesuai prosedur karena Niko sudah berstatus tersangka. “Tersangka sudah dipanggil dua kali tapi tidak kooperatif, maka dilakukan upaya paksa,” katanya pada 14 Februari.
Penangkapan itu terkait dengan dugaan pengeroyokan yang terjadi pada 19 Oktober 2022 terhadap petugas dari Dinas Peternakan Provinsi NTT, sehari sebelum penggusuran belasan rumah warga Besipae.
Ketika itu, dua orang petugas dinas itu mengantar surat kepada warga, meminta mereka untuk meninggalkan lahan yang sedang konflik.
Salah satu dari kedua petugas itu kemudian diamuk warga yang saat itu sedang berkumpul membahas sikap menghadapi rencana penggusuran oleh pemerintah. Dihimpun dari berbagai sumber menyebutkan, konflik tanah adat Pubabu-Besipae antara masyarakat adat Pubabu-Besipae vs Pemerintah NTT bersumber pada penerbitkan sertifikat hak pakai.
Sertifikat hak pakai diatas tanah adat Pubabu-Besipae dengan Nomor 00001/1986 tanggal 29 Januari 1986, luas 37.800.000M2 atau 3.780 hektar dengan pemegang hak pakai Dinas Peternakan Propinsi Nusa Tenggara Timur, tanpa jangka waktu. Sertifikat duplikat dengan alasan sertifikat asli hilang diterbitkan tanggal 19 Maret 2013 disertai dengan surat keterangan hilang tanggal 25 Januari 2013 dari Kepolisian Resor Kupang Kota.
Sertifikat hak pakai yang terbit diatas tanah adat Pubabu-Besipae ini yang menjadi sumber masalah (konflik). Masyarakat adat sendiri tidak tahu menahu penerbitan sertifikat hak pakai diatas tanah adat Pubabu-Besipae dengan pemegang hak Dinas Peternakan Propinsi Nusa Tenggara Timur tersebut.
Disisi lain masyarakat adat Pubabu-Besipae teguh pendirian bahwa sertifikat hak pakai yang terbit tahun 1986 tersebut berada diatas tanah adat Pubabu-Besipae, sementara tanah tersebut merupakan sumber penghidupan mereka, disisi lain Pemerintah Propinsi NTT berada pada sikapnya bahwa lahan tersebut adalah hak milik pemerintah dengan adanya sertifikat hak pakai tersebut.
Konflik tersebut berakibat pada pembongkaran 29 (dua puluh sembilan rumah) warga yang dilakukan dalam 3 (tiga) tahap yakni; Februari, Maret dan Agustus 2020, terjadi intimidasi pada anak dan perempuan, penangkapan Anton Tanu (18) pada tanggal 9 Agustus 2020 dan Kornelius Numleny (64) pada tanggal 14 Agustus 2020, pelarangan anak-anak untuk sekolah bagi anak yang orang tuanya berada pada konflik tersebut, hingga pada penelantaran warga akibat pembongkaran rumah yang membuat warga harus rela hidup dibawah pohon, penghidupan mereka semakin suram dari tanahnya sendiri. Sandang, pangan dan papan tidak tersedia sebagaimana mestinya sebagaimana amanat konstitusi Negara. Terlepas dari konflik tersebut, jaminan kelangsungan hidup dan produktivitas warga harus mendapat tempat oleh Negara untuk dipertimbangkan. (*/WN-01)