Ket. Foto: Ketua DPC PMKRI Cabang Larantuka, St. Agustinus, Bernadus E. Besi Koten
LARANTUKA, WARTA-NUSANTARA.COM–Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Larantuka Santu Agustinus meminta Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Flores Timur (Flotim) segera menuntaskan berbagai kasus yang dilaporkan elemen masyarakat di daerah ini, salah satunya adalah dugaan gratifikasi yang diterima 30 anggota DPRD Flores Timur.
Demikian antara lain dari poin pernyataan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Larantuka, Santu Agustinus, yang diterima Warta-Nusantara.com di Larantuka, Selasa (21/2)
“Penanganan beberapa kasus oleh Polres Flores Timur, terkesan bertele-tela. Untuk menciptakan rasa keadilan dan kepastian hukum di masyarakat, mestinya Polres harus menyelesaikan setiap kasus yang dilaporkan. Jangan dibiarkan berlarut-larut tanpa memberi kepastian,” tegas Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Cabang Larantuka, Marius Bala.
“PMKRI sebagai organisasi yang berasaskan Pancasila, pasti akan terus mengawal perkembangan proses hukum atas berbagai kasus yang ada di Flores Timur hingga tuntas demi terwujudnya nilai keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Marius Bala lebih lanjut menilai, setiap kasus yang penanganan dibiarkan terlalu lama dan berlarut-larut bisa menimbulkan berbagai pertanyaan di masyarakat. Oleh karena itu, lanjutnya, Polres Flores Timur harus berani membuka dan menyampaikan ke publik secara terang-benderang setiap perkembangan penanganan kasus ini.
“Itu juga akan sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan dan kepuasan publik terhadap institusi Polri yang ada di daerah ini,” kata anak muda yang akrab disapa Costa itu.
Lebih lanjut Costa mengatakan bahwa dugaan gratifikasi yang diterima 30 anggota DPRD Flores Timur itu jangan didiamkan. Polres Flores Timur harus membuka kasus ini untuk diketahui masyarakat. Karena dugaan gratifikasi sepertin itu dapat berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap kinerja lembaga DPRD.
“Jika memang kasus ini sudah dihentikan penanganannya pun harus disampaikan secara terbuka ke publik apa alasannya. Tidak benarkah, atau apa? Jangan ditutup-tutupi, ditenggelamkan dan hilang begitu saja tanpa adanya kepastian hukum. Polisi itu alat negara dengan tugas menegakkan hukum ” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua DPC PMKRI Cabang Larantuka, Bernadus E. Besi Koten, yang dihubungi melalui telepon selulernya mengaku sangat menyesali gaya kerja lamban yang diperlihatkan pihak polisi dalam menangani kasus-kasus yang dilaporkan ke pihak APH.
“Saya percaya polisi punya prosedur penanganan kasus yang baku. Tapi sangat tidak masuk akal dan sangat disesalkan kalau perkembangan penanganan dugaan gratifikasi ini, diam begitu saja dan tidak pernah disampaikan ke publik,” kata Bernadus E. Besi Koten.
“PMKRI Cabang Larantuka sebagai salah satu elemen masyarakat akan terus mendesak agar kasus ini segera diselesaikan secara transparan. Tidak enak kalau kita terpaksa harus kembali turun ke jalan,” ujar Bernadus E. Besi Koten.
Kasus dugaan gratifikasi itu pertama kali diutarakan anggota Fraksi Partai Gerindra di DPRD Flores Timur Huhidin Demon Sabon, sebagai penyebab gagalnya upaya pembentukan pansus guna menelusuri penggunaan dana covid-19. Dugaan gratifikasi itu dilaporkan ke polisi pada 20 September 2021 oleh Ormas KRBF.
Walau pansus gagal dibentuk di DPRD Flores Timur, namun penggunaan dana covid-19 yang ketika itu diduga bermasalah, kemudian menyeret tiga pejabat sekaligus sebagai pesakitan pelaku korupsi. Mereka masing-masing Sekda Flores Timur PIG, Kepala BPBD Flores Timur AHB dan Bendahara BPBD Flores Timur PLT. Dan kini kasus tersebut sedang disidangkan di Pengadilan Tipikor Kupang. *)
Laporan Wartawan Warta-Nusantara.com (PL)