Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Kej.12:1-4a; 2Tim.1:8b-10; Mat. 17:1-9
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, Yesus dimuliakan di atas Gunung Tabor adalah sebuah peristiwa penting dalam Kekristenan yang ditemukan dalam Kitab Matius 17:1-9, Kitab Markus 9:2-8, dan Kitab Lukas 9:28-36. Di atas gunung itu, Yesus tiba-tiba berubah rupa di hadapan murid-murid-Nya. Wajah-Nya bersinar seperti matahari, dan pakaian-Nya menjadi putih seperti sinar. Kemudian, dari awan yang menutupi mereka, terdengar suara dari Allah yang memuliakan Yesus sebagai Anak-Nya yang kekasih, dan menyerukan agar para murid-Nya mendengarkan Dia. Yesus yang berubah rupa itu popularnya disebut dengan istilah Transfigurasi.
Transfigurasi Kristus adalah puncak spiritualitas dari Yesus. Cahaya kemuliaan yang memancar dari tubuh Yesus itu untuk memberikan pengajaran untuk para murid, bahwa di belakang peristiwa yang menyedihkan yang akan dialami Yesus. Peristiwa (penyaliban) yang akan membawa pada kemenangan, Bahwa di belakang hinaan dan caci maki, bahwa di balik pukulan dan cambukan yang menyakitkan, bahwa di balik penyangkalan dan pengkhianatan, bahwa di balik semuanya itu akan ada kemuliaan yang dipancarkan dari Sinar Kebangkitan-Nya untuk menyelamatkan manusia. Karena itulah maka, transfigurasi ini diwujudkan menjadi titik sentral dalam karya Yesus sebagai Mesias menurut rencana Allah. Bahwa sebagai Mesias, Yesus datang untuk menyelamatkan semua manusia.
Saudara-saudaraku, harus dicatat dan diingat baik-baik, bahwa transfigurasi Yesus itu terjadi saat Yesus sedang berdoa kepada Bapa-Nya. Yesus menghayati hubungan ini dari sejak kekekalan dan Dia senantiasa melakukannya di sepanjang kehidupan-Nya di bumi. Hubungan ini terus terbangun dan diperkuat secara khusus saat melalui berbagai bentuk pencobaan. Karena penyerahan diri Yesus secara total kepada kehendak Bapa-Nya inilah yang membuat cahaya Allah dalam diri Yesus bersinar di hadapan para rasul. Cahaya ini bersinar. Unifikasi cahaya Kristus yang terpancar pada hari ini menunjuk pada Cahaya Kebangkitan Kristus. Cahaya kebangkitan itu mengubah kerapuhan insani hingga mengalami kepenuhan kasih Allah untuk menjadi manusia yang terselamatkan.
Ketika menjadi manusia yang teselamatkan, saat itulah kita terpukau, yang pada gilirannya mengulangi kata-kata Petrus sendiri:” Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini”. Jika Engkau mau, biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” Petrus mau, tidak boleh beranjak dari tempat keselamatan itu. Ia dan kedua murid lainnya mau menikmati sendiri karya keselamatan itu.
Namun apa yang dipikirkan Petrus, jauh dari rancangan, rencana dan kehendak Allah. Maka untuk menyadarkan Petrus, segeralah terjadi peristiwa lain yang mengagumkan tetapi juga menakutkan sebagaimana penulis injil memberikan kesaksian ini:” Dan tiba-tiba sedang ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia” Mendengar itu tersungkurlah murid-murid-Nya dan mereka sangat ketakutan.
Gerakan tubuh tersungkur menyatakan kerapuhan dan kelemahan insani mereka. Mereka sadar bahwa mereka manusia berdosa, dan karena itu, tak pantaslah mereka mengalami kemuliaan Gurunya ini. Bahkan lebih dari itu, mereka menjadi sangat takut karena lilitan dosa-dosa mereka yang mengerihkan. Yesus tahu bahwa mereka sungguh takut. Karena itu Yesus datang kepada mereka dan menyentuh mereka sambil berkata: “Berdirilah, jangan takut!”
Sentuhan Yesus adalah sentuhan pengampunan. Kata-kata Yesus, adalah sumber kekuatan mereka. Maka dari itu penginjil kemudian mencatat:” Dan ketika mereka mengangkat kepala, mereka tidak melihat seorangpun kecuali Yesus seorang diri.”
Tindakan mengangkat kepala adalah symbol kekuatan. Mereka merasa kuat karena dikuatkan oleh Guru mereka melalui sentuhan pengampunan. Tindakan mengangkat kepala adalah juga ungkapan kesiapan, siap bergerak maju, siap melangkah, siap meninggalkan tempat yang membahagiakan untuk menjadi saksi.
Karena itu, pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka: “Jangan kamu ceriterakan penglihatan itu kepada seorangpun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati.” .
Saudara-saudara sekalian, secara imaniah, transfigurasi Yesus di hadapan para murid-Nya, sejatinya juga dialami oleh kita semua yang percaya kepada-Nya. Karena itu suara yang berkata: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia, wajib didengarkan! Suara di balik awan, yang tidak lain adalah suara Allah sendiri, meminta kita semua untuk mendengarkan Putra-Nya, Anak Kekasih-Nya.
Mendengarkan Yesus Kristus Putera-Nya tidak berarti bahwa kita luput dari segenap kesulitan. Jika kita memberi tempat utama pada tindakan “mendengarkan” ini maka kita dapat menjadi semakin peka akan kerapuhan kita. Namun sebuah keyakinan diri akan tumbuh dan akan disertai dengan kelenturan penyerahan diri sepenuhnya pada hembusan Roh Kudus. Kita akan mampu untuk mengenal kehadiran Allah dalam dunia dan kita akan mengikuti kehendak-Nya dengan lebih berani. Melalui peristiwa pemuliaan ini, Yesus hendak menunjukkan bahwa cahaya Allah tidak tinggal dalam diri-Nya sendiri, tetapi memancar keluar. Pancaran cahaya Kristus itulah yang mengilahikan kemanusiaan kita, sehingga kita tidak lelap tertidur dalam kemalasan, kita juga tidak terkerangkeng dalam ketakutan yang dahsyat, tetapi kita dengan kepala terangkat, harus terus bergerak maju untuk menjadi saksi Kristus.
Namun saudara-saudaraku, ketika kita hendak menjadi saksi Kristus, marilah kita bertanya pada diri sendiri, berapa banyak kesempatan yang kita lewatkan dari kemuliaan dan tindakan Allah karena kita tidur secara rohani? Ada banyak hal yang dapat membuat pikiran kita tertidur dengan hal-hal yang mengagumkan dari Allah: Kita sering mengalami kelesuan motivasi untuk benar-benar menjadi saksi Kristus. Kadangkala kita juga terperangkap dalam prasangka yang dapat membuat kita buta terhadap sesuatu yang baru, yang Allah anugerahkan bagi kita.
Karena itu, marilah kita belajar dari Petrus, Yakobus, dan Yohanes. Ketika mereka dibasuh kelemahan dan kerapuhan manusiawi mereka dalam kecemerlangan cahaya Kristus, mereka siap untuk menjadi saksi. Karena itu mereka tinggalkn kemuliaan gunung Tabor, lalu turun ke lembah kehidupan setiap hati manusia, untuk menerangi hati-hati itu dengn kemuliaan Tabor. Kemuliaan Tabor, akan memampukan mereka untuk hadapi hinaan dan cercaan. Kekuatan kemuliaan gunug Tabor akan menguatkan mereka untuk memikul salib dan berjalan hingga Golgotha. Golgotha tidaklah menjadi perhentian terakhir, sebab dari sana akan muncul Sinar Kebangkitan Ilahi yang memerdekakan setiap orang yang percaya kepada-Nya. Pemerdekaan Itulah yang disebut sebagai keselamatan paripurna manusia oleh Allah sendiri.
Maka, apapun yang terjadi dalam hidup kita, apakah itu kesulitan, pergumulan, atau kesedihan, percayalah cahaya kemuliaan Yesus akan terus menuntun kita, asalkan kita selalu mendengarkan Yesus:” Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia!” ***