Siaran Pers Bagian Prokopim Setda Kabupaten Lembata yang diterima Warta-Nusantara.Com
LEMBATA ; WARTA-NUSANTARA.COM– Tim BPH Migas dan PT Pertamina Persero ketika tiba di Lembata, langsung bergerak cepat. Mereka terjun ke lapangan, menyisir Kota Lewoleba guna melacak akar permasalahan yang terjadi selama ini terkait antrian BBM di Kabupaten Lembata, Provinsi NTT.
Terhadap permasalahan yang selama ini menjadi keresahan di masyarakat, Tim BPH Migas harus pastikan terlebih dahulu bahwa isu-isu yang berkembang di masyarakat, ataupun laporan-laporan yang diterima memiliki bukti hukum atau tidak. Karena bagaimanapun juga aturan hukum harus dipatuhi.
Anggota Komite BPH Migas, Abdul Salim menegaskan, setiap persoalan yang berkaitan dengan hukum harus disertai alat bukti yang sah. “Tim kami sedang di lapangan menyelidiki semua permasalahan terkait antrian BBM,” kata Salim saat Konferensi Pers di ruang lobi Kantor Bupati Lembata, Kamis (16/3/2023).
“Kami sedang menyelidiki hal itu. Kami tidak serta-merta menerima laporan terus kita menetapkan salah dan benar. Kami ada bawa tim dari lepolisian, ada PPN-PNS, kami ada gerilya di lapangan,” tambah Abdul Salim.
Dia menjelaskan, timnya sedang mencari bukti, fakta betul nggak pelaporan itu. Kalau betul akan ditindaklanjuti sesuai peraturan yang ada. “Percayalah, kami pastikan setiap pelanggaran tentu pasti ada sanksinya. Kemana itu BBM, dari mana dapatnya, kemana larinya, dijual berapa, itu kita akan telisik (lihat) semua,” kata Ketua Tim Komite BPH Migas.
Menurut dia, pada saat penetapan salah dan benarnya nanti ke ranahnya Kejaksaan, kita sudah punya bukti konkrit. Ketika saatnya menetapkan siapa yang salah, tidak ada lagi kendala di lapangan karena bukti sudah diambil semuanya. Demikian ia menjawabi pertanyaan wartawan terkait SPBU yang menjual sekitar kurang lebih 200 sampai 300 liter ke Pertamini, sehingga pemilik Pertamini menjual kembali ke masyarakat dengan harga yang tidak sesuai dengan yang ditetapkan. Pertamini akhirnya menjual ke masyarakat dengan harga yang tinggi, padahal SPBU harus melayani konsumen terakhir.
Selain itu, persoalan antrian kendaraan pelangsir yang berlapis-lapis juga menjadi sorotan media. Media mempertanyakan pemberlakuan kendaraan pelangsir yang berlapis-lapis menjadi salah satu penyebab terjadinya kenaikan harga BBM di tingkat pengecer. Ada yang menjualnya dengan harga Rp 20 ribu, bahkan ketika terjadi kelangkaan BBM harganya pun bisa menembus Rp 50 ribu.
Menjawab pertanyaan tersebut, Abdul Salim menegaskan, tidak ada lagi himbauan kepada masyarakat untuk tidak boleh melangsir. Mereka akan menerapkan sebuah sistem yakni menggunakan CCTV. Jadi kalau ada pelangsir pasti langsung ketahuan, orang-orang, ini-ini saja. Karena itu, menurutnya, identifikasi dengan cara ini akan memutus mata rantai kendaraan pelangsir.
“Kita akan berkoordinasi dengan kepolisian setempat bahwa ini ada potensi penyalahgunaan. Jadi kepolisian yang punya wewenang untuk selidiki, selidik dan sebagainya, mereka akan terjun langsung ke lapangan,” kata Ketua Komite BPH Migas ini lagi.
Sementara itu, soal ada indikasi terjadinya permainan orang dalam terhadap carut-marutnya persoalan BBM di Lembata, yang semakin menambah maraknya pelangsir, dia secara terbuka mengakuinya.
“Kalau semua jaringan bermain saat ini adalah wajar, karena perbedaan harga antara subsidi dengan non subsidi besar sekali,” katanya.
Dia memberi contoh pada minyak solar bersubsidi. Di sini minyak solar non subsidi Rp16.000 per liter sementara bersubsidi harganya Rp 6.800 perliter. Ini perbedaan besar sekali, sekitar sembilan ribuan perliter. Ini kalau dibagi-bagi, pasti semuanya dapat kebagian jatah, itu tidak betul.
“Karena itu, kami akan cari tahu terlebih dahulu, jaringannya dimana. Ini tugas intelkam pusat yang hadir bersama kami di Lembata untuk membantu mengurangi benang khusus persoalan BBM ini. Mereka akan mencari tahu sendiri kemana barang-barang ini, siapa yang bermain disini,” ujarnya.
Walaupun demikian, seandainya ditemukan pelaku dalam permainan minyak bersubsidi ini, akan dilakukan pembinaan terlebih dahulu kepada pelaku. Karena subsidi ini harus tepat sasaran dan tepat volumenya. (*/Bily Baon/WN-01)