Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero
Kel. 12:1-811-14; 1 Kor.11:23-26; Yoh. 13:1-15
WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, sauara, saudariku yang terkasih, injil Yohanes ditulis dengan pengelompokan menjadi dua bagian. Pasal 1-12 berisi narasi-narasi pelayanan Yesus kepada publik yang jumlahnya makin hari makin bertambah. Kemudian, pasal 13-17 memuat pelayanan Yesus kepada murid-murid-Nya. Pengajaran Yesus yang khusus dicatat oleh Yohanes pada bagian ini tidak terdapat di dalam Injil Sinoptik-Matius, Markus, dan Lukas. Pengajaran ini disampaikan pada sore sampai malam hari sebelum Yesus ditangkap di taman Getsemani.
Injil yang kita dengar ini selalu dikumandangkan dalam setiap hari raya Kamis Putih. Kamis Putih adalah perayaan awal Tri Hari Suci. Hari ini diperingati untuk mengenang momen kebersamaan Yesus dengan para murid di hari-hari terakhirnya dalam bentuk perjamuan terakhir.
Sebagai seorang guru, Yesus sesungguhnya layak mendapatkan perlakuan sebagaimana yang dilakukan terhadap muridnya. Mustinya Dia duduk manis dan para muridNya ramai-ramai membasuh kaki-Nya. Namun dalam hal ini, Yesus justru memilih sebaliknya. Dia justru melakukan pekerjaan yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang Guru. Dengan tulus hati, tanpa intrik tertentu, tanpa ingin mencari popularitas diri, tanpa mau mencari nama besar, Yesus mengambil air lalu menuangkannya di dalam wadah, kemudian satu persatu Dia mencuci kaki para murid-Nya. Dia tidak berhenti di situ. Dengan kain yang terlilit erat di pingganggNya, Ia menyeka, Ia mengeringkan kaki-kaki para murid-Nya. Seluruh hal yang dibuat Yesus kepada murid-murid-Nya menyimbolkan sebuah teladan untuk rendah hati dan siap menjadi ‘hamba’ yang mau melayani setiap orang termasuk orang hina dina dan hamba sahaya sekalipun. Pelayanan-Nya menjadi pelayanan tanpa batas, melampaui batas-batas yang sengaja diciptakan manusia. Dia mampu menjangkui semua itu atas nama keteladanan kerendahan hati.
Menariknya, dalam proses pembasuhan kaki itu, tatkala sampai pada Petrus, Petrus malah protes:” Tuhan, jangan sekali-kali Engkau membasuh kaki saya!” Dari kacamata manusiawi, Petrus benar. Masa seorang guru yang dihormati, yang disanjung-sanjung, yang punya nama besar, malah mau mengambil alih pekerjaan budak? Apakah Yesus tiba-tiba mau menjadi seorang budak?
Namun pikiran Petrus tidak selaras dengan pikiran Yesus. Yesus hendak menjungkirbalikan tradisi kuno, bahwa melayani, termasuk mencuci kaki sekalipun harus menjadi kewajiban setiap orang, tanpa kecuali. Dan karena itu Yesus harus memberikan teladan. Dengan membasuh kaki murid-murid-Nya, Yesus hendak mengatakan dalam perbuatan-Nya bahwa kata-kata harus menggerakan dan contoh-contoh harus menarik, – verba movent, exempla trahunt-. Kata-kata tidak boleh berhenti sebagai kata-kata, tetapi dia harus bermetamorfosis menjadi perbuatan. Aksi nyata yang berdampak pada kebahagiaan dan keselamatan orang lain.
Karena itu terhadap protes Petrus, Yesus berkata:” Jika Aku tidak membasuh kakimu, engkau bukan menjadi bagian dari Aku; engkau bukan murid-Ku.” Maka cepat-cepat Petrus berkata:” Kalau begitu bukan saja kakiku, tetapi kepalaku juga.” Tetapi Yesus ingatkan dia:” Barang siapa sudah mandi, ia sudah bersih.” Lalu Ia melanjutkan lagi:” Tetapi tidak semua kamu bersih.”
Kata-kata tidak semua kamu bersih, menunjuk pada Yudas yang pada akhirnya mengkhianati Yesus, Guru dan Tuhannya.Sesudah membasuh kaki murid-murid-Nya, Yesus juga mengajarkan perihal pelayanan pada para murid.
“Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempat-Nya. Lalu, Ia berkata kepada mereka, ‘Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat padamu? Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Aku-lah Guru dan Tuhan. Jadi, jikalau Aku membasuh kakimu, Aku adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepadamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat padamu’.” (Yoh. 13: 12-15).
Saudara-saudara, penginjil menatat:” Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan jubah-Nya dan kembali ke tempat-Nya. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu? Pertanyaan yang sama ditujukan juga kepada kita malam ini. “Mengertikah kita apa yang telah Yesus perbuat kepada kita?
Peristiwa yang dramatis ini, peristiwa pembasuhan kaki para murid yang terjadi pada malam terakhir sebelum Yesus ditangkap dan disalibkan mengandung sekurang-kurangnya tiga pengertian, tiga pesan: pertama, untuk mempertunjukkan kepada murid-murid-Nya betapa besar kasih-Nya kepada mereka; Bahwa walaupun ada pertentangan sikap diantara dua pribadi yang hadir dalam ruang perjamuan cinta kasih itu, yaitu sikap pelayanan dari Yesus “Yang Mencintai’ tanpa batas berbenturan dengan sikap penghianatan dari murid-Nya Yudas, orang yang tetap “dicintai” Yesus. Tindakan itu hendak membeikan pelajaran kepada kita semua .bahwa kasih itu melampaui sekat-sekat pengkhianatan manusia. Bahwa sekalipun Yudas mengkhianati Yesus Guru dan TuhanNya, Yesus tetap membasuh kakinya.
Pesan kedua, untuk memberikan gambaran tentang pengorbanan diri-Nya di salib. Tindakan pembasuhan kaki, adalah perbuatan yang paling terakhir yang dilakukan Yesus sebelum Dia wafat di salib. Karena peristiwa ini adalah peristiwa terakhir yang dibuat Yesus dan dampaknya penting karena untuk kebahagiaan dan keselamatan manusia, maka Yesus tidak berhenti pada membasuh kaki murid-murid-Nya tetapi memberikan perintah kepada mereka, agar merekapun wajib membasuh kaki sesamanya. “Jadi, jikalau Aku membasuh kakimu, Aku adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepadamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat padamu’.”
Pesan ketiga, adalah keteladanan kerendahan hati dalam melayani. Karena itu Dia meminta para murid-Nya untuk saling melayani dengan kerendahan hati. Yesus tahu, bahwa di dalam diri para murid-Nya selalu menginginan untuk menjadi yang terbesar . Keinginan itulah yang senantiasa mengganggu pikiran mereka. Karena itu Kristus mau agar mereka sadar bahwa keinginan untuk menjadi yang pertama — menjadi lebih unggul dan dihormati lebih dari orang kristen lain – adalah keinginan yang bertentangan dengan sifat Tuhan sendiri.
Yang dihendaki Tuhan adalah hati yang rendah hati. Hati yang melayani. Melayani dengan sungguh. Melayani dengan total, melayani dengan paripurna hingga titik darah penghabisan, sebagaimana yang diteladankan Yesus, sebagaimana yang digambarkan Paulus.” : “Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!” Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baruyang dimeteraikan oleh darah-Ku;perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!”
Pertanyaannya, apa yang diperingati? Yang diperingati adalah mengulangi kembali contoh keteladanan kerendahan hati Yesus yang melayani secara paripurna hingga mengorbankan diri-Nya bagi keselamatan manusia. Maka, kepada kita sekalian saya serukan kembali kata-kata agung Yesus:” Perbuatlah ini, menjadi peringatan akan Aku!” Atau menurut kata-kata penginjil Yohanes:” Supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat padamu.”