ALOR : WARTA-NUSANTARA.COM-Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Wilayah NTT/TPDI-NTT/Advokat Peradi, Meridian Dewanta, SH., menegaskan, “Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT harus tegas mengusut tuntas kasus proyek Pasar Kadelang dan proyek Kantor DPRD Kabupaten Alor, Provinsi NTT.
Menurut Pengacara Nondang NTT, Meridian Dewanta, SH., dalam Rilis yang diterima Warta-Nusantara.Com, Jumat, 7/4/2023 mengungkapkan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT saat ini sedang melakukan proses penyelidikan terhadap beberapa mega proyek yang terindikasi korupsi di Kabupaten Alor, antara lain Proyek Pembangunan Pasar Kadelang dan Proyek Pembangunan Gedung Kantor DPRD Alor.
Warga masyarakat Kabupaten Alor atas nama Absalom Djobo dan Sius Djobo sebelumnya telah melaporkan beberapa mega proyek terindikasi korupsi di Kabupaten Alor, termasuk Proyek Pembangunan Pasar Kadelang dan Proyek Pembangunan Gedung Kantor DPRD Alor.
Meridian Dewanta lebih lanjut menerangkan, Laporan Absalom Djobo dan Sius Djobo harus jadi pintu masuk bagi Kejati NTT untuk secara sungguh-sungguh menemukan adanya perbuatan memperkaya dan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi serta tindakan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam Proyek Pembangunan Pasar Kadelang dan Proyek Pembangunan Gedung Kantor DPRD Alor.
Berdasarkan penuturan Absalom Djobo dan Sius Djobo bahwa Proyek Pembangunan Gedung Kantor DPRD Alor dilakukan dalam dua tahap, yakni Tahap I pada TA 2021 senilai Rp 8,339 Miliar, dengan Kontraktor Pelaksananya adalah PT Megatama Permai. Sedangkan Tahap II pada TA 2022 senilai Rp 15,182 Miliar dengan Kontraktor Pelaksananya adalah PT Putra Citra La Terang.
Setelah menandatangani kontrak melalui Kuasa Direkturnya Pembantu Toko Obat Mitra Rica Rahmawati di Bagian Umum Setda Alor, PT Megatama Permai menjual proyeknya kepada pengusaha Toko Evan dengan kontrak senilai Rp 8.339.497.230,58 atau Rp 8,3 Miliar. Untuk proyek ini, PHO-nya dilakukan pada 4 Pebruari 2022.
Adapun Denda Keterlambatan 35
HK, bukan 30 HK, senilai Rp 265.347.661,63, dengan masa pemeliharaan enam bulan hingga 4 Agustus 2022 untuk serah-terima ke-2 FHO.
Pada April 2022, Tahap ke-2
Proyek Pembangunan Gedung Kantor DPRD Alor dimenangkan PT Putra Citra La Terang dengan Nilai Kontrak
Rp 15.182.382.666,32 atau Rp 15,1 Miliar. Pekerjaan Tahap II ini dikerjakan pengusaha Makassar dengan Kuasa Direktur John Woda. Di Tahap II ini, John Woda selaku Kuasa Direktur menjual proyeknya kepada Kavin, seorang pengusaha Jakarta, yang belum ada FHO Tahap-2.
Selanjutnya Proyek Pembangunan Pasar Kadelang Tahap I pada TA 2022 senilai Rp 9.478.060.334,22 atau Rp 9,4 Miliar, Kontraktor Pelaksananya adalah PT Megatama Permai dengan Kuasa Direktur John Woda. Tetapi, John Woda kemudian menjual lagi proyeknya ke pengusaha Toko Kustari Dewi, Aci Ing.
Tahap II Proyek Pembangunan Pasar Kadelang dikerjakan oleh PT Putra Citra La Terang dengan Nilai Kontraknya Rp 15.292.561.469,12 atau Rp 15,2 Miliar. Selaku Kuasa Direktur adalah John Woda dan kemudian John Woda menjual proyeknya kepada Kustari Dewi.
Berdasarkan informasi yang kami terima, dalam
Proyek Pembangunan Pasar Kadelang dan Proyek Pembangunan Gedung Kantor DPRD Alor terdapat dugaan kuat adanya kongkalikong sejak proses perencanaan hingga proses pelelangan, adanya pengaturan pemenang lelang sehingga proses lelang hanya formalitas belaka, pemenang lelang pun memperjualbelikan proyeknya kepada pihak ketiga, pekerjaan proyek yang tidak sesuai spesifikasi teknis, PPK diduga tidak cek harga pasar untuk review HPS, HPS diduga di mark up mendekati harga penawaran dan pekerjaan belum selesai namun diduga pembayaran sudah dilakukan 100 persen.
Modus memperjualbelikan proyek kepada pihak ketiga
dalam Proyek Pembangunan Pasar Kadelang dan Proyek Pembangunan Gedung Kantor DPRD Alor tentu saja melanggar prinsip dan etika pengadaan sebagaimana diatur dalam Pasal 6-7 Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang mengharuskan semua pihak untuk mematuhi etika, termasuk mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara. Hal itu juga melanggar larangan membuat dan memberikan pernyataan tidak benar atau memberikan keterangan palsu, sesuai Peraturan LKPP No. 9 Tahun 2019, dan bahkan menabrak larangan mengalihkan seluruh atau sebagian pekerjaan kepada pihak lain, sebagaimana diatur dalam Peraturan LKPP No. 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Proyek-proyek pembangunan yang diawali oleh modus memperjualbelikan proyek kepada pihak ketiga, selalu saja hasil pembangunannya sangat merugikan masyarakat, sebab modus tersebut membuat persentase anggaran mengalir ke beberapa pihak, sehingga sangat wajarlah hasil proyeknya memunculkan tindak pidana korupsi.
Enny Anggrek selaku Ketua DPRD Kabupaten Alor bahkan juga telah melaporkan kasus Proyek Pembangunan Pasar Kadelang dan kasus Proyek Pembangunan Gedung Kantor DPRD Alor kepada KPK pada bulan Oktober 2022, dan sebagai akibatnya pada bulan November 2022 Enny Anggrek diberhentikan dalam jabatannya sebagai Ketua DPRD Kabupaten Alor.
Meridian Dewanta berpendapat, Oleh karena begitu kentalnya indikasi-indikasi korupsi dalam kasus Proyek Pembangunan Pasar Kadelang dan kasus Proyek Pembangunan Gedung Kantor DPRD Alor, maka Kejati NTT harus mempertontonkan kesanggupan dan sikap tegasnya demi menuntaskan kasus-kasus tersebut, sehingga kredibilitas Kejati NTT tetap selalu harum terpercaya di mata publik. (*/WN-01)