Siaran Pers Tim Hukum Lukas Enembe yang diterima warta-nusantara.com 3/5/2023.
JAKARTA : WARTA-NUSANTARA.COM- – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) kembali menggelar sidang gugatan praperadilan yang diajukan Gubernur Papua non aktif Lukas Enembe, pada Selasa (2/5/2023). Adapun agenda sidang gugatan praperadilan hari ini adalah pembacaan kesimpulan dari pihak pemohon dan termohon. Dalam pembacaan kesimpulan hari ini, Anggota Tim Hukum & Advokasi Gubernur Papua (THAGP) Petrus Bala Pattyona mengatakan, bahwa dari hasil sidang kemarin, terdapat fakta hukum yang nyata dan tidak terbantahkan bahwa Bapak Lukas Enembe mengidap sakit permanen, yang sifatnya kronis dan tidak dapat disembuhkan.

“Dalam sidang, baik pemohon (kuasa hukum Bapak Lukas Enembe) dan termohon (KPK) sama-sama menghadirkan bukti-bukti dan saksi-saksi (beberapa dokter dan spesialis), yang secara benar dan terbuka di muka persidangan, menerangkan bahwa Bapak Lukas Enembe, adalah seorang yang sedang sakit dan menderita penyakit permanen yang kronis dan berbahaya bag keselamatan nyawa Bapak Lukas Enembe,” kata Petrus yang didampingi Cyprus A. Tatali, Petrus
Jaru, Caesario David Kaligis, Cosmas Refra, Antonius Eko Nugroho, Emanuel Herdiyanto MG, Abd Aziz Saleh, Davy Helkiah Radjawane, dan Anggara Suwahyu.
KPK telah nyata-nyata mengabaikan hak kesehatan Bapak Lukas Enembe dan
memaksakan diteruskannya penyidikan, padahal diketahui kalau Bapak Lukas Enembe dalam keadaan sakit permanen dan tidak dapat disembuhkan, serta terus ditempatkan dalam tahanan, karena itu kata Petrus, pihaknya meminta agar penyidikan harus dihentikan sampai kondisi kesehatan Bapak Lukas Enembe telah pulih kembali dan fit to trial.
“Bapak Lukas Enembe itu berada dalam keadaan komplikasi penyakit serius dan kronis, sehingga tidak sehat untuk mengikuti proses hukum (unfit to trial) dan tidak layak untuk ditempatkan pada Rutan KPK, sebagaimana yang saat ini dilakukan oleh KPK kepada Bapak Lukas Enembe,” tukas Petrus yang juga didampingi Michael Hilman, Dessy Widyawati, Sapar Sujud, Desyana, Alissa Chinny Kaligis, dan Nurul Fajri.
Pihaknya menambahkan, hasil pemeriksaan kesehatan Bapak Lukas Enembe yang
dilakukan tim dokter RSPAD Gatot Subroto, yang kemudian dianalisa dan dikaji tim dokter IDI (Ikatan Dokter Indonesia), sangat patut dipersoalkan bila dibandingkan dengan hasil pemeriksaan RS Royal Healthcare Singapore, yang selama ini memeriksa Bapak Lukas Enembe. “Karena dari fakta yang terungkap, pemeriksaan terhadap kondisi kesehatan Bapak Lukas Enembe, hanya
dilakukan satu hari saja, yaitu pada tanggal 11 Januari 2023, setelah Bapak Lukas Enembe ditangkap dan dibawa ke Jakarta. Kemudian fakta keesokan harinya yaitu tanggal 12 Januari 2023,
Tim Dokter IDI hanya melakukan analisis data hasil pemeriksaan Dokter RSPAD dalam waktu 4 jam (dari jam 10 pagi sampai jam 13.00),” ungkap Petrus.
Bila dibandingkan dengan pemeriksaan yang dilakukan RS Royal Healthcare Singapore, yang sangat lengkap dan disusun secara komprehensif, maka dapat disimpulkan, bahwa Tim Dokter IDI dan Tim Dokter RSPAD, tidak melakukan pemeriksaan yang lengkap dan menyeluruh terhadap diri dan kondisi kesehatan Bapak Lukas Enembe. “Sehingga sangat beralasan jika kemudian dikatakan bahwa KPK, telah mendasarkan tindakan penahanan dan menempatkan Bapak Lukas Enembe, di Rutan adalah tindakan yang tidak sah dan cacat secara prosedural,” ujar Petrus.
Penyakit Gagal Ginjal Kronis Stadium 5, harus ditempatkan dengan fasilitas medis dan perawatan khusus, bukan di tahanan. Hal mana secara fakta telah terbukti kondisi ginjal Bapak Lukas Enembe, ketika pertama masuk adalah Stadium 4 dengan fungsi ginjal masih 15% sampai dengan 30% dan pada Bulan April, fungsi ginjal tinggal 10% atau masuk Stadium 5.
“Di muka sidang juga terungkap, dalam keterangan ahli pemohon yang membaca hasil rekam medik Bapak Lukas Enembe, dari RS Royal Healthcare Singapore, bahwa Bapak Lukas Enembe, mengidap penyakit Hepatitis B. Perihal sakit penyakit ini, sebelumnya tidak pernah diterangkan, disebutkan dan disampaikan kepada Bapak Lukas Enembe, dan atau kuasanya juga kepada masyarakat oleh KPK, Tim Dokter RSPAD dan Tim Dokter IDI,” tegas Petrus Fakta bahwa penyakit berbahaya (Hepatitis B) yang diderita Bapak Lukas Enembe, yang disembunyikan KPK, dan tim dokternya tersebut, sangat berbahaya bagi keselamatan nyawa Baak
Lukas Enembe, dan juga kepada orang-orang yang berada di sekitar Bapak Lukas Enembe yang ada di dalam Rutan KPK.
“Maka patut dan perlu dipertimbangkan secara cermat, mengenai bentuk
penahanan yang tepat bagi Bapak Lukas Enembe, apalagi dengan sifat menularnya Hepatitis B melalui cairan, maka ada factor kepentingan umum, baik dari sesama tahanan, pengunjung rutan, petugas tahanan yang memiliki risiko tertular,” kata Petrus.
Penempatan Bapak Lukas Enembe di Rutan Diragukan Keabsahannya, Karena
Bapak Lukas Enembe, Hanya Dijadikan Obyek Penelitian Dan Bukan Pasien
Dalam fakta persidangan, juga terungkap bahwa antara KPK dan IDI, memiliki Perjanjian Kerjasama, sehingga hubungannya adalah Pemberi Tugas (Pekerjaan) dan Penerima Tugas (Pekerjaan). Artinya hubungan hukum antara KPK dengan Saksi/Ahli adalah hubungan hukum antara Pemberi Kerja dengan Penerima Kerja, yang artinya Penerima Kerja hanya dan harus melakukan apa yang diperintahkan oleh Pemberi Kerja. “Bahwa metodologi yang dilakukan Tm IDI adalah analisa data primair (hasil resume medis) dan sekunder (hasil wawancara) adalah
metodologi penelitian bukan sama sekali observasi medis,” ujar Petrus.
Kualitas hasil pemeriksaannya adalah semacam jurnal atau hasil penelitian yang tidak memiliki kualitas sebagai bukti sahih secara medis, maka pertimbangan KPK untuk melanjutkan penyidikan dan menempatkan Bapak Lukas Enembe di Rutan menjadi tidak sah.
“Kualitas Laporan Tim Dokter IDI harus diragukan khususnya dari sisi kenetralan, karena merupakan bagian dari Perjanjian Kerjasama dengan KPK, sehingga tidak dapat diharapkan mandiri dan non parsial,” ungkap Petrus. Apalagi dalam tindakannya tidak tercipta hubungan pasien dan dokter, namun Bapak Lukas Enembe, ditempatkan sebagai obyek penelitian, maka Laporan ini hanya sebagai justifikasi tindakan KPK untuk melanjutkan proses pada Bapak Lukas Enembe semata dan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan Bapak Lukas Enembe. Pihak kuasa hukum Bapak Lukas Enembe sendiri kata Petrus, telah meminta agar Bapak Lukas Enembe tidak dikenakan penahanan Rutan, dengan dasar kemanusiaan, yakni fokus pada penyembuhan kesehatan, dan telah meminta agar dapat dikenakan jenis penahanan lain yakni Tahanan Kota/Rumah, namun tidak ditanggapi oleh KPK.
Dalam Yurisprudensi Putusan Ketua Pengadilan Jakarta Selatan, almarhum Hakim Lalu Mariyun, ketika membuat Penetapan, yaitu menunda pemeriksaan Presiden Soeharto, sampai Presiden Soeharto sembuh. “Maka dalam perkara aquo, demi menghindari perbedaan pada Putusan Pengadilan, maka Bapak Lukas Enembe, perlu untuk dihentikan dahulu penyidikannya atau dialihkan jenis penahanannya agar dapat fokus pada kesembuhan,” ujar Petrus. Bapak Lukas Enembe Mengalami Pengecilan Otak Dalam persidangan, terungkap fakta dari kesaksian Dokter Anton Tonny Mote, yang merupakan dokter pribadi Bapak Lukas Enembe, yang menyatakan, Bapak Lukas Enembe menderita sakit dan diterapi sejak tahun 2015 dan kondisi terakhir Bapak Lukas Enembe, menderita Gagal Ginjal Stage 5 (stadium lima), Stroke 4x (empat kali), Brain Athropy, penurunan
fungsi fisik dan fungsi komunikasi, dan hipertensi, serta pembengkakan pada bagian tubuh.
“Dari keterangan saksi dapat diketahui bahwa Bapak Lukas Enembe, terdapat gangguan syaraf, yaitu stroke, yang tidak akan kembali seperti semula. Selain itu, mengalami gangguan pada ginjal, yang sudah mendekati stage terminal dan harus dilakukan cuci darah dan saat dilakukan pemeriksaan CT Scan terakhir, ada atrophy di otak Bapak Lukas Enembe, yang akan mengganggu kognitif daya
berpikir akibat stroke, kemudian terjadi pengecilan yang menyebabkan inkoordinasi sehingga Bapak Lukas Enembe, tidak bisa berjalan atau menunjuk dengan lurus,” ujar Petrus.
Saksi juga menerangkan bahwa rumah sakit, yang paling bisa membantu pengobatan jantung serta penyakit-penyakit Bapak Lukas Enembe, berada di Singapura. Dan sudah ada surat dari RS Singapura ke KPK, bahwa Bapak Lukas Enembe, harus segera dievakuasi ke RS Singapura. “Saksi menerangkan akibat yang terjadi jika tidak dievakuasi maka Bapak Lukas Enembe, harus cuci darah secara permanen, jika Bapak Lukas Enembe tidak cuci darah secara
permanen, maka dapat meninggal,” tukas Petrus. Hepatitis B Yang Diderita Bapak Lukas Enembe Itu Belum Ada Obatnya Dan Sangat Menular Sedangkan dari keterangan Saksi Ahli Prof. Dr. dr. Gatot Susilo Lawrence, Sp.PA(K), Sp.F,DFM, dari Resume Medis yang diterbitkan RS Royal Healthcare Singapore, Bapak Lukas
Enembe menderita komplikasi Liver, Ginjal, Diabetes, Kolestrol, dan yang paling kronis adalah Ginjal Bapak Lukas Enembe. “Saksi menerangkan Bapak Lukas Enembe mengidap Sirosis Hepatititis/ Hati, dimana Hepatitis B targetnya adalah Liver, dimana Liver akan mengecil atau mengeras kemudian air seninya akan berwarna seperti the, dan Hepatitis B, sampai saat ini belum ada obatnya. Virus Hepatitis B sangat menular salah satunya berciuman atau melalui cairan
sehingga apabila berciuman dengan istri, maka istri harus divaksin Hepatitis B. Ahli berpendapat jika orang dengan Hepatitis B tinggal dalam satu ruangan bersama orang kemungkinan besar akan tertular,” tukas Petrus.
Dijelaskannya, dari kesaksian dr Gatot diketahui bahwa tanda-tanda gagal ginjal yakni kaki dan tangan bengkak dan kelopak bawah mata gelap/hitam. “Saksi ahli berpendapatBapak Lukas Enembe sudah permah mengalami Stroke dan komplikasi penyakit yang dialami Bapak Lukas Enembe akan menyebabkan pikirannya tidak jelas atau kerusakan otak yang disebabkan kegagalan
fungsi hati, dan ahli berpendapat para pihak dalam persidangan bisa sepakat untuk menyembuhkan Bapak Lukas Enembe karena dengan tujuh penyakit kronis yang diidap Bapak Lukas Enembe, otaknya tidak berfungsi. Dan Saksi ahli berpendapat ada Surat dari rumah sakit yang menyatakan pasien harus segera dievakuasi medis,” tukas Petrus. Saksi Ahli Tim Dokter RSPAD Yang Diajukan KPK : Sisa Fungsi Ginjal Bapak Lukas Enembe, Dinilai 10 % Atau Masuk Gagal Ginjal Stadium 5 Sedangkan keterangan Ahli Tim Dokter RSPAD Gatot Soebroto (dr. Pujo, dr. Eddy dan dr. Tanov Siregar), diperoleh fakta hukum bahwa ketika Bapak Lukas Enembe diperiksa di RSPAD, Bapak Lukas Enembe mengalami STROKE NON HEMORAGIK Lama dengan Sequelle, CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE) / Gagal Ginjal, Diabetes Mellitus Type 2/ Diabetes, HHD-CAD (Hypertensive Heart Disease-Coronary Artery Disease) / Penyakit Gagal Jantung. “Tim dokter RSPAD itu juga memberikan kesaksian bahwa Bapak Lukas Enembe mengalami Gagal Ginjal Stadium 4 dan pemeriksaan pada Tanggal 2 Maret 2023 sisa fungsi ginjal tinggal 8,3 dan pada Bulan April terakhir berada di nilai 10 (Stadium 5).
Bahwa Tim Dokter Pemeriksa menyatakan bahwa Bapak Lukas Enembe menderita Hepatitis B dimana sejak Tahun 2015 sudah menunjukkan Hepatitis B Antigen, HBV DNA tidak terdeteksi artinya memang ada marker terpapar permukaan Hepatitis B. Bahwa para Ahli tidak memperoleh atau menilai Resume
Medis dari RS Royal Healthcare Singapore namun membaca Resume Medis Bapak Lukas Enembe di RSPAD Gatot Soebroto,” tukas Petrus. Di persidangan juga terungkap, Gagal Ginjal Stadium 5 tidak bisa sembuh sehingga perlu
pendekatan farmakologi dan non farmakologi, dimana salah satu pendekatan non farmakologi adalah family support. Tim Ahli IDI Memiliki Perjanjian Kerjasama dengan KPK, Untuk Memberikan Second Opinion, Dengan Tujuan Melakukan Analisa Apakah Seseorang Dapat Mengikuti Proses Hukum Dalam persidangan, juga terungkap fakta bahwa Tim Dokter IDI, itu memiliki ikatan/Perjanjian Kerjasama dengan KPK, untuk memberikan second opinion dengan tujuan
melakukan analisa apakah seseorang dapat mengikuti proses hukum. “Bahwa Tim Dokter IDI melakukan metodologi wawancara dan analisa terhadap data RSPAD pada Tanggal 12 Januari
- Bahwa hubungan Bapak Lukas Enembe adalah Terperiksa dan bukan Pasien sehingga tidak tercipta hubungan dokter – pasien. Bahwa Tim Ahli hanya melakukan analisis data hasil pemeriksaan dokter RSPAD Gatot Subroto dan mewawancarai Bapak Lukas Enembe, dengan metodologi umum dalam prinsip penenelitian, kemudian menyimpulkan bahwa Bapak Lukas Enembe, Fit To Interview, dan menyatakan dapat diobati dengan Rawat Jalan. Bahwa metodologi yang digunakan adalah untuk menunjukkan apakah Terperiksa dapat mengikuti proses hukum yang berlangsung dan bukan pada bentuk atau tindakan medis bagi sakitnya Bapak Lukas
Enembe,” tukas Petrus.
Dokter KPK Yang Ditempatkan di Rutan KPK adalah Hanya Dokter Umum
Sedangkan dari kesaksian Dokter Rutan KPK (dr. Johannes Hutabarat) di muka
persidangan, kata Petrus, terungkap fakta persidangan bahwa dokter KPK yang ditempatkan di Rutan KPK adalah hanya dokter umum. “Bahwa di dalam Rutan ada dua dokter umum yang bertugas di klinik Rutan. Bahwa dokter KPK mengatakan bahwa di Rutan tidak ada perawatan khusus kepada Bapak Lukas Enembe, meskipun dokter tersebut tahu bahwa Pemohon Lukas
Enembe menderita sakit kronis. Bahwa dokter tersebut mengaku bahwa dirinya mengetahui perihal sakit dan penyakit yang diderita oleh Pemohon dari resume pengobatan yang diberikan oleh dokter RSPAD. Bahwa dokter tersebut mengatakan juga bahwa yang memberikan obat kepada Bapak Lukas Enembe adalah petugas jaga KPK dan bukan dokter,” kata Petrus.- Fakta fakta dalam keterangan dokter ini, ujar Petrus, membuktikan bahwa tidak benar jika KPK mengatakan bahwa KPK sangat memperhatikan kondisi kesehatan Pemohon di Rutan KPK, sebagaimana selama ini dijelaskan oleh Termohon kepada publik melalui pemberitaan media.
“Dari rangkaian dalil, bukti, saksi, dan keterangan ahli yang terungkap di muka sidang praperadilan, dapat disimpulkan bahwa cara KPK menahan dan menempatkan Bapak Lukas Enembe, dalam Rutan, didasarkan pada informasi dan keterangan yang cacat dan dapat diragukan kebenarannya. Oleh karena itu,
tindakan KPK menahan dan menempatkan Bapak Lukas Enembe, dalam Rutan KPK, sedang diketahuinya bahwa Bapak Lukas Enembe adalah orang sakit dan menderita penyakit permanen yang kronis adalah tindakan yang tidak sah, sehingga harus dinyatakan batal,” kata Petrus. Tindakan Penetapan Bapak Lukas Enembe Unprosedural dan Harus Dinyatakan Tidak Sah
dan Dibatalkan Dijelaskan Petrus, bahwa KPK melakukan penyelidikan dalam dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan anggaran, namun kemudian pada tahap penyidikan, KPK menerbitkan perintah penyidikan, dengan menerapkan pasal dugaan tindak pidana suap/gratifikasi.
“Bahwa terungkap sebagai fakta persidangan oleh bukti Pemohon dan Termohon, bahwa benar KPK menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan No. 79/lid.01.00/01/07/2022 tertanggal 27 Juli 2023 dengan fokus pada Penyelidikan atas dugaan Penyalahgunaan Anggaran Pada Proye
Pemerintah Provinsi Papua periode tahun 2013-2018. Bahwa dengan Surat Perintah Penyelidikan tersebut, KPK, kemudian melakukan serangkaian tindakan antara lain pengambilan keterangan saksi, pengumpulan keterangan di lapangan dan serangkaian alat bukti lainnya serta perumusan/penemuan bukti permulaan di tingkat Penyelidikan untuk mencari dan menemukan
peristiwa pidana dengan delik penyalahgunaan wewenang vide pasal 2 & 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bahwa terungkap sebagai fakta berupa bukti dan jawaban tertulis dari KPK, bahwa KPK kemudian menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor 81/Dik.00.01/09/2022 Tanggal 5 September 2022 dengan mencantumkan delik pidana suap/gratifikasi sebagaimana pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 11 dan pasal 12 B UU Nomor 31 tahun 1999 Jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001,” ujar Petrus. Bahwa hal tentang Penyelidikan dan Penyidikan, juga telah terang dan nyata diatur dalam
ketentuan pasal 44 ayat (3), yang berbunyi : “Dalam hal Penyelidik melakukan tugasnya tidak menemukan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelidik melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan Komisi Pemberantasan Korupsi menghentikan Penyelidikan.”.
“Oleh karenanya, cara KPK dalam tindakan penetapan Tersangka terhadap diri
PEMOHON ADALAH TIDAK SAH, sebab tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya dijalankan oleh KPK. Seharusnya, jikapun benar KPK menemukan dugaan terjadinya tindak pidana lain, yang tidak diperintahkan kepadanya dalam Surat Perintah Penyelidikan yang diterimanya, maka KPK haruslah menghentikan Penyelidikan dan membuat Surat Perintah baru
kepada Penyidiknya guna melakukan pemeriksaan terhadap dugaan terjadinya tindak pidana yang ditemukan oleh Penyidik sebelumnya,” ujar Petrus.
Penahanan Terhadap Bapak Lukas Enembe Yang Menderita Sakit dan Penyakit Permanen Adalah Pelanggaran Hak Asasi Manusia “Bahwa setiap kali penyidik KPK melakukan pemeriksaan baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka, Bapak Lukas Ebembe menjawab bahwa dirinya sakit. Sebagai tersangka,
pemeriksaan KPK belum sampai kepada substansi sangkaaan suap dan gratifikasi.- Oleh karena itu, dengan kondisi Bapak Lukas Enembe yang karena sakitnya mengakibatkan pengecilan otak dan penurunan daya pikir, maka Saksi Ahli, Prof. Dr. Hafid Abbas dimuka persidangannya memberikan pendapat bahwa seharusnya pemeriksaan dilakukan terhadap PEMOHON saat kondisi PEMOHON sudah sehat,” ujar Petrus. Ditambahkannya, saksi ahli, Hafid Abbas berpendapat keadaan yang dialami oleh PEMOHON jauh dari penerapan Undang-Undang KPK itu sendiri. “Bahwa Ahli berpendapat terkait PEMOHON yang sedang sakit maka sebelum PEMOHON diperiksa harus dipastikan
PEMOHON sembuh dulu, hal ini sesuai dengan 128 prinsip utama PBB yang melekat pada diri PEMOHON. Bahwa Ahli berpendapat apabila seseorang dalam kondisi kritis kemudian dipaksakan untuk mengikuti suatu prosedur maka secara hukum hal tersebut melanggar HAM dan negara dapat diadili di Judicial Review dengan pertimbangan mengapa negara membiarkan hal
tersebut bisa terjadi. Bahwa Ahli berpendapat jika manusia dipaksakan untuk melakukan suatu proses dimana jasmani tidak mampu maka negara akan dipertanyakan terkait tangggung jawabnya. Bahwa Ahli berpendapat sebagaimana prinsip PBB, semua napi harus dilakukan secara manusiawi serta harus dijunjung tinggi dan tidak boleh diperlakukan seenaknya,” ujar Petrus.
Dijelaskannya, bahwa oleh karenanya telah terkualifisir sebagai tindakan yang melanggar HAM Bapak Lukas Enembe, sejak dari tahap penangkapan, penahanan, penyelidikan, penyidikan, penempatan di Rutan dan harus dinyatakan batal demi hukum.- (*/ Tim Kuasa Hukum Lukas Enembe/WN-01))
Demikian siaran pers ini dibuat, atas perhatiannya, kami ucapkan banyak terima kasih. Jakarta, 2 Mei 2023
TIM HUKUM & ADVOKASI
GUBERNUR PAPUA
Antonius Eko Nugroho, S.H.
Sekretaris Tim
Personal Contact HP :
Petrus Bala Pattyona (0816829422),
Antonius Eko Nugroho (081289066691)