Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
2 Raj. 4:8-11.14-16a; Rm.6:3-4.8-11; Mat. 10:37-42
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, sebagai makhluk social, kita senantiasa berinteraksi dengan siapa pun, entah orang yang kita kenal atau bahkan yang kita tidak kenal sama sekali. Dalam berinteraksi dengan orang lain itu tak jarang ada banyak perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan, entah secara tulus ikhlas maupun mungkin karena dilatari oleh pamrih tertentu. Interaksi social antara manusia itu, oleh Gabriel Marcel, Filsuf dari Prancis itu menyimpulkan sebagai akibat dari manusia selalu ada bersama-sama dengan orang lain.
Karena itu maka seseorang dituntut untuk hadir adalah sesuatu yang mutlak dalam kebersamaan dengan orang lain. Sebaliknya, bila seseorang menjauhi orang lain maka seseorang secara tidak sadar sedang merongrong akunya sendiri sebagai subyek. Maka dari itu, seseorang harus terlibat dalam situasi konkrit orang lain. Aku dan engkau harus terlibat dalam sebuah pertemuan – sebuah perjumpaan -. Demikian Gabriel Marcel.
Dalam bacaan I tadi, kita mendengar pengalaman indah pertemuan dari nabi Elisa dan dengan perempuan kaya dari Sunem. Elisa adalah seorang nabi. Elisa, dalam bahasa Ibrani berarti Allahku adalah Keselamatan. Elisa putra Safat dipanggil dan diurapi menjadi murid dan nabi oleh Elia, ketika sedang membajak dengan 12 pasang lembu di ladang ayahnya di Abel-Mehola, sedang ia sendiri mengemudikan yang ke-12. Ketika Elia lewat di dekatnya, ia melemparkan jubahnya ke bahu Elisa. Elisa minta izin berpamitan kepada ayah dan ibunya, lalu menyembelih sepasang lembu bajakannya dan memasak dagingnya dengan bajak lembu itu sebagai kayu api; ia memberikan daging itu kepada orang-orangnya, kemudian makanlah mereka. Sesudah itu bersiaplah ia, lalu mengikuti Elia dan menjadi pelayannya.
Diceritakan, dalam perjalanan kenabiannya ia berjumpa dengan seorang perempuan kaya di daerah Sunem. Setiap kali pulang pergi melewati daerah itu, Elisa selalu singgah di rumah perempuan itu untuk makan. Perjumpaan indah antara Elisa dan perempuan kaya itu meninggalkan bekas penuh kenangan. Perempuan itu coba masuk ke dalam dirinya sendiri. Ia merefleksikan sebuah perjumpaan yang terus-menerus itu. Inikah sebuah kebetulan? Bila hanya sebuah kebetulan, kebetulan itu adalah rahmat Allah. Maka pertemuan yang berrahmat itu direfleksikan secara sungguh oleh perempuan Sunem itu dan akhirnya ia berjumpa dengan bisikan nuraninya yang paling dalam:” Sesungguhnya aku sudah tahu bahwa orang yang selalu datang kepada kita itu adalah abdi Allah yang kudus. Karena itu kepada suaminya ia berkata:” Baiklah kita membuat sebuah kamar atas yang kecil yang berdinding batu, dan baiklah kita menaruh di sana baginya sebuah tempat tidur, sebuah meja, sebuah kursi dan sebuah kandil; maka apabila ia datang kepada kita, biarlah ia masuk ke sana.”
Suatu ketika, datanglah Elisa dan hambanya. Mereka Iangsung dihantar ke kamar yang sudah disiapkan. Hari ini menjadi hari yang istimewa bagi Elisa. Ia benar-benar merasa dipermuliakan di rumah ini. Pengalaman ini membekas di hati kecilnya. Hingga akhirnya dia bertanya kepada hambanya:” Apakah yang dapat kuperbuat baginya?” Jawab Gehazi, “Ah, ia tidak mempunyai anak, dan suaminya sudah tua.” Lalu berkatalah Elisa, “Panggillah dia!” Sesudah dipanggil, berdirilah perempuan itu di pintu. Maka berkatalah Elisa kepadanya, “Tahun depan, pada waktu seperti ini juga, engkau akan menggendong seorang anak laki-laki.”
Wanita kaya itu telah memberikan contoh yang baik dan benar. Memuliakan tetamunya dengan tulus ikhlas. Ia menunjukkan hospitalitasnya yang luar biasa. Berkat sambutan penuh keramahtamaan terhadap tetamu itulah kemudian berbuah berkat bagi keluarga ini. Tahun depan, pada waktu seperti ini juga, wanita itu akan menggendong seorang anak laki-laki. Perempuan itu akhirnya menuai apa yang ia tabur. Ia menuai berkat tatkala ia menabur kebaikan.
Injil hari ini Yesus secara eksplisit menyebut tiga jenis manusia pengembara. Yang pertama, menyambut seorang sebagai nabi,yang kedua, menyambut seorang benardan yang ketiga, menyambut seorang anak kecil. Barangsiapa menyambut seorang nabi (juru bicara) maka dia akan menerima upah nabi, barangsiapa menerima orang benar (orang yang taat akan firman Allah) akan menerima upah orang benar. Yesus berbicara tentang hal menyambut seorang nabi dan seorang benar, yaitu mereka yang paling sering ditolak dan dianiaya karena mereka dengan teguh mempertahankan kesalehan dan kebenaran. Oleh karena itu orang yang menyambut para nabi dan orang benar serta menerima berita mereka akan mendapat pahala yang khusus dari Tuhan.
Dan yang terakhir, Yesus berbicara, barang siapa memberikan air sejuk walau hanya secangkir kepada salah seorang yang kecil ini, dia tidak kehilangan upahnya. Karena menyambut anak kecil yang anonym itu artinya menyambut Tuhan sendiri di dalam hidup dan kehidupan kita.
Injil hari ini sebenarnya mau menegaskan kepada kita bahwa menerima dan memperlakukan orang lain bukan dilihat dari status social, kedudukan atau jabatannya, entahkah dia seorang rohaniawan/biarawan, entahkah dia seorang walikota/bupati atau entahkah dia seorang hartawan, tetapi menerima dan memperlakukan orang itu sebagai sesama kita, yang memiliki martabat dan hati yang sama. Jadi kita harus belajar untuk memandang orang di kedalamannya, dalam kasih. Siapapun yang kita hormati, kita sambut dan perlakukan, suatu ketika status sosialnya dapat saja lenyap, tetapi martabat kemanusiaan dan hatinya akan tetap tinggal untuk selamanya.
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, dalam keseharian hidup kita, kita tentu pernah didatangi atau mendatangi orang lain sebagai tamu. Kita begitu betah bila diperlakukan sebegitu baiknya oleh tuan rumah. Sebaliknya, kita akan cepat menjadi bosan dan tidak kerasan bila kita melihat tuan rumah mulai berkerut mukanya. Dalam kehidupan social kita, kita juga tentu sempat menerima tetamu entah sekedar mampir untuk minum seteguk air, atau bahkan menginap. Kadang perlakuan kita pun berbeda kepada setiap tetamu yang dating ke rumah kita. Suatu waktu mungkin kita ketus sambil melayani tetamu yang adalah orang-orang yang datang dari kampung. Tetapi sebaliknya, kita kadang memperlakukan tamu begitu istimewa apabila orang itu memiliki kedudukan social yang cukup tinggi dari orang kebanyakan. Bila pelayanan kita berstandar ganda seperti ini, hari ini Yesus mengingatkan kita dengan menampilkan seseorang asing sebagai seorang anak keil. Katanya:” barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya.”