Oleh : Pater Steph Tupeng Within, SVD, Jurnalis dan Penulis Buku
WARTA-NUSANTARA.COM–Saudara, Saudari, Sahabat dan Kenalan terkasih.
Tuhan tersentuh hati-Nya ketika seorang lumpuh dibawa oleh orang-orang di atas tempat tidur kepada-Nya. Ada niat yang sungguh dari si lumpuh untuk bertemu dan usaha besar dari orang-orang dekat.
Tuhan menghadirkan mukjizat penyembuhan sesuai keinginan orang lumpuh dan harapan dari pengusungnya. Tuhan menyapa orang lumpuh, “Hai anak-Ku” (Mat 9:2) merupakan sapaan pribadi dan menjadi tanda bahwa Ia menawarkan keselamatan.
“Dosamu sudah diampuni” (Mat 9: 2) menjadi momen Tuhan mematahkan kekuatan belenggu dosa. Penginjil menampilkan kuasa Ilahi ini pertama kali. Kuasa Ilahi itu melawan cara pandang bangsa Yahudi kala itu bahwa sakit merupakan tanda seseorang dikutuk karena dosa yang dilakukan nenek moyang, dirinya sendiri bahkan orangtuanya (Yoh 9: 2).
Orang banyak yang menyaksikan mukjizat itu memuliakan Allah karena memberi kuasa besar kepada Anak Manusia untuk mengampuni dosa yang justru dipahami secara picik oleh ahli taurat senagai penghojatan kepada Allah. Mereka sesungguhnya buta bahwa Yesus adalah Allah yang kini hadir di depan mata.
Menurut Penginjil Matius, pengampunan dosa selalu bertendens mengokohkan kembali relasi persaudaraan yang telah rusak. Kuasa pengampunan ini mesti menjadi sebuah identitas spiritual semua pengikut Tuhan. Pemgampunan itu dikokohkan dengan penumpahan darah Kristus di kayu salib. “Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa” (Mat 26:28).
Pengampunan dosa selalu menuntut belas kasih kepada sesama. Ia bersabda,”Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar melainkan orang berdosa” ( Mat 9:13).
Sabda inilah yang menjadi daya tarik paripurna sekaligus ajakan tanpa batas waktu kepada kita semua: orang tersingkir (dalam konteks luas), kaum miskin, pendosa, pelacur, pemungut cukai dan kelompok atau pribadi terbuang, tergerak hatinya untuk tidak pernah malu apalagi lelah datang kepada-Nya.
Kita yang sehat dan normal bisa membawa diri kita. Tapi tugas paling berat tapi urgen adalah membawa, bila perlu memikul sesama kita yang sakit dan bersama mereka: Kita menyentuh hati Tuhan yang selalu peka untuk menyembuhkan kita. Inilah jalan menjadi berkat bagi sesama.
Salam sehat. Tuhan berkati kita dan keluarga.