Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Yes.55:10-11; Rm. 8:18-23; Mat.13:1-9/13:1-23
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih dalam Kristus, injil Matius merupakan satu dari ke-4 Injil yang mengajarkan tentang Kerajaan Sorga atau Kerajaan Allah. Matius memperkenalkan Yesus sebagai penggenapan nubuat para Nabi tentang Mesias. Di dalam Yesus itulah kemuliaan Kerajaan Allah itu akan kelihatan. Dengan mendengarkan Firman-Nya dan mengikut Dia, maka manusia layak menjadi bahagian dari Kerajaan-Nya.
Dalam ajaran-Nya, Yesus selalu ingin agar setiap orang mau dan bisa menjadi bagian dari keluarga Kerajaan itu, sehingga Dia senantiasa memberi gambaran tentang Kerajaan itu dan syarat untuk masuk ke dalamnya. Dalam perikope ini, Yesus memberikan tips khusus agar kita bisa menjadi bagian dari Kerajaan-Nya. Dengan mengikuti firman yang diajarkan oleh Yesus maka terpenuhilah kata-kata nabi Yesaya dalam bacaan I:” Seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah Firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.”
Hujan dan salju adalah siklus perjalanan air. Hujan datang ke atas bumi, diserap ke dalam bumi, dan membantu pertumbuhan tanaman, yang kemudian dimakan manusia, dan memberi kehidupan. Hujan dan salju datang dari langit dan tidak kembali ke atas tanpa menuntaskan tujuannya. Allah membandingkan Firman-Nya dengan hujan dan salju karena, seperti hujan, Firman Allah selalu memenuhi tujuan baik-Nya.
Ketika Allah menyampaikan bahwa Firman-Nya tidak akan kembali pada Diri-Nya dengan sia-sia, kita dapat memastikan bahwa Ia memiliki tujuan bagi Firman-Nya. Firman Allah berasal dari atas. Setiap firman yang Ia berikan pada manusia bertujuan khusus yakni demi kemuliaan dan keselamatan manusia; sama seperti hujan dan salju, firman Allah menghasilkan kehidupan dan menghasilkan buah yang baik dalam kehidupan kita.
Namun saudara-saudaraku, gambaran Yesus tentang penabur, benih dan tanah adalah sebuah kenyataan bahwa tidak semua benih yang ditaburkan itu menghasilkan buah, sebagaimana kata-kata Yesus dalam perumpamaan tadi:” Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.”
Melalui perumpamaan itu, Yesus menjelaskan bahwa benih yang ditaburkan adalah FIRMAN ALLAH atau “firman tentang Kerajaan Allah.” Namun, Firman ini tidak memberikan hasil yang sama di semua tempat, karena tergantung pada tanah di mana Firman itu ditaburkan.
Pertanyaannya, apakah sebenarnya makna tanah dalam perumpamaan Yesus ini? Tanah itu tidak lain adalah disposisi hati seseorang atau sekelompok orang di tempat yang sama atau di tempat yang berbeda saat menanggapi Firman Tuhan. Bila firman itu masuk dalam hati manusia, namun diterima begitu saja, tidak diinternalisasi, atau hanya sekedar ikut rame, asal bapa senang, maka bila ada godaan yang besar dari luar, firman itu lenyap, tidak berdaya guna terhadap orang itu.
Sementara itu, benih yang jatuh ke tanah berbatu, benih itu bertumbuh, namun begitu matahari menerpanya, layulah dia dan matilah karena tidak berakar. Demikian juga firman Tuhan, apabila didengar dan diterima asal-asalan saja oleh manusia, maka begitu badai derita menerpahnya, matilah ia, karena ia tidak kuat berakar.
Sebagian benih lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati adalah gambaran hati seseorang yang penuh persoalan di dalam dirinya: ada kebimbangan, ada sikap acuh tak acuh. Berbagai persoalan di dalam dirinya inilah yang pada akhirnya menghimpit mati sang sabda.
Tetapi sebaliknya saudara-saudaraku, sebagian benih jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat, adalah gambaran bagi siapa saja, yang penuh sukacita mendengar dan mengamalkan sabda. Firman Tuhan itu tidak hanya sebatas didengarkan saja, tetapi menuntut konsekwensi yang lebih jauh, yakni melaksanakannya. Dengan itu, sabda Tuhan bukanlah kata-kata mati, melainkan kata-kata yang mengandung daya hidup. Oleh karena itu, harus dihidupkan dalam perbuatan-perbuatan kita. Tujuan menghidupkan firman Allah dalam perbuatan adalah untuk kebahagiaan dan keselamatan manusia. Maka ketika tujuan itu tercapai, terpenuhilah kata-kata Tuhan dalam nubuat nabi Yesaya dalam bacaan I tadi:” Firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya”
Itulah yang ditegaskan oleh nabi Yesaya pada hari ini, bahwa apa pun yang telah direncanakan oleh Tuhan, apa pun yang telah difirmankan-Nya, selalu dilaksanakan-Nya, selalu berhasil, dan tidak akan sia-sia. Hal ini digambarkan dengan hujan dan salju yang turun ke bumi. Keduanya turun untuk memenuhi kehendak dan tujuan pengirimnya, yaitu Allah, dan tidak akan kembali kepada Allah dengan sia-sia, selalu berhasil baik. Ini menunjukkan kekuatan firman Allah dalam menggenapi janji-janji-Nya, yaitu kehidupan yang lebih baik bagi umat-Nya. Firman Tuhan itu tidak akan pernah sia-sia, selalu berproses dan berbuah baik untuk kebaikan dan keselamatan umat manusia yang percaya kepada-Nya.
Firman Tuhan bertransformasi dengan mulai mendengarkan Sabda-Nya, kemudian menerima-Nya di dalam hati, menginternalisasi-Nya di dalam hati kita masing-masing, lalu menjadikan-Nya sebagai pelita bagi kaki dan terang bagi langkah kita. Bermandikan terang Sang Sabda itu, kita mempraktekannya, membumikannya dalam kehidupan historis kita, kapan dan di mana saja kita berada. Dari Sang Sabda itu, orang pun dibaharui hidupnya dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah, sebagaimana kata-kata Paulus ini. Jadi tujuan Firman Tuhan dari mulut Allah adalah untuk kemerdekaan kemuliaan kita semua, – Anda dan saya –.
Untuk itulah saudara-saudaraku, marilah kita terus mengamalkan Sabda Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari dengan keyakinan bahwa:” Firman-Ku yang keluar dari mulut Tuhan tidak akan kembali kepada-Nya dengan sia-sia.” ***