LEMBATA : WARTA-NUSANTARA.COM–Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surya NTT Perwakilan Lembata dibawah pimpinan Yohanes Vianey K. Burin, SH., menggelar Penyuluhan Hukum Nasional secara serentak dengan pada sebanyak 200 Desa dan kelurahan di seluruh Indonesia termasuk warga Desa Bour, Kecamatan Nubatukan yang telah ditetapkan sebagai Desa Sadar Hukum di Kabupaten Lembata, Provinsi NTT. Penyuluhan Hukum di hari yang sama juga dilakukan di Desa Lamawara, Kecamatan Ile Ape Rabu, 2/8/2023.
Penyuluhan Hukum tersebut dibuka secara resmi oleh Kepala Desa Bour, Konradus Sura didampingi Ketua LBH Surya NTT Perwakilan Lembata, Yohanes Vian K. Burin, SH., sekaligus sebagai Pembawa Materi Penyuluhan Hukum dan Tarsisius Hingan Bahir, S.Sos sebagai Moderator. Hadir pula Sekretaris LBH Surya NTT Perwakilan Lembata, Karolus Kia Burin, SH., dan sejumlah Paralegal yakni Eman Within, SH., Kathab , SH, Tomy Mudaj dan Mahasiswa Magang dari Fakultas Hukum Uiversitas 17 Agustus Surabaya, Rabhil Subhan
Kepala Desa Bour, Konradus Sura ketika membuka acara penyuluhan hukum mengatakan apresiasi dan terima kasih karena LBH Surya NTT Perwakilan Lembata meluangkan waktu memberikan penyuluhan hukum bagi warga Desa Bour. Penyuluhan hukum ini amat penting. Masyarakat harus diberi pencerahan dan edukasi hukum agar bisa mengikuti perkembangan hukum secara nasional.
“Penyuluhan hukum bagi warga sangat penting. Karena masyarakat sebagai pelaku hukum (Subyek Hukum,Red) harus tahu setiap aturan agar dapat menegakan hukum. Masyarakat juga harus tahu jika melanggar hukum apa akibatnya. Jika mastaeakat sudah tahu hukum dan sebagai pelaku harus meluruskan jalanpelaku meluruskan jalan kebenaran dan keadilan”, ungkap Konradus Sura.
Menurut Sura, banyak kejadian dan kita harus tahu aturan untuk menguatkan iman kita.Karena segala sesuatu bisa berantakan kalau kita tidak tahu aturan, LBH ini harus kita dukung karena perannya mengedukasi kita. Karena itu, acara ini diikuti dengan baik dan kesungguhan hati.
Ketua LBH Surya NTT Perwakilan Lembata, Vian K. Burin, SH., sebagai nara sumber mengatakan, kita bersyukur Desa Bour sebagai desa sadar hukum menjadi salah satu titik penyuluhan hukum di Indonesia. Pada hari ini Penyuluhan Hukum juga dilakukan di Desa Lamawara, Kecamatan Ileape, Kabupaten Lembata yang juga adalah desa Sadar Hukum.
Vian Burin lebih lanjut mengatakan terima kasih kepada warga menerima kami melakukan Penyuluhan Hukum Nasional, tentang Undang Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan UU yang baru. Dimana sebelumnya, kita menggunakan UU KUHP lama hasil adopsi Hukum Belanda.
“Lahirnya UU yang baru ini jelas mengalami perubahan sesuai perkembangan hukum nasional kita. Pertimbangannya, nuansa UU ini juga berlatar belakang menghilangkan hukum Belanda. Karena UU yang baru ini bernuansa lebih demokratis dan mengedepankan dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.,”, jelas Vian Burin sembari menyebutkan UU ini baru akan berlaku tiga tahun ke depan.
Vian Burin mencontohkan, kalau dulu kita menilai Penjara sebagai tempat bagi narapidana atau penjahat. Tapi sekarang disebut sebagai Lembaga Pemasyarakatan. Kemudian, narapidana disebut sebagai Warga Binaan. Artinya nuansanya berubah menjadi tempat yang membuat orang beruba sikap menjadi orang baik, menyesali perbuatan dan akan keluar sebagai warga binaan yang baik ditengah masyarakat.
Dijelaskan, latar belakang adanya UU KUHP yang baru ini dalam rangka konsolidasi berbagai peraturan yang selama ini berjalan sendiri-sendiri karena itu perlu harmonisasi hukum yang hidup sesuai tata krama dan sopan santun dalam kehidupan masyarakat. Dengan adanya UU KUHP baru ini, lanjut Vian Burin, vonis hukuman mati misalnya bisa berubah menjadi hukuman seumur hidup jika terpidana selama 10 tahun menunjukan sikap dan kelakuan yang baik dan menyesali perbuatannya. Pertimbangan filosofisnya, bahwa kita menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, ajal seseorang tidak boleh ditentukan oleh manusia tapi Tuhan yang menentukan.
Vian Burin menjelaskan nuansa UU ini juga memberi ruang kepada masyarakat untuk menyelesaikan masalah secara damai yang dikenal denga istilah “Restoratif Justice”. Dengan demikian, tidak semua kasus hukum diproses oleh Aparat Penegak Hukum (APH). Seseorang yang bersina misalnya, tidak boleh dilaporkan oleh orang lain ke polisi kecuali orang terkait, istri atau suami yang bersangkutan. Kepala Desa sekalipun tidak bisa melaporkan kasus tersebut. Begitu pula adanya kasus perkelahian misalnya, kepala desa, tokoh adat, tokoh agama dan para pihak juga dapat menyelesaikan secara damai di desa tanpa harus melanjutkan proses hukum ke pihak kepolisian.
Penyuluhan hukun di Desa Bour dan desa Lamawara ternyata disambut antusias masyarakat dengan adanya berbagai pertanyaan terkait kasus-kasus yang selama ini terjadi ditengah masyarakat. Warga sangat berterima kasih dengan ada penyuluhan hukum bagi warga karena sangat bermanfaat meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. (WN-01)