Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Yes. 22:19-23; Rm.11:33-36; Mat.16:13-20
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, pada masa Perjanjian Lama, penunjukkan seorang raja atau penentuan seorang nabi dan lainnya, semuanya menjadi kewenangan prerogative Tuhan. Tuhan memiliki otoritas mutlak untuk menunjuk siapapun yang dikehendaki-Nya, seperti kita dengar tentang panggilan “Elyakim bin Hilkia dalam bacaan I. “Aku akan mengenakan jubahmu kepadanya dan ikat pinggangmuakan Kuikatkan kepadanya, dan kekuasaanmu akan Kuberikan ke tangannya; maka ia akan menjadi bapa bagi penduduk Yerusalem dan bagi kaum Yehuda. Aku akan menaruh kunci rumah Daudke atas bahunya:apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.”
Elyakim menggantikan jabatan dari kepala istana sebelumnya, Sebna, yang diturunkan karena kesombongannya. Bagi Tuhan, orang yang pas menggantikan posisi Sebna adalah Elyakim. Elyakim, atas nama raja Hizkia, dapat diandalkan melakukan diplomasi untuk berunding dengan utusan dari Asyur demi kepentingan Israel.
Injil hari ini juga berbicara tentang penunjukkan Petrus sebaai Kepala Gereja. Mulanya Yesusbertanya kepada murid-murid-Nya, “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.” Lalu Yesus bertanya kepada mereka, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Maka jawab Simon Petrus,“Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Kata Yesus kepadanya, “Berbahagialah engkau, Simon bin Yunus, sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkaulah Petrus, dan di atas batu karang ini akan Kudirikan jemaat-Ku, dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga. Apa saja yang kauikat di dunia ini akan terikat di surga, dan apa saja yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga.”
Yesus menunjuk Petrus menjadi kepala gereja melalui ujian pengetahuan tentang diri-Nya. Ia menguji mereka hanya dengan satu pertanyaan:” siapakah Anak Manusia itu?” Jawaban para murid ternyata berbeda satu dengan yang lain. Bagi Yesus, jawaban murid-murid lain itu tidak benar. Tidak sesuai yang diharapkanNya. Karena itu, khusus kepada Petrus, Yesus mengulangi pertanyaan yang sama:” “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Maka jawab Simon Petrus,“Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Jawaban Petrus cocok dengan harapan Yesus. Karena itu kata Yesus kepadanya, “Berbahagialah engkau, Simon bin Yunus, sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkaulah Petrus, dan di atas batu karang ini akan Kudirikan jemaat-Ku, dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga. Apa saja yang kauikat di dunia ini akan terikat di surga, dan apa saja yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga.” Jawaban Petrus atas pertanyaan Yesus itu mau menunjukkan kepada kita bahwa Petruslah yang pertama-tama mengakui keilahian Kristus (Mat 16:17). Karena itulah maka kepadanya Kristus berkenan dengan menyebut namanya: “Engkaulah Petrus.” Dia adalah satu-satunya rasul yang menerima kuasa ini dengan nama dan bentuk tunggal, sehingga menjadikannya lebih terkenal daripada rasul-rasul yang lain.
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, Kata-kata Yesus kepada Petrus mengandung tiga mandate. Pertama, “ di atas batu karang ini Aku akan mendirikan gereja-Ku; dan alam maut tidak akan menguasainya.” Di sini Santo Petrus disebut sebagai batu fondasi Gereja, menjadikannya kepala dan superior keluarga Allah. Selain itu, “Batu Karang” adalah sebuah metafora yang melambangkan keadidayaan. Kekuatan yang tiada tandingnya. Tiada satupun yang dapat “mengalahkannya.” Berdasarkan mandate itulah maka Petrus dianggap oleh Yesus sebagai gembala utama setelah Dirinya sendiri.
Kedua, “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga.””Kekuatan” kunci berkaitan dengan disiplin gerejawi dan otoritas administratif sehubungan dengan persyaratan iman, Dari kekuasaan ini mengalir penggunaan kecaman, ekskomunikasi, absolusi, disiplin pembaptisan, dan pengenaan penebusan dosa.
Ketiga, “Apa yang kamu ikat di bumi akan terikat di surga, dan apa pun yang kamu lepaskan di bumi akan dilepaskan di surga.””Mengikat” dan “melepaskan” adalah istilah tekhnis kerabian, yang berarti “melarang” atau “mengizinkan” mengacu pada penafsiran hukum dan, “mengutuk” atau “memberkati, “menghukum” atau “membebaskan” dalam konteks ketaatan dan ketidak taatan terhadap Taurat Musa. Karena mandate ini maka Santo Petrus dan para penggantinya diberi wewenang untuk menentukan aturan-aturan gereja atau doktrin-doktrin berdasarkan wahyu dan tuntunan Roh Kudus.
Pada akhir hidupnya dikisahkan bahwa menurut tradisi, ketika penganiayaan yang kejam terhadap orang-orang Kristen dimulai di kota Roma oleh Kaiser Nero, jemaat di sana memohon pada Petrus untuk meninggalkan Roma dan menyelamatkan diri. Ketika ia sedang dalam perjalanan meninggalkan Roma, ia berjumpa dengan Yesus di tengah jalan. Petrus bertanya kepada-Nya, “Tuhan, ke manakah Engkau? (Quo Vadis, Domine?) Jawab Yesus, “Aku datang untuk disalibkan kedua kalinya.” Kemudian Petrus berbalik dan kembali ke Roma. Ia mengerti bahwa penglihatannya itu berarti bahwa ia harus menderita dan wafat bagi Yesus. Akhirnya diapun wafat disalibkan dengan kepala ke bawah.
Saudara-saudara, setelah kita mendengar Petrus diangkat sebagai kepala gereja, kita lalu bertanya, apa relevansinya untuk kita yang hidup di zaman ini? Saudara, minggu yang lalu saya katakan bahwa kita semua telah dimuliakan oleh Tuhan sebagai citra-Nya melalui sapaan Yesus kepada seorang perempuan Kanaan dan penyembuhan putrinya, – maka semua kita- yang telah dimuliakan harus “diorganisir” dalam sebuah “Rumah Besar” anak-anak Allah dengan Petrus sebagai kepalanya. Maka hari ini, ketika kita mendengarkan injil ini, kita semua harus menyadari diri bahwa Kita Semua adalah Petrus.
Bila kita semua sudah menyadari diri sebagai Petrus, maka kita, kendati kadang seperti Petrus yang pernah menyangkal Yesus, kita tidak larut dalam tubir dosa. Karena kita adalah makhluk yang dimuliakan Tuhan, maka setiap kali kita terjerembab dalam dosa, Tuhan akan tetap melukis lurus di atas lekak-lekuk kehidupan kita. Dengan itu, kita tetap menjadi manusia yang dipermuliakan yang daripadanya akan digunakan Tuhan sebagai dasar yang kokoh yang daripadanya orang mengakui Yesus sebagai Mesias, Anak Allah yang hidup!”