Oleh Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Yer.20:7-9; Rm. 12:1-3; Mat. 16:21-26
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, bila saudara-saudara mengikuti secara rutin, sejak kotbah saya pada Minggu Biasa XVIII, tanggal 6 Agustus 2023, bertepatan dengan Pesta Yesus Dipermuliakan, saya mengatakan bahwa Allah berkenan memuliakan Putra Tunggal-Nya karena DIA berkenan kepada-Nya. Seminggu kemudian, pada minggu biasa yang ke-19, kita merayakan pesta Maria Diangkat ke Surga, lagi-lagi, oleh karena Allah berkenaan terhadap figure istimewa ini sehingga mengangkat Maria dengan jiwa dan raganya ke surga.
Selanjutnya pada minggu biasa kedua puluh, saya berkotbah tentang pemuliaan manusia oleh Sang Ilahi. Allah memuliakan manusia dalam diri perempuan yang begitu teguh imannya yang berujung pada kesembuhan putrinya. Sedangkan minggu lalu saya mengatakan bahwa, semua orang yang percaya kepada Kristus menjadi perkenanan Allah tergabung dalam Keluarga Besar Allah, yang disebut orang Kristen – pengikut Kristus -. Agar keluarga besar ini tidak berjalan sesuka hati yang pada akhirnya dapat menimbulkan disharmony dan perpecahan maka diangkatlah Petrus sebagai Kepala Gereja oleh Yesus Kristus. Yesus berkenan kepada Petrus untuk menjadi Kepala Gereja, – dalam konteks katolik – menjadi Pemimpin Gereja Katolik.
Agar pemimpin Gereja Katolik tidak berbuat sewenang-wenang, atau tidak arogan, berbuat melampui kewenangannya di satu pihak, dan pada pihak yang lain, agar orang katolik yang berada dalam Keluarga Besar Allah itu tidak bertindak sesuka hati, maka baik pemimpin maupun umat Allah dibingkai oleh “Sejumlah Pedoman”. Pedoman itu, nampak dalam Sepuluh Hukum Tuhan, Lima Perintah Gereja, dan ajaran magisterium/Bapa-Bapa Gereja yang tertuang dalam konsili dan ensiklik. Pedoman yang menjadi sumber tertinggi dari padanya pedoman lain berkiblat adalah Kitab Suci, baik itu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Kitab Suci adalah sumber inspirasi tertinggi dan pedoman arah untuk menuntun langkah hidup manusia maka oleh Nabi Daud dalam Kitab Mazmur menyebutnya sebagai Pelita Bagi Kaki dan Terang Bagi Langkah hidup manusia. Karena itu, Kitab Suci diberi tempat yang istimewa dalam seluruh ziarah hidup manusia.
Salah satu moment istimewa yang dikhususkan oleh Gereja Katolik Indonesia adalah dengan menjadikan Bulan September sebagai Bulan Kitab Suci Nasional, di mana para uskup se-Indonesia mengharapkan agar dalam bulan suci ini semua umat katolik, baik anak-anak, OMK maupun orang dewasa sedapat-dapatnya mempunyai waktu untuk berteduh diri dalam Firman Tuhan. Hanya dengan cara berteduh diri, kita dapat menjumpai Allah di dalam keheningan individual maupun keheningan kolektif, sebagaimana kata-kata santo Hieronimus, Uskup dan Pujangga Gereja:” Tidak Mengenal Kitab Suci Berarti Tidak Mengenal Kristus.”
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, hari ini, pada minggu biasa XXII, kita membuka Bulan Kitab Suci Nasional dengan tema:” Allah Sumber Kasih Dan Keselamatan.” Tema ini dipilih berdasarkan kata-kata pengakuan nabi Yunus kepada Allah yang pada akhirnya menobatkan Kota Niniwe. Niniwe adalah kota masyur yang dosa-dosanya sudah sampai kepada Allah. Maka dari itu Allah berinisitif untuk menyelamatkan bangsa ini melalui seruan pertobatan nabi Yunus. Namun, Yunus malah hendak melarikan diri dan bahkan ia protes terhadap panggilan Allah dengan mengatakan lebih baik saya mati dari pada hidup. Lebih baik pendudukan kota Niniwe mati daripada hidup.
Sikap nabi Yunus dengan situasi Niniwe yang menjadi latar belakang panggilan dan perutusannya, mirip dialami oleh nabi Yeremia dalam bacaan I:”Engkau telah membujuk aku , ya TUHAN, dan aku telah membiarkan diriku dibujuk; Engkau terlalu kuat bagiku dan Engkau menundukkan aku. Aku telah menjadi tertawaan sepanjang hari, semuanya mereka mengolok-olokkan aku. Sebab setiap kali aku berbicara, terpaksa aku berteriak, terpaksa berseru: “Kelaliman! Aniaya! ” Sebab firman TUHAN telah menjadi cela dan cemooh bagiku, sepanjang hari.Tetapi apabila aku berpikir: “Aku tidak mau mengingat Dia dan tidak mau mengucapkan firman lagi demi nama-Nya”, maka dalam hatiku ada sesuatu yang seperti api yang menyala-nyala, terkurung dalam tulang-tulangku; aku berlelah-lelah untuk menahannya, tetapi aku tidak sanggup.”
Yeremia menyatakan bahwa dirinya telah dipaksa untuk menjadi nabi oleh tekanan ilahi sehingga mengakibatkan dirinya dipermalukan dan dicemooh. Beritanya, yang belum tergenapi, terus ditertawai dan diejek, dan ia sendiri dipandang rendah oleh orang-orang senegerinya. Ia ingin memberontak kepada Allah. Namun pada akhirnya ia tidak bisa menahan berita ilahi di dalam dirinya. Ia sepenuhnya ikut merasakan murka ilahi terhadap dosa-dosa bangsa itu. Sang nabi merasa begitu menyata dengan Allah dan kepentingan-Nya sehingga ia harus memberitakan firman Allah, bahkan sekalipun hal itu mendatangkan rasa sakit dan penderitaan yang sangat hebat atas dirinya.
Saudara-saudaraku, misi penyelamatan manusia oleh nabi Yunus dan Yeremia, kemudian dipenuhi secara sempurna dalam diri Yesus. Injil hari ini memberitakan bahwa misi keselamatan manusia akan dilakoni-Nya melalui jalan salib/jalan penderitaan, hal mana seperti dikatakan Yesus kepada murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem j dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Namun sialnya, Petrus yang baru saja minggu lalu dinobatkan sebagai kepala gereja, ia malah menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.” Yesus marah kepada Petrus dan berkata kepadanya: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
Kemudian kepada para murid-Nya, Yesus berkata:” Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.”
Saudara-saudara, apa yang dilakukan oleh nabi Yunus, Yeremia dan Yesus adalah melaksanakan rencana kehendak Allah, yakni agar semua manusia yang percaya kepada-Nya memperoleh keselamatan kekal. Maka dari itu, siapapun kita, kita adalah Yunus- Yunus kecil, kita adalah Yeremia-Yeremia kecil, yang memiliki tanggungjawab moral untuk menjadi penyelamat sesama, di mana pun kita berada. Maka dengan itu, kita akan disebut oleh Yesus bukan sebagai batu sandungan, melainkan sebagai Batu Penjuru Keselamatan. ***