Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Yeh.33:7-9; Rm. 13:8-10; Mat.18:15-20
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa. Ibu, saudara, saudari yang terkasih, pada kotbah saya minggu lalu, bertepatan dengan Pembukaan Bulan Kitab Suci Nasional saya mengatakan bahwa agar orang katolik yang berada dalam Keluarga Besar Allah itu tidak bertindak sesuka hati, tidak bertindak melampaui kewenangnnya nmaka baik pemimpin maupun umat Allah dibingkai oleh “Sejumlah Pedoman”. Pedoman yang menjadi sumber tertinggi dari padanya pedoman lain berkiblat adalah Kitab Suci, baik itu Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.

Hari ini, kita mendengar ajaran Kitab Suci baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru tentang cara menegur orang bila dia berbuat salah atau cara untuk menobatkan orang dari kesalahannya berdasarkan prosedur yang manusiawi, yang tetap menghormati dan menjunjung harkat martabat orang yang berbuat salah.
Dalam bacaan I, misalnya kita mendengar Tuhan meminta nabi Yehezekiel, untuk menobatkan orang-orang Israel yang berbuat salah. “Dan engkau anak manusia, Aku menetapkan engkau menjadi penjaga bagi kaum Israel. Jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu supaya ia bertobat dari hidupnya, tetapi ia tidak mau bertobat, ia akan mati dalam kesalahannya, tetapi engkau telah menyelamatkan nyawamu.”
Tuhan hendak menekankan kembali kepada Yehezkiel bahwa ia menjadi nabi untuk menjaga umat Israrl sebagai satu-kesatuan kawanan dengan cara memperingatkan mereka, apabila mereka berbuat salah dan dosa untuk berbalik dari dosa dan menerima keselamatan Allah
Sedangkan dalam bacaan II, Paulus menasehati agar hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri! Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat.
Senada dengan bacaan I, Matius juga menulis:” Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah.”
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, baik bacaan I maupun bacaan II dan Injil sejatinya sedang menasehati kita untuk mendisiplinkan atau menerima kembali seorang saudara Kristen yang berbuat dosa kepada seorang anggota lain di dalam gereja. Tujuan disiplin gerejani ialah untuk menjunjung tinggi kemuliaan Tuhan serentak itu pula menjaga kemurnian moral dan integritas ajaran gereja, serta berusaha untuk menyelamatkan anggota dari jalan yang sesat, dengan salah satu cara adalah menegor orang yang salah.
Injil memberikan rambu-rambu tentang cara menegur orang. Dikatakan bahwa bila ada saudara yang berdosa itu harus lebih dahulu dihadapi dan ditegor di bawah empat mata, apabila ia mau mendengarkan, maka ia harus diampuni. Apabila ia tidak mau mendengarkan saudara seimannya, dipanggil satu atau dua anggota lain untuk menjadi saksi; tetapi pada akhirnya masih tidak mau mendengarkan jemaat, maka ia harus dianggap sebagai “seorang yang tidak mengenal Allah”, yaitu, seseorang yang bukan anggota Kerajaan Allah, terpisah dari Kristus dan hidup di luar kasih karunia. Ia tidak berhak menjadi anggota gereja. Dulu dikenal dengan hukuman ekskomunikasi/dikucilkan dari persekutuan gereja.
Saudara-saudara, cara untuk menegur orang yang bersalah ini ditujukan kepada kita semua, teristimewa ditujukan kepada para pemimpin gereja dan para gembala jemaat yang memiliki tugas untuk menjaga seluruh kawanan domba Allah agar tidak ada yang tersesat. Karena itu Tuhan akan meminta pertanggungjawaban pribadi dari mereka atas “darah semua orang” yang terhilang karena para pemimpin gagal mengembalikan mereka kepada jalan yang benar. Untuk mendisiplinkan anggota gereja beberapa hal berikut ini, hendaknya menjadi perhatian kita semua.
Pertama, orang yang bersalah wajib ditegur.
Hal ini menjadi salah satu keutamaan gereja. Maka bila kita telah melihat saudara kita yang berbuat salah dan tidak menegurnya maka kita seolah-olah turut mendukung kesalahan yang dibuat orang itu. Tidak boleh ada sikap permisif. Apalagi bermasa bodoh terhadap kesalahan yang dibuat itu. Tidak boleh ada neko-neko. Jadi, orang yang bersalah wajib ditegur.
Kedua, Pikirkan apa yang menjadi tujuan kita ketika menegur seseorang
Ketika kita menegur seseorang, apakah yang sesungguhnya menjadi tujuan kita? Apakah kita ingin supaya kita terlihat lebih baik daripada orang itu? Atau, apakah kita menegur demi kebaikannya?Meski kita tahu bahwa kita ada di posisi yang benar, tugas kita bukanlah memegahkan diri atas posisi kita. Ketika kita menegur, kita harus melakukannya dalam kerangka penggembalaan. Chuck Swindoll pernah berkata, “Saat menegur seseorang, kita patut memiliki satu tujuan: untuk memulihkan dan bukan mempermalukan dirinya.”
Ketika kita memahami apa tujuan kita dalam menegur, kita bisa membimbing orang yang kita tegur itu untuk secara perlahan berjalan kembali di jalan yang sesuai firman Tuhan.
Ketiga, Tegurlah di dalam kasih
Point pertama dan kedua sebagaimana disebutkan di atas, hendaklah dilakukan penuh kasih sebagaimana nasehat Yesus hari ini kepada kita: “Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.”
Ketika seseorang berbuat salah, Yesus tidak meminta kita untuk menyebarkan kesalahan itu kepada banyak orang. Kita juga tidak boleh menggosipkan kesalahan orang itu. Yesus justru meminta kita untuk menegurnya secara empat mata. Sampaikanlah teguran itu dengan rendah hati. Pikirkanlah kata-kata yang tepat dan membangun, bukan caci maki dan umpatan. Serta mintalah pertolongan Roh Kudus agar melalui kata-kata yang kita ucapkan, orang tersebut dapat dilembutkan hatinya.
Kita harus menyadari bahwa menegur seseorang adalah perbuatan yang memiliki konsekuensi. Mungkin saja ada penolakan atau pembenaran diri yang ditunjukkan oleh orang yang kita tegur. Oleh sebab itu, dengan menyadari hal ini, kita bisa menemukan cara apa yang paling tepat untuk menyampaikan kebenaran tersebut. Cara yang paling baik adalah menegurnya dengan penuh kasih
Mengakhiri kotbah ini, saya kutip kembali ayat Kitab Suci bahwa apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Menegur dengan rendah hati, menegur dengan penuh kasih. Karena Kasih Tidak Berbuat Jahat Terhadap Sesama! ***