Oleh : Germanus S. Atawuwur
Sir.27:30-28:9; Rm.14:7-9; Mat.18:21-35
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, Minggu lalu kita mendengar pengajaran Yesus tentang pedoman membangun komunitas kristiani yakni bagaimana menegur saudara yang bersalah. Sedangkan minggu ini, Yesus lebih maju lagi dalam pengajaran-Nya tentang pedoman membangun komunitas dalam hal saling mengampuni. Dalam Matius 18 yang kita dengar hari ini, salah satu hal yang mendasar dari pedoman-pedoman yang ada adalah rekonsiliasi atau saling mengampuni sebagai jalan menuju harapan baru.
Adalah Nelson Mandela. Beliau merupakan salah satu tokoh besar dan berpengaruh di abad 20. Namanya menjadi simbol perjuangan masyarakat kulit hitam untuk menggapai kesetaraan dan persamaan hak di seluruh dunia. Kungkungan sistem apartheid alias pemisahan ras yang diterapkan oleh pemerintah kulit putih di Afrika Selatan pada awal abad ke-20 sampai tahun 1990. Munculnya sosok Mandela dalam kancah perpolitikan Afrika Selatan membuah angin segar bagi kaum kulit hitam yang saat itu merasa tertindas.
Beliau pernah menulis autobiografinya berjudul Long Walk to Freedom (Jalan Panjang Menuju Kebebasan). Dalam buku itu kita akan menemukan tulisannya sebagai berikut : ”Saya tahu banyak orang mengharapkan saya mengobarkan amarah dan kebencian kepada orang kulit putih. Tetapi tak satu pun yang saya benci. Di penjara, amarah saya terhadap orang kulit putih justru mereda, namun kebencian saya terhadap sistem apartheid meningkat. Saya ingin Afrika Selatan mengerti bahwa saya mencintai bahkan musuh-musuh saya sementara saya membenci sistem yang membuat orang saling bermusuhan. Saya memahami misi atau perutusan saya adalah mewartakan rekonsiliasi, penyembuhan luka-luka lama dan membangun Afrika Selatan yang baru.”
Saudara-saudara, Nelson Mandela, merupakan penganut Kristen Protestan Methodis sungguh menghayati nilai-nilai kristiani. Dia mengejewantakan ajaran kristiani sebagaimana yang kita dengar hari ini, yakni soal pengampunan. Dalam bacaan I, Putra Sirakh mengatakan:” Dendam kesumat dan amarah sangatlah mengerikan, dan orang berdosalah yang dikuasainya. Barangsiapa membalas dendam akan dibalas oleh Tuhan. Tuhan dengan saksama memperhitungkan segala dosanya. Ampunilah kesalahan sesama, niscaya dosa-dosamu akan dihapus juga, jika engkau berdoa. Bagaimana gerangan orang dapat memohon penyembuhan pada Tuhan, jika ia menyimpan amarah kepada sesama manusia? Bolehkah ia mohon ampun atas dosa-dosanya, kalau ia sendiri tidak menaruh belas kasihan
terhadap seorang manusia yang sama dengannya? Dia hanya daging belaka, namun menaruh dendam kesumat; siapa gerangan akan mengampuni dosa-dosanya? Ingatlah akan akhir hidup dan hentikanlah permusuhan. Ingatlah akan perintah-perintah, dan jangan mendendami sesama manusia.”
Peringatan Putra Sirakh cukup keras. Ingatlah akan akhir hidupmu dan hentikanlah permusuhan. Sudahi dendam kesumat. Dengan nada retoris Putra Sirakh bertanya:” Bagaimana gerangan orang dapat memohon penyembuhan pada Tuhan, jika ia menyimpan amarah kepada sesama manusia? Bolehkah ia mohon ampun atas dosa-dosanya, kalau ia sendiri tidak menaruh belas kasihan terhadap seorang manusia yang sama dengannya?”
Nasehat Putra Sirakh ini, kemudian ditegaskan oleh Yesus tatkala Petrus bertanya kepada-Nya:” Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. “
Yesus mau katakan kepada Petrus dan kita semua bahwa, sepanjang ziarah hidup kita, bila siapapun yang berbuat salah kepada kita, wajib hukumnya untuk mengampuni! Pengampunan yang terus-menerus, tiada berkesudahan. Pengampunan yang tiada terbingkai oleh ruang dan waktu. Tentu bagi kita adalah sesuatu hal yang berat. Namun apabila kita resapi dengan sungguh-sungguh kata-kata Putra Sirakh di atas, maka pengampunan mestinya tidak boleh ditunda-tunda, karena dia sudah ingatkan:” Ingatlah akan akhir hidup dan hentikanlah permusuhan.”
Pertanyaannya, kapankah akhir hidup kita? Pertanyaan yang tidak mampu dijawab. Ini sebuah misteri. Sebuah rahasia besar yang hanya diketahui oleh Allah. Maka yang haruslah disadari ialah bahwa maut kapan dan di mana saja, selalu mengintai kita. Maka itu kita harus selalu berjaga-jaga. Berjaga-jaga dalam konteks ini ialah, memaafkan dan mengampuni orang-orang yang bersalah kepada kita. Kapan harus dilakukan itu? Sekarang ini juga! Sebelum terlambat, mumpung kita masih diberi waktu. Sebelum maut datang menjemput kita.
Putra Sirakh mengingatkan, ingat akan akhir hidup. Maksudnya agar bila suatu kelak kita dijemput Tuhan, hati kita telah siap. Kita menghadap-Nya tanpa beban permusuhan dan dendam kesumat. Pergi menghadap Tuhan, sebagaimana kita datang ke dunia, dalam wujud bayi yang begitu polos dan suci, tiada dosa yang menggerogotinya, selain dosa asal. Maka begitu kembali kepada-Nya, hanya ada kepolosan dan kesucian yang kita bawa.
Saudara-saudari yang terkasih, sampai di sini, kita musti berhenti sejenak untuk bertanya pada diri sendiri:” Sudahkah aku memberikan pengampunan tujuh puluh kali tujuh kali kepada saudaraku yang pernah berbuat salah kepadaku? Atau masihkah ada dendam kesumat menghantui dan bahkan merajai diriku? Kapankah aku harus berani berinisiatif untuk mendahului memberikan pengampunan? Sadarkah aku akan kata-kata Sirak tadi ingatlah akan akhir hidupku maka dari itu aku harus segera memberi pengampunan tanpa harus menunggu lebih lama lagi?”
Bila kita jujur, kita sering merasa sangat sulit dan sangat berat kalau harus memaafkan, harus mengampuni sesama kita yang bersalah dan menyakiti hati kita. Apalagi kalau yang berbuat salah dan menyakiti itu adalah teman dekat kita, anggota keluarga kita, rekan kerja kita, sahabat baik kita atau pun siapa saja. Kita pun mengatakan, kesabaranku ada batasnya. Karena itu, memberi ampun dan memaafkan juga ada batasnya. Kita lebih mudah memaafkan diri sendiri ketimbang harus memaafkan orang lain. Kita malah mengatakan, tiada maaf bagimu. Pintu maaf sudah tertutup rapat.
Kita pun menaruh dendam kesumat sampai mati, bahkan sampai tujuh turunan. Begitu keraskah hati kita? Padahal kita juga sangat membutuhkan pengampunan dan maaf dari orang lain, apalagi dari Tuhan sendiri. Karena itu, bila ada di antara kita masih menyimpan dendam, ampunilah. Bila di antara kita masih ada yang sakit hati, sembuhkanlah dengan saling mengampuni, karena hidup ini hanyalah sementara. Mumpung masih ada kesempatan berdamailah! Mumpung kita masih diberi waktu, ampunilah! Ampunilah sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Ingatlah akan akhir hidup dan hentikanlah permusuhan. Jangan Mendendami Sesama Manusia! ***