Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Kel. 21:22-27; 1 Tes. 1:5c-10; Mat. 22:34-40
WARTA=NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari, minggu yang lalu kita mendengar Yesus hendak dijebak oleh kaum farisi dan orang-orang Herodian dengan pertanyaan:” Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaiser?” Yesus kemudian membungkam mereka dengan jawaban yang luar biasa bijaknya. Namun demikian, orang-orang farisi tidak patah arang. Lagi-lagi, mereka hendak menjebak Yesus, sebagaimana yang kita dengar pada hari ini:orang farisi berkumpul dan seorang dari mereka, yakni seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Yesus: “Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?”
Pertanyaannya adalah, siapakah orang farisi itu sehingga mereka seperti tak pernah berhenti mencari-cari kesalahan Yesus? Mereka adalah pengamat dan penegak hukum Taurat yang sangat teliti. Dalam gulungan naskah-naskah Laut Mati, kaum Farisi dikatakan sebagai kaum yang suka mencari dan memerhatikan hal-hal yang sangat kecil. Mereka menjadi pengamat pelaksanaan hukum yang sangat teliti, karena mereka memiliki kerangka berpikir bahwa Allah mencintai orang yang taat hukum dan menghukum yang tidak patuh. Karena mereka sebagai pengamat dan penegak hukum Taurat yang sangat teliti maka dari kalangan mereka ini kita kenal ada yang disebut sebagai ahli taurat. Ahli taurat dalam injil tadi, mewakili kaumnya untuk bertanya kepada Yesus:” “Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?”
Yesus menjawab:” Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
Yesus itu tidak mengatakan hal yang baru dalam jawaban itu. Yesus mengutip perkataan yang memang telah ada di dalam Kitab Taurat pada zaman itu.Yesus sebenarnya sedang mengingatkan mereka yang katanya pengamat dan penegak hukum itu bahwa apa yang dikatakan-Nya itu ada di dalam Taurat Musa.
Saudara-saudara, kasihilah Tuhan Allahmu dan sesamamu manusia seperti dirimu sendiri adalah hukum yang agung, magna cartanya Yesus.Pertanyaannya, mengapa disebut sebagai hukum yang agung? Karena perintah ini menjadi satu-satunya motivasi melakukan seluruh perintah yang lain. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh Taurat dan Kitab Para Nabi. Tidak ada perintah apa pun dari seluruh hukum Allah yang dapat dijalankan tanpa motivasi kasih. Jika kita melakukan kewajiban kita kepada Allah tanpa kasih, maka tindakan kita hanyalah kemunafikan belaka. Ia menjadi tidak bermakna apa-apa. Jika kita melakukan apa yang pantas kepada orang lain tanpa motivasi mengasihi orang lain, maka tindakan ini hanyalah tindakan palsu yang tidak tulus.
Jawaban Yesus terhadap pertanyaan ahli taurat itu hendak mengatakan kepada kaum farisi bahwa hukum Taurat diberikan kepada umat Tuhan agar umat Tuhan mengenal siapa Tuhan. Taurat menyatakan seperti apakah sifat-sifat Tuhan. Taurat juga menyatakan menjadi seperti apakah umat Tuhan seharusnya. Dengan demikian, Taurat membuat umat Tuhan mengenal siapa Tuhan, sekaligus mengubah mereka menjadi orang-orang yang dikuduskan, yaitu orang-orang yang makin lama makin mencerminkan sifat-sifat Tuhan. Semakin seseorang mengasihi Tuhan dan melakukan segala perintah-Nya karena didorong oleh kasih kepada Dia, maka orang itu akan makin memancarkan sifat-sifat Allah di dalam hidupnya. Hal ini tidak mungkin terjadi jika kita hanya menjalankan perintah-Nya tanpa kasih kepada Dia. Orang yang mengasihi Allah pastilah juga mengasihi sesama. Jika seseorang tidak mengasihi sesama, itu artinya ia tidak mengasihi Allah. Kedua perintah ini adalah inti dari seluruh hukum Allah.
Saudara-saudaraku, salah satu cara mengasihi sesama adalah seperti yang kita dengar dalam bacaan I tadi. Kitab Keluaran (yang menjadi bagian dari Taurat Musa) mengatakan kepada kita hari ini, bagaimana memperlakukan orang “asing”, orang yang menderita dengan penuh kasih. “Janganlah kautindas atau kautekan seorang orang asing,sebab kamupun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir. Seseorang janda atau anak yatimjanganlah kamu tindas. Jika engkau memang menindas mereka ini, tentulah Aku akan mendengarkan seruan mereka, jika mereka berseru-seru kepada-Ku dengan nyaring. Maka murka-Ku akan bangkit dan Aku akan membunuh kamu dengan pedang, sehingga isteri-isterimu menjadi janda dan anak-anakmu menjadi yatim.Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai seorang penagih hutang terhadap dia: janganlah kamu bebankan bunga uangkepadanya. Jika engkau sampai mengambil jubah temanmu sebagai gadai,maka haruslah engkau mengembalikannya kepadanya sebelum matahari terbenam sebab hanya itu saja penutup tubuhnya, itulah pemalut kulitnya–pakai apakah ia pergi tidur? Maka apabila ia berseru-seru kepada-Ku, Aku akan mendengarkannya, sebab Aku ini pengasih.”
Allah menegaskan diri-Nya sebagai Allah yang Pengasih. Karena itu maka dalam jawaban Yesus terhadap pertanyaan ahli taurat tadi, Dia mengatakan bahwa untuk mengasihi Allah harus dengan hati, jiwa dan akal budi. Artinya, mengasihi Allah bukan soal teori-teori suci, bukan cuma kata-kata indah, atau konsep-konsep pemikiran teologis belaka melainkan perlu harmonisasi antara hati-jiwa dan akal budi membuat manusia seimbang dalam mengasihi Allah. Dari keseimbangan dalam mengasihi Allah secara tepat inilah akan mengalir sikap yang seimbang kepada sesama, yaitu mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri sendiri, Itulah ukuran yang paling tepat sehingga manusia tidak terjerumus pada cinta diri dan egoisme yang semu.
Perkataan Yesus Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, jiwa dan akal budimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri hingga kini mengapa terus diingat? Karena Yesus bukan hanya mengajar dengan kata-kata saja, tetapi juga melakukannya dengan contoh/teladan. Karena itu, Yesus bukanlah guru tentang ilmu “kasih”, tetapi teladan di dalam menjalankan kasih kepada Allah dan kepada manusia.
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, Hukum utama haruslah menjadi branding kita sebagai pengikut Yesus. Dengan luar biasa Yesus meringkas apa yang menjadi inti sari keagamaan pada zaman-Nya seperti yang terungkap dalam Kitab Suci orang Yahudi yang memperkenalkan Allah sebagai Tuhan yang penuh kasih. Karena itu sebagai pengikut Kristus di zaman ini, marilah kita berusaha dan terus berusaha untuk mengasihi Tuhan dan sesama, dengan menjadikan Allah sebagai prototype kasih:” Sebab Aku ini Pengasih – Sebab Allah itu Pengasih.” ***