Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Yes. 63:16b-17;64:1,3b-8; 1 Kor.1:3-9; Mrk.13:33-37
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, pada minggu biasa ke-32 dan ke-33, saat kita hendak menutupi lingkaran liturgy tahun A, kita diingatkan untuk tetap berjaga-jaga. Hari ini, ketika kita membuka Lingkaran Liturgi Tahun B, bertepatan dengan Minggu Adven I, seruan yang sama diucapkan oleh penginjil Markus. Dengan tegas, di akhir injilnya dia berkata:” Kukatakan kepada semua orang: berjaga-jagalah!”
Pertanyaannya adalah mengapa, seruan itu diucapkan berulang kali? Karena pertama, orang sangka seruan itu hanya berlaku pada orang-orang di masa hidup Yesus. Berlaku terbatas hanya pada para rasul dan orang-orang yang pada waktu itu mendengarkan pengajaran Yesus. Padahal sebenarnya, seruan itu berlaku kepada kita semua, termasuk pada hari ini tatkala kita membaca/mendengarkan injil hari ini. Maka Markus dengan tegas menyerukan:” Kukatakan kepada semua orang: berjaga-jagalah!
Kedua, bahwa seruan itu berulangkali diucapkan karena isi seruan itu penting. Penting karena mengeritik sejumlah manusia yang hidupnya tidak selaras dengan firman Tuhan. Jadi penting untuk memperbaiki perilaku. Apabila Dia datang, dia dapati kita semua sedang berjaga-jaga, sedang bersiap-siap dengan pelita yang selalu bernyala di tangan, dengan melakukan segala kewajiban dengan baik dan benar.
Ketiga, bahwa waktu kapan datangnya Tuhan sebagai Hakim yang Adil, kita semua tidak tahu. Karena itu hanya disuruh untuk selalu berjaga-jaga!
“Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu bilamanakah tuan rumah itu pulang, menjelang malam, atau tengah malam, atau larut malam, atau pagi-pagi buta supaya kalau ia tiba-tiba datang jangan kamu didapatinya sedang tidur.” Sedang tidur artinya, kita masih bermasgul ria dengan nokta noda dosa kita.
Inilah tiga alasan mendasar mengapa seruan untuk berjaga-jaga senantiasa diulang-ulang.
Kristus menegaskan bahwa kedatangan-Nya yang kedua kalinya untuk orang yang setia dari gereja-Nya dapat terjadi pada empat waktu selama malam atau pagi-pagi benar. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kedatangan-Nya kembali untuk mereka dapat terjadi setiap saat dan menekankan bahwa saat tahap pertama dari kedatangan-Nya yang kedua kali itu tidak terduga dan tak diketahui. Karena kedatangan-Nya itu sudah dekat dan tidak terduga, semua orang percaya harus waspada dan setia secara rohani. Apa maksud waspada dan setia secara rohani? Pertama adalah bertobat. Bahwa setiap manusia itu punya salah dan dosa. Maka wajib hukumnya, dia harus bertobat, mempersiapkan hatinya untuk menyongsong kedatangan Tuhan. Karena itu Roh Allah senantiasa mengajak umat Allah untuk bertobat dengan tulus dengan cara “memisahkan” diri dari dunia dan “menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah”
Kedua, waspada dan setia secara rohani juga bermakna bahwa ajaran-ajaran Tuhan, – mencintai Tuhan dengan segenap jiwa raga – dan mengasihi sesame seperti diri sendiri – perlu diwujudnyatakan dengan baik dan benar. Dalam melaksanakan perintah Tuhan itu, tidak boleh ada intrik apapun, tidak boleh juga ada pamrih tertentu, tetapi benar-benar setia melaksanakan perintah itu hanya demi untuk kemuliaan Tuhan dan untuk kepentingan kebaikan semua manusia ciptaan Tuhan.
Bila kita lalai melaksanakan perintah utama itu, dan malah “memperkaya” diri dengan perbuatan-perbuatan nista dan kelam, maka oleh Paulus, kita disebut sebagai manusia duniawi. “Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?” Hidup manusiawi adalah hidup yang selalu berorientasi pada hal-hal duniawi yang dibarengi dengan perbuatan-perbuatan jahat seperti: korupsi, irihati, perselisihan, dendam kesumat, bersikap rasis, membeda-bedakan orang, angkuh, dan sebagainya. Inilah ciri-ciri manusia duniawi yang tentunya bertentangan dengan manusia rohani. Manusia duniawi itu identik dengan lima gadis bodoh. Dia sebanding dengan hamba yang jahat. Kelompok ini disejajarkan oleh penginjil Mateus sebagai kelompok kambing. Sedangkan kelompok domba itu semisal 5 gadis bijaksana dan 2 hamba yang setia. Upah dari kelompok domba adalah berkat sedangkan ganjaran dari kelompok kambing adalah kutuk. Yesus sendiri sudah mengingatkan kita untuk tidak membiarkan kebiasaan dunia kita yang dibalut dosa karena akan ditolak oleh Dia dan serentak itu juga akan kehilangan tempatnya dalam kerajaan Allah.
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, memasuki minggu advent I, kita langsung diminta untuk berjaga-jaga. Karena itu seruan itu jelas ditujukan kepada kita semua karena kita ini manusia berdosa. sebagaimana dikatakan nabi Yesaya dalam bacaan I:” Kami berdosa; terhadap Engkau kami memberontak sejak dahulu kala. Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor; kami sekalian menjadi layu seperti daun dan kami lenyap oleh kejahatan kami seperti daun dilenyapkanoleh angin. Tidak ada yang memanggil nama-Mu atau yang bangkit untuk berpegang kepada-Mu; sebab Engkau menyembunyikan wajah-Mu terhadap kami, dan menyerahkan kami ke dalam kekuasaan dosa kami. Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentukkami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu.”
Benar saudara-saudaraku, bahwa kita ini rapuh. Bagaikan bejana tanah liat. Mudah retak. Gampang pecah. Supaya tidak gampang pecah, supaca tidak mudah retak hanya satu-satunya cara adalah berlaku sebagai manusia rohani. Manusia rohani adalah manusia yang dengan sukacita melakukan apa yang dikehendaki Tuhan. Manusia yang selalu memuliakan sesama dengan selalu berkata yang benar dan berbuat yang baik. Pada akhirnya, sebagai manusia rohani kita menyadari salah dan dosa kita sehingga kita wajib berbalik kepada Tuhan dengan cara menyesali segala salah dan dosa-dosa kita. Bila ini yang kita lakukan maka kata-kata nabi Yesaya menjadi peneguhan bagi kita:”
Allah menyongsong mereka yang melakukan yang benar dan yang mengingat jalan yang ditunjukkan-Nya.”
Karena itulah maka Tuhan rela mengutus Putra Tunggal-Nya, mengambil rupa sebagai manusia seperti kita, untuk selalu berjalan bersama di samping kita, guna membimbing kita di jalan yang benar, untuk melembutkan hati kita agar selalu tertuju pada rancangan dan kehendak Tuhan. Karena Putra Tunggal yang akan diutus Allah ke tengah-tengah kita adalah yang Mahakudus, maka hendaklah kita semua, tanpa kecuali senantiasa hidup menjadi manusia rohani, dengan selalau ingat seruan Markus:” Berjaga-jagalah!