Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Kej. 15:1-6; 21:1-3; Ibr. 11:8.11-12.17-19; Luk.2:22.39-40
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari,merupakan sebuah pengalaman yang istimewa karena bertepatan dengan Tutup Tahun hari ini, kita merayakan Pesta Keluarga Kudus. Kesempatan di akhir tahun ini, kita berusaha melihat kembali perziarahan keluarga iman kita selama tahun 2023 ini. Apapun hasil refleksi kita terhadap perjalanan kelana-kembara hidup keluarga kita, satu hal yang pasti adalah mengakui kebenaran kata-kata Sri Paus Fransiskus yang saya kutib berikut ini:


Tidak ada keluarga yang sempurna,
Kita tidak mempunyai orang tua yang sempurna,
Kita tidak sempurna,
Kita tidak menikah dengan orang yang sempurna,
Kita juga tidak memiliki anak yang sempurna,
TETAPI…
Pengampunan membawa sukacita,
Sedangkan kesedihan membuat hati luka,
Dan pengampunan membawa penyembuhan,
Sedangkan rasa sakit menyebabkan penyakit.”
Dalam ketidaksempurnaan ziarah hidup keluarga, kita merayakan Pesta Keluarga Kudus. Bertepatan dengan pesta Keluarga Kudus, kita merayakan Tutup Tahun. Maka pada saat yang berahmat ini saya mengajak keluarga kita masing-masing untuk membuat perjalanan kembali ke dalam diri sendiri, melihat bagaimana perjalanan keluarga kita selama setahun silam.


Pastor Paul Glyn, SM mengatakan bahwa perjalanan ke dalam diri sendiri adalah perjalanan menyenangkan tetapi juga menjadi perjalanan yang tidak menyenangkan. Perjalanan kembali ke dalam diri menjadi perjalanan yang sangat menyenangkan karena kita akan berjumpa dengan segala keberhasilan dan kesuksesan dalam berbagai aspek kehidupan, kita kembali terkenang akan canda dan tawa bersama dengan orang-orang kekasih kita, kita menemukan kembali harapan-harapan yang merekah, dan sebagainya. Perjalanan ini juga menjadi begitu menarik karena dengan ini kita akan memperoleh inspirasi dan seketika mendapat kekuatan untuk membaharui motivasi hidup serta serentak merevisi strategi kerja untuk menuju keluarga Kristen yang lebih kristiani.


Selanjutnya, perjalanan kembali ke dalam diri sendiri menjadi perjalanan yang sangat tidak menyenangkan dan bahkan sangat menakutkan karena kita akan berjumpa dengan cacat celah, khilaf keliru, noda dan dosa karena mungkin sempat menodai bahtera hidup keluarga kita. Bahkan mungkin saja, dalam perjalanan kembali kita jumpa dengan memory kelabu kita, lantaran mengalami kepergian untuk selamanya orang-orang kekasih kita yang sedemikian menyakitkan hingga nyaris terpuruk. Demikianlah adanya ziarah hidup keluarga kita masing-masing, penuh lika-liku, kadang terjal menantang. Semuanya itu kita sebut dengan dinamika dan romantika kehidupan keluarga.
Saudara-saudaraku, dalam romantika dan dinamika keluarga inilah, kita hendak belajar dari keluarga Kudus Nasaret, bukan saja karena Yesus hadir di tengah keluaga ini untuk menguduskan keluarga ini tetapi juga kita hendak belajar dari kepatuhan Maria dan Yosef sebagai orang Yahudi yang patuh dan taat pada tradisi bangsanya, yakni mempersembahkan Yesus di Kenisah. Ketika Anak Yesus dibawa masuk oleh orang tua-Nya, untuk melakukan kepada-Nya apa yang ditentukan hukum Taurat, Simeon menyambut Anak itu dan menatang-Nya sambil memuji Allah, katanya, “Sekarang Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi pernyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel.” Yusuf dan Maria amat heran akan segala sesuatu yang dikatakan tentang Anak Yesus. Lalu Simeon memberkati mereka, dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu, “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangunkan banyak orang di Israel, dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan – dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri – supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.”
Pada saat Anak Yesus dipersembahkan di Bait Allah, Hana pun datang ke Bait Allah, dan bersyukur kepada Allah serta berbicara tentang Anak Yesus kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem. Setelah menyelesaikan semua yang harus dilakukan menurut hukum Tuhan, kembalilah Maria dan Yusuf serta Anak Yesus ke kota kediamannya, yaitu Nazaret di Galilea. Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.
Yusuf dan Maria, adalah orang-orang Yahudi yang taat dan setia pada tradisi nenek moyangnya. Karena ketaatan dan kesetiaan itulah maka keluarga mereka diberkati oleh Simeon dalam perjumpaan kudus antara mereka. Dalam pertemuan itu, Simeon berkata kepada Yusuf dan Maria:” Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangunkan banyak orang di Israel, dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan – dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri – supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.”
Simeon bernubuat tentang hendak jadi apakah Anak ini kelak. Namun, Maria ibu Yesus yang sudah mengimani rencana penyelamatan manusia oleh Allah melalui fiatnya:” Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut kehendakMu,” tentu hanya menyimpan semua perkataan itu di dalam hatinya dan merenungkannya. Bahwa berkat Tuhan, bukan saja soal sukacita dan kebahagiaan, tetapi juga penderitaan dan duka lara; bahwa berkat Tuhan tidak saja kesuksesan namun juga kegagalan; bahwa berkat Tuhan tidak saja puja-puji tetapi juga hujatan dan cemoohan. Bahwa berkat Tuhan tidak saja glorifikasi melainkan juga passionitas dalam ziarah hidup keluarga Yusuf dan Maria.
Saudara-saudaraku…..pada pesta Keluarga Kudus itu, kita semua dengan anggota keluarga kita masing-masing, kita datang ke gereja untuk mengucap syukur kepada Tuhan berkenaan dengan penyertaan Tuhan selama setahun ziarah hidup keluarga kita. Kita sekalian juga hendak bercermin pada Keluarg Kudus Nazaret, agar kita pun harus selalu patuh pada tradisi-tradisi gereja dan juga tradisi-tradisi leluhur yang bernilai pemanusiawian manusiawi kita. Kita juga hendak menyerahkan keluarga kita, agar diberkati oleh Tuhan. Bila keluarga kita sudah diberkati, maka harapannya adalah kita semua harus mengusahakan Ketahanan Keluarga Katolik. Ketahanan Keluarga Katolik ditandai dengan adanya: Keamanan, Kebahagiaan, Keteraturan dan Kedamaian.

Keluarga kita dikatakan memiliki keindahan apabilaa ditandai dengan keserasian dan kehamormonisan. Maka butuh komunikasi. Keamanan kehidupan keluarga ditandai adanya kesetiaan. Maka perlu adanya kejujuran dan keterbukaan. Kebahagiaan Kehidupan keluaga katolik ditandai dengan adanya Kasih Sayang. Maka harus diwujudkan dalam perkataan dan perbuatan. Keluarga Katolik ditandai dengan adanya keteraturan maka harus Saling Melayani. Keluarga Katolik itu ditandai dengan adanya kedamaian. Maka wajib membangun relasi intim personal dengan Tuhan di dalam keluarga. Bila kita telah berhasil membangun ketahanan keluarga katolik maka paling tidak kita sudah meneladani Keluarga Kudus Nazaret yang kita peringati hari ini. ***