Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Kej. 22:1-2.9a.10-13.15-18; 1 Rm.8:31b-34; Mrk.9:2-10
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, seminggu yang lalu, kia mendengar injil yang menceritakan tentang Yesus dibawa oleh Roh-Nya ke Padang Gurun untuk dicobai. Pointnya yang saya sampaikan minggu lalu, bukan pada godaan, melainkan pada Padang Gurun, sebagai tempat perjumpaan penuh kasih antara Yesus dan Bapa-Nya. Bahwa semakin dekat dengan Tuhan, godaan demi godaan silih berganti datangnya. Namun Yesus berhasil mengatasinya. Hal ini disebabkan oleh karena Yesus secara intens menjalin relasi intim mesra dengan Bapa-Nya. Yesus, dalam relasi dengan Bapa-Nya itu, hanya memfocuskan perhatiannya secara utuh hanya kepada Bapa-Nya. Karena itu maka godaan-godaan itu dapat diatasi dengan baik.
Sesudah berjumpah dengan Bapa-Nya di Padang Gurun, enam hari kemudian, Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes bersama-sama dengan-Nya untuk naik ke sebuah gunung yang tinggi. Gunung yang tinggi itu tidak disebutkan namanya oleh penginjil Markus, namun oleh dua penginjil yang lain, Mateus dan Lukas menyebut gunung itu bernama Tabor. Sebagaimana padang gurun, gunung yang tinggi juga seringkali digambarkan oleh Perjanjian Lama sebagai tempat bersua-kasih dengan Yang Ilahi dalam kebesaran dan keagungan-Nya. Di tempat tinggi itulah Dia menyatakan kehendak-Nya sebagaimana dilakukan-Nya pada nabi Musa dan nabi Elia. Di Puncak Sinai turunlah sabda Tuhan kepada Musa. Dari puncak itu pula, Musa menerima dua loh batu yang berisi 10 Firman Tuhan. Dekalog itu kemudian dibawa oleh Musa kepada orang Israel yang dijadikan sebagai pandangan hidup mereka. (bdk. Kel.24:12-18). Demikian pula dengan nabi Elia, ia berjalan selama 40 hari dan 40 malam ke Gunung Horeb. Di gunung itu, dia mendapatkan penugasan baru dari Allah untuk menunjukkan kewibawaan-Nya kepada raja Israel (1 Raj. 19:8-18).
Hari ini, ketika, Yesus berada di gunung yang tinggi itu, Dia berubah rupa. Penginjil mencatat perubahan itu sebagai berikut:” Pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat mengelantang pakaian seperti itu. Maka nampaklah kepada mereka Elia bersama dengan Musa, keduanya sedang berbicara dengan Yesus.” Perubahan rupa Yesus itu sering disebut Transfigurasi. Dalam transfiguari itulah, ketiga murid Yesus menyaksikan Musa dan Elia sedang berbicara dengan Yesus. Penginjil tidak menyampaikan apa isi percakapan tiga tokoh ini.
Namun dapat ditafsir demikian, bahwa sebagaimana Musa dan Elia berjumpa dengan Tuhan di Puncak Gunung Sinai dan Nabi Elia di Gunung Horeb untuk mendapatkan penugasan baru demikian pun perjumpaan Yesus dengan Bapa-Nya di Gunung yang tinggi itu, adalah penugasan lanjutan bagi Putra-Nya. Nyelamatkan manusia melalui perjalanan salib.
Namun, sebelum meneguhkan kembali misi penyelamatan itu, Yesus diumumkan sekali lagi kepada public (sebelumnya adalah ketika Yesus dipermandikan di sungai Yordan) bahwa Dia adalah Anak yang Dikasihi-Nya. Misi penyelamatan manusia oleh Yesus Kristus adalah melalui jalan salib, jalan penderitaan dan kematian-Nya. Karena itu maka Yesus terlebih dahulu mengingatkan ketiga muridNya:” Jangan menceriterakan kepada seorangpun apa yang telah mereka lihat itu, sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati.” Mereka memegang pesan tadi sambil mempersoalkan di antara mereka apa yang dimaksud dengan “bangkit dari antara orang mati,” karena mereka belum tahu bahwa misi penyelamatan manusia oleh Yesus harus dilalui-Nya dengan penderitaan dan kematian.
Larangan Yesus yang kemudian menjadi bahan diskusi ketiga murid itu, pelan-pelan mulai tersingkap. Tatkala Yesus memulai perjalanan salib-Nya, Dia sekali lagi meminta ketiga murid ini menemani-Nya di Taman Getzemani. Di kedua tempat itu: Tabor dan Getzemani, Yesus berharap agar ketiga murid-Nya ini menyelami kedalaman bathin Yesus. Bathin Yesus tatkala dimuliakan di atas Gunung Tabor sebagai Putra yang Dikasihi Bapa, tetapi juga bathin Yesus yang sedang gunda gulana, tatkala mulai mengalami perihnya perjalanan salib.
Pertanyaannya, apakah ketiga murid ini mampu menyelami kedalaman bathin Yesus untuk memahami kekinian Yesus saat itu? Ternyata mereka gagal. Mereka benar-benar gagal memahami siapakah Yesus saat itu sebenarnya. Mereka gagal karena terlalu berkutat dengan diri mereka sendiri, mereka berdiskusi untuk segera mengetahui jawaban misteri di balik larangan Yesus itu.
Mereka juga gagal memahami kerkah bathin Yesus sebagai manusia, yang seolah tak kuasa menanggung derita ini, hingga Dia harus berdoa:” Ya Bapa, jikalau Engkau mau, biarlah piala ini berlalu daripada-Ku.” Di saat Yesus mengalami sakrat maut seperti ini, ketiga murid malah sedang terlelap dalam tidurnya. Supaya kegagalan demi kegagalan tak boleh mereka alami lagi. Maka pasca berdoa di Taman Getzemani, Yesus mengampiri mereka dan membangunkan mereka seraya berkata:” Tidak berjaga-jagakah kamu bersama saya walau hanya sejam saja?”
Saudara-saudara yang terkasih, Yesus berubah rupa, di depan mata ketiga murid-Nya dan pakaian-Nya sangat putihberkilat-kilat. Menyaksikan pemandangan yang sangat mengagumkan itu, Petrus tampil mewakili kedua murid untuk meminta kepada Yesus:” Rabi, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” Yesus tidak menanggapi permintaan Petrus. Karena Dia tahu, yang dikatakan Yesus itu adalah pikiran manusia. Petrus tidak tahu, apa yang bakal terjadi pasca Transfigurasi itu. Maka Yesus kemudian mengajak murid-murid-Nya untuk berangkat dari situ. Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka, supaya mereka jangan menceriterakan kepada seorangpun apa yang telah mereka lihat itu, sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati.
Yesus mengajak murid-murid-Nya untuk segera kembali. Mereka tidak boleh terpukau dalam suasana yang sungguh membahagiakan itu. Karena ada sesuatu yang belum selesai. Sesuatu itu adalah misi penyelamatan umat manusia oleh Yesus sendiri. Misi penyelamatan yang dilaksanakan Yesus itu, melalui perjalanan yang tidak diduga sebelumnya oleh para murid, yakni perjalanan Golgotha yang dimulai dari Taman Getzemani. Maka, peristiwa Transfigurasi Tabor adalah sebuah kekuatan bagi Yesus, untuk memulai perjalanan salib-Nya, dengan sebuah kepercayaan penuh pada Bapa-Nya yang telah menyatakan diri-Nya sebagai Putra yang Dikasihi.