Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Kis.4:8-12; 1 Yoh. 3:1-2; Yoh. 10:11-18.
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, hari ini kita memasuki Minggu Paskah IV. Pada tahun liturgy ini, kita mendengar injil tentang Gembala Yang Baik. Gagasan Gembala Baik ini berasal dari Perjanjian Lama.
Dalam Kitab Mazmur 23 kita menjumpai tulisan Nabi Daud yan menyebut Tuhan sebagai Gembala Baik. “TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku.Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya,sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku i penuh melimpah.”
Sedangkan dalam nubuat nabi Yehezekiel ia mengatakan:” Hai anak manusia, bernubuatlah melawan gembala-gembala Israel, bernubuatlah dan katakanlah kepada mereka, kepada gembala-gembala itu: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Celakalah gembala-gembala Israel, yang menggembalakan dirinya sendiri! Bukankah domba-domba yang seharusnya digembalakan oleh gembala-gembala itu? Kamu menikmati susunya, dari bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi domba-domba itu sendiri tidak kamu gembalakan. Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman.Dengan demikian mereka berserak, oleh karena gembala tidak ada, dan mereka menjadi makanan bagi segala binatang di hutan. Domba-domba-Ku berserak dan tersesat di semua gunung dan di semua bukit yang tinggi; ya, di seluruh tanah itu domba-domba-Ku berserak, tanpa seorangpun yang memperhatikan atau yang mencarinya. Oleh sebab itu, hai gembala-gembala, dengarlah firman TUHAN.”
Dari dua kutiban biblis di atas, ternyata terdapat kontradiksi yang luar biasa. Nabi Yehezekiel menampilkan perilaku gembala-gembala Israel yang jahat yang membuat Tuhan murka. Gembala-gembala Israel yang tidak lain adalah para imam, nabi dan raja justru perilaku penggembalaannya kepada Israel dengan sangat buruknya. Yehezikiel mencatat bahwa para gembala itu justru menggembalakan dirinya sendiri. Mereka melakukan penindasan terhadap kelompok-kelompok rentan yang tidak berdaya. Mereka melakukan perampokan dan dan tipu daya terhadap para janda dan yatim piatu. Mereka lari meninggalkan kaum lemah. Mereka menginjak-injak kaum anawim dengan kekerasan dan kekejaman. Karena keserakahan, korupsi, dan mementingkan diri sendiri, mereka telah lalai menuntun umat Allah sebagaimana dikehendaki oleh-Nya. Mereka memeras umat itu (Yeh 34:3) dan menggunakan mereka untuk kepentingan pribadi.
Ketika berhadapan dengan perilaku gembala seperti ini, Tuhan berfirman melalui nubuat Yehezekiel bahwa suatu saat Allah akan mengirim seorang Gembala yang berkenan kepada-Nya (yaitu Sang Mesias) yang akan sungguh-sungguh memelihara umat-Nya. Mereka tidak akan diperas dan digunakan, melainkan akan menerima “hujan yang membawa berkat.”
Saudara-saudara, Gembala Baik itu terpersonifikasi dalam diri Yesus yang disampaikan oleh penginjil Yohanes hari ini. Akulah gembala yang baik. Ciri gembala yang baik adalah mengenal domba-domba dan domba-domba mengenalnya. memberikan nyawa bagi domba-domba. Semua domba yang telah mengenalnya itu akan mendengarkan suaranya, kemudian menuntun mereka dan menjadikan mereka sebagai satu kawanan.
Bapa ibu, saudara, saudari yang terkasih, pertanyaannya sekarang, siapakah yang dimaksudkan dengan gembala di zaman ini dan siapakah mereka yang disebut sebagai domba? Saudara, para gembala saat ini adalah para orang tua yang berada di rumah masing-masing yang dengan penuh kasih sayang menggembalakan anak-anak mereka; Para orang tua tentu memiliki berbagai cara untuk “menggembalakan” anak-anak mereka dengan prinsip:” yang pahit jangan cepat dimuntahkan dan yang manis jangan cepat ditelan.”
Gembala itu adalah para guru dan dosen di lembaga-lembaga pendidikan, yang memiliki berbagai kiat untuk mencerdaskan anak-anak bangsa yang sedang diasuh mereka. Gembala itu adalah pimpinan-pimpinan atau kepala-kepala yang berada di lingkup pemerintahan dan swasta, yang bertanggungjawab untuk memberdayakan segala kemampuan para anakbuahnya demi untuk memberikan pelayanan public yang terbaik. Gembala itu adalah para aktifitas LSM yang dari desa-ke desa yang nun jauh terpencil, memberikan pelayanan dengan hati dengan prinsip kesederajatan dan kesetaraan.
Dan saudara-saudaraku, gembala itu, adalah para uskup dan imam yang dengan sadar telah menyalibkan keinginan manusiawinya untuk membaktikan dirinya bagi kehidupan dan keselamatan umatnya. Gembala itu adalah para pimpinan biarawan-biarawati yang telah berikrar setia untuk mendedikasikan dirinya kepada kehidupan banyak orang.
Bila kita sudah menyebutkan gembala-gembala tadi dengan komitmen penggembalaan mereka, pertanyaannya adalah, apakah mereka semua itu, telah menjadi gembala yang baik, yang menuntun domba-dobanya, yang mengenal doma-domba mereka dan bahkan mengurbankan dirinya demi keselamatan orang-orang yang digembalai atau malah menjadi gembala yang hanya menggembalakan dirinya sendiri?
Jika kita menjadi gembala yang baik maka siapapun baik itu gembala maupun domba, kita semua, – anda dan saya – akan disebut sebagai anak-anak Allah sebagaimana yang dikatakan dalam surat Yohanes. “Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah,tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakandiri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya.”
Bila kita semua sudah menjadi anak-anak Allah maka kita semua akan menjadi satu kawanan, dan karena itu kita semua akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.
Dengan itu, kita semua boleh bersukacita untuk berpadu dalam lantunan doa Mazmur 23:”TUHAN adalah gembalaku,takkan kekuranganaku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benaroleh karena nama-Nya.Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman,aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidanganbagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak;pialakupenuh melimpah. Kebajikan dan kemurahanbelaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.”