Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK ledalero
Kis.10:25.26.34.35.44-48; 1 Yoh.4:7-10; Yoh. 15:9-7
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, sancta Theresia dari Calcuta, adalah orang yang sangat terkenal semasa dia masih hidup. Karena jasanya yang begitu besar terhadap kemanusiaan, maka sejak masa hidupnya dia sudah digelari “santa” – orang kudus. Dikisahkan, pada tanggal 10 September 1946, Teresa mengalami “panggilan” saat bepergian dengan kereta api ke biara Loreto di Darjeeling dari Kalkuta untuk retret tahunannya. Pada saat itu juga, Ia mendengar kata “saya haus”. “Saya kemudian meninggalkan biara dan membantu orang miskin sewaktu tinggal bersama mereka. Ini adalah sebuah perintah.”
Dia memulai pekerjaan misionarisnya bersama orang miskin pada 8 Desember 1948, meninggalkan jubah tradisional Loreto dengan sari katun sederhana berwarna putih dihiasi dengan pinggiran biru. Bunda Teresa mengadopsi kewarganegaraan India, menghabiskan beberapa bulan di Patna untuk menerima pelatihan dasar medis di Rumah Sakit Keluarga Kudus dan kemudian memberanikan diri ke daerah kumuh.Ia mengawali sebuah sekolah di Motijhil (Kalkuta); kemudian ia segera membantu orang miskin dan kelaparan. Pada awal tahun 1949, ia bergabung dalam usahanya dengan sekelompok perempuan muda dan meletakkan dasar untuk menciptakan sebuah komunitas religius baru untuk membantu orang-orang “termiskin di antara kaum miskin”.
Dari pengalaman pelayanan kemanusiaannya itu, Teresa menulis dalam buku hariannya bahwa tahun pertamanya penuh dengan kesulitan. Ia tidak memiliki penghasilan dan harus memohon makanan dan persediaan. Teresa mengalami keraguan, kesepian dan godaan untuk kembali dalam kenyamanan kehidupan biara. Ia menulis dalam buku hariannya:
“Tuhan ingin saya masuk dalam kemelaratan. Hari ini saya mendapat pelajaran yang baik. Kemelaratan para orang miskin pastilah sangat keras. Ketika saya mencari tempat tinggal, saya berjalan dan terus berjalan sampai lengan dan kaki saya sakit. Saya bayangkan bagaimana mereka sakit jiwa dan raga, mencari tempat tinggal, makanan dan kesehatan. Kemudian kenikmatan Loreto datang pada saya. ‘Kamu hanya perlu mengatakan dan semuanya akan menjadi milikmu lagi,’ kata sang penggoda… Sebuah pilihan bebas, Tuhanku, cintaku untukmu, aku ingin tetap bertahan dan melakukan segala keinginan-Mu merupakan kehormatan bagiku. Aku tidak akan membiarkan satu tetes air mata jatuh karenanya.”
Pada tahun 1952, Bunda Teresa membuka Home for the Dying pertama diatas lahan yang disediakan oleh kota Kalkuta. Inilah rumah sakit gratis untuk orang miskin. Mereka yang dibawa ke rumah tersebut menerima perhatian medis dan diberikan kesempatan untuk meninggal dalam kemuliaan sebagai citra Allah.
Saudara-saudara yang terkasih, ketika minggu lalu Yesus meminta agar kita bersatu dengan sang pokok anggur untuk menghasilkan buah berlimpah, maka salah satu wujud dari “buah”itu adalah perbuatan kasih. Perbuatan kasih harus berkiblat pada kasih yang disampaikan pada hari ini oleh Yesus:”Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.”
Perwujudan kasih yang dilakukan oleh manusia harus mencontohi kasih Bapa terhadap Putra Tunggal-Nya sebagaimana yang dikatakan oleh Yesus dalam injil yang kita dengar hari ini:” Seperti Bapa telah mengasihi Aku.” Ukuran kasih kita adalah kasih yang harus mengurbankan diri sebagaimana yang dicontohkan oleh Yesus sendiri:” Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.”
Kasih yang dicontohkan oleh Yesus adalah kasih tanpapamrih; kasih yang dicontohkan oleh Yesus adalah kasih tanpa perhitungan; kasih yang dicontohkan Yesus adalah kasih yang tidak bermotif do ut des , – saya memberi supaya engkau memberi -. Kasih yang dicontohkan Yesus itu bukan kasih yang setengah-setengah. Kasih yang dicontohkan Yesus bukanlah kasih yang memiliki pretensi tertentu; kasih yang dicontohkan Yesus bukanlah kasih berselimut dengan sekat-batas;
Hanya orang yang memiliki kasih yang tulus ikhlas adalah bukti bahwa mereka benar-benar tinggal dan bersatu dengan Yesus sebagai Pokok Anggur Sejati. Yesus yang adalah pokok anggur sejati itu, dua kali Dia berikan perintah yang sama. Hendaklah kamu saling mengasihi. Hal ini diucapkan Yesus tatkala Yesus makan perjamuan terakhir bersama murid-Nya dan mencuci kaki para rasul-Nya. Perintah yang sama, diulangi Yesus pada hari-hari terakhir sebelum Dia Naik Ke Surga. Maka pesan itu, menjadi amanat yang penting. Menjadi kata-kata wasiat yang tidak boleh diabaikan dengan alasan apapun.
Karena amat Yesus begitu agung dan memiliki nilai keselamatan universal maka, pesan itu terus-menerus dikumandangkan, misalnya melalui bacaan II yang kita dengar pada hari ini:” Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. ”
Amanat itu telah terinternalisasi dalam diri santa Theresia dari Kalkuta, yang mengabdikan dirinya sebagai pelayan kemanusiaan.
Dia kemudian menulis :” Cinta dan kasih sayang itu dimulai dari rumah, dan cinta bukanlah seberapa banyak yang kita perbuat, melainkan seberapa besar cinta yang kita berikan dalam perbuatan itu.
Dan apabila suatu saat kita dipanggil Tuhan, kata-kata orang kudus ini menjadi inspirasi untuk kita terus berbuat baik selama kita masih diberi waktu:” Saya tidak dapat memastikan seperti apa surga itu, tetapi yang saya tahu, ketika kita meninggal, itulah waktu Allah untuk menghakimi kita. Ia tidak akan bertanya, “berapa banyak hal baik yang sudah kamu lakukan di hidupmu?”, melainkan “sebesar apakah cinta yang sudah kamu taruh di setiap apa yang kamu lakukan?”
Marilah kita lakukan perbuatan-perbuatan kecil dengan cinta yang besar. Dengan itu maka kita telah memenuhi undangan-Nya dalam injil hari ini:” Tinggallah Di Dalam Kasih-Ku.”