Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Kel. 24:3-8; Ibr.9:11-15; Mrk.14:12-16,22-26
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, hari ini umat Katolik di seluruh dunia serentak merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Pesta ini dikenal juga dengan sebutan Corpus Christi, yang dirayakan untuk menghormati Sakramen Ekaristi. Pada perayaan ini umat Katolik memuliakan ekaristi sebagai sakramen yang diberikan Yesus kepada murid-Nya pada perjamuan terakhir. Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus merupakan momen yang tepat bagi umat Katolik untuk menghormati dan merayakan kehadiran Kristus. Umat Katolik percaya bahwa dalam sakramen ini, Yesus hadir secara nyata dalam bentuk yang tersembunyi.
Saudara-saudara terkasih, sudah sekitar dua kali, berkaitan dengan pesta ini, saya berkotbah dengan mengutip berbagai sumber yang menulis tentang Sejarah Corpus Christi. Hari ini, saya mengutip dokuman tentang “Transiturus de Hoc Mundo dari Paus Urbanus IV yang mengeluarkan dokumen ini pada tanggal 11 Agustus tahun 1264. Saya mengutip beberapa point dari dokumen ini, untuk menegaskan kepada kita tentang betapa pentingnya Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Sri Paus menulis demikian:
“ Kristus, penyelamat kita, yang akan berangkat dari dunia ini untuk naik kepada Bapa, sesaat sebelum Sengsara-Nya, pada Perjamuan Terakhir, menetapkan, untuk mengenang kematianNya, Sakramen Tubuh dan Darah-Nya yang tertinggi dan agung, yang memberi kita Tubuh sebagai makanan dan Darah sebagai minuman.
Setiap kali kita makan roti ini dan minum dari piala ini, kita mengumumkan kematian Tuhan, karena Dia memberi tahu para rasul selama pelembagaan sakramen ini: “Lakukan ini untuk mengenang Aku”, sehingga sakramen yang agung dan mulia ini menjadi bagi kita kenangan utama dan paling istimewa tentang cinta besar yang dengannya Dia mencintai kita. Suatu kenangan yang mengagumkan dan luar biasa, manis dan lembut, mahal dan berharga, di mana keajaiban dan keajaiban diperbarui dan di atas segalanya, kekuatan diperoleh untuk hidup dan untuk keselamatan kita.
Itu adalah peringatan yang manis, sakral dan bermanfaat di mana kita memperbaharui rasa syukur kita atas penebusan kita, kita menjauhkan diri dari kejahatan, kita memantapkan diri kita dalam kebaikan dan kemajuan dalam perolehan kebajikan dan rahmat. Dalam Sakramental peringatan Kristus ini Dia hadir di tengah-tengah kita, dengan wujud yang berbeda, namun dalam hakikat-Nya yang sebenarnya.
Sakramen Mahakudus adalah sebuah monumen yang benar-benar layak untuk tidak dilupakan, karena ia merupakan keagungan cinta ilahi yang tak terbatas, belas kasihan ilahi yang tak terhingga, pencurahan surgawi yang melimpah! Dan karena begitu besarnya keagungan Tuhan terhadap kita, ingin menunjukkan kepada kita lebih lagi kasih-Nya yang tak terhingga, dalam pencurahan ia mempersembahkan diri-Nya dan melampaui kemurahan hati terbesar dan setiap ukuran kasih amal, ia memberikan dirinya sebagai makanan supernatural.
Kemurahan hati yang tunggal dan mengagumkan, di mana pemberi datang ke rumah kita, sesungguhnya orang yang memberi dirinya adalah orang yang tiada habisnya dermawannya, dan wataknya yang penuh kasih sayang. Oleh karena itu, Juruselamat diberikan sebagai makanan; dia ingin, sama seperti manusia yang dikubur dalam kehancuran karena makanan terlarang, dia akan hidup kembali untuk mendapatkan makanan yang diberkati; manusia jatuh demi buah dari pohon kematian, tetapi kemudian bangkit demi roti kehidupan. Tentang makanan pertama itu dikatakan: “Pada hari kamu memakannya kamu akan mati”; yang kedua ada tertulis: “Siapa pun yang makan roti ini akan hidup selama-lamanya.”
Juruselamat bersabda: “Daging-Ku benar-benar makanan dan darah-Ku benar-benar minuman.” Sakramen yang agung dan terhormat, baik hati! dan dipuja, engkau layak untuk dirayakan, diagungkan dengan pujian yang paling mengharukan, atas lagu-lagu yang penuh inspirasi, atas serat-serat jiwa yang terdalam, atas anugerah-anugerah yang paling setia.
Karena itu marilah kita selalu pergi ke sakramen agung ini untuk selalu mengingat Dia yang seharusnya menjadi kenangan sempurna.”
Saudara-saudara terkasih apa yang direfleksikan oleh Paus Urbanus IV tentang Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus ini tentu tidak terlepas dari kisah Yesus bersama para murid-Nya sebagaimana yang tulisan Markus tentang Penetapan Perjamuan Malam.
Markus menulis:” Dan ketika Yesus dan murid-murid-Nya sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: “Ambillah, inilah tubuh-Ku” Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka, dan mereka semuanya minum dari cawan itu. Dan Ia berkata kepada mereka: “Inilah darah-Ku, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang.”
Inilah TubuhKu, Inilah DarahKu adalah sebuah pernyataan penyerahan diri seutuhnya tanpa keraguan sedikitpun untuk mengorbankan diriNya untuk keselamatan manusia. Maka dari itu, Dia berani “pecah-pecahkan” TubuhNya Dia berani tumpahkan darahNya bagi banyak orang.
Maka pesan yang hendak disampaikan secara lugas kepada siapapun yang merayakan Tubuh dan Darah Kristus pada hari ini adalah pengorbanan. Rela mengorbankan diri, berani “membagi-bagi” diri untuk kebahagiaan bahkan keselamatan orang lain.
Saya hendak mengakhiri kotbah ini dengan mengangkat ilustrasi berikut ini:
“Adalah seekor induk burung pelican. Ia memiliki dua ekor anak yang barusan saja ia tetas. Sayangnya, anak-anak burung ini diperanakan pada saat yang tidak tepat. Saat itu, terjadi musim kemarau yang berkepanjangan. Akibatnya, tidak ada bahan makan yang bisa dicari induk pelikan untuk anak-anakknya. Selain tidak ada bahan makan, yang lebih parah lagi adalah tidak lagi ada air minum sebagaimana biasanya. Musim kemarau yang berkepanjangan itu, membuat sungai-sungai bahkan danau-danau menjadi kering. Saat itu benar-benar musim paceklik yang sangat parah.
Anak-anak pelikan semakin hari semakin kurus dan loyoh. Tiada asupan makanan dan minuman yang mereka dapatkan. Kondisi mereka kian lemas. Melihat keadaan mereka itu, induk pelican tak sampai hati, membiarkan anak-anaknya mati kelaparan dan kehausan.
Tiada jalan lain untuk menyelamatkan anak-anaknya. Ia kemudian mengarahkan paruhnya yang panjang itu ke temboloknya. Ia kemudian tanpa takut sedikitpun mematuk temboloknya itu. Seketika itu juga, keluarlah darah segar. Darah itulah yang menjadi makanan dan minuman kedua anaknya.
Tak disangka. Darahnya keluar sedemikian banyaknya. Ternyata, tidak lama kemudian, ia mati karena kehabisan darah. Burung ini, dengan kekhasan paruh yang panjang berwarnah merah kemudian menjadi symbol pengorbanan.”