Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Keb 1:13-15;2:23-24; 2Kor 8:7.9.13-15; Mrk 5:21-43
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, saya pernah membaca tulisan mantan gubernur NTT, Herman Musakabe dalam harian Pos Kupang. Beliau menulis dengan judul:” Manusia kaya makna.” Beliau mengatakan bahwa untuk menjadi manusia kaya makna, berarti menjadi manusia yang berguna bagi orang lain. Seseorang harus menjadikan dirinya sebagai sesama bagi orang lain. Menjadi man for others. Bukan menjadi sumber petaka bagi orang lain. Singkatnya, seseorang itu secara moral dituntut untuk menjadi manusia kaya makna bagi orang lain.
Saudara-saudara, hari ini kita dengar tentang Yesus yang adalah Manusia itu menampilkan jati diriNya sebagai Manusia Kaya Makna melalui dua karya agung – mukjizat penyembuhan dan kebangkitan – yang kita dengar dalam injil hari ini. Injil memberitakan bahwa setelah Yesus mewartakan Kerajaan Allah di Gerasa, bangsa non Yahudi sebagaimana kotbah saya minggu lalu, Dia kembali lagi ke Galilea, negeri Yahudi. Selengkapnya injil bersaksi:”Sedang Ia berada di tepi danau, datanglah seorang kepala rumah ibadat yang bernama Yairus. Ketika ia melihat Yesus, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya dan memohon dengan sangat kepada-Nya: “Anakku perempuan sedang sakit, hampir mati, datanglah kiranya dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup.” Lalu pergilah Yesus dengan orang itu. Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan berdesak-desakan di dekat-Nya.”
Yesus yang adalah Tuhan sekaligus Manusia itu cepat tanggap. Ia prihatin setelah mendengar kata-kata penuh ibah disertai ketersungkuran kepala rumah ibadah itu. Itulah pernyataan keteguhan imannya. Karena itu ia merintih: “Anakku perempuan sedang sakit, hampir mati.” Itu artinya, putrinya sudah tidak berdaya lagi. Dia sedang melewati sakratmaut. ”Datanglah kiranya dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup.”
Yesus mengetahui begitu dalam iman kepala rumah ibadat itu. Maka tanpa tunggu lama-lama, Yesus pergi dengan orang itu. Namun kemudian Injil bersaksi bahwa sebelum tiba di rumah kepala rumah ibadat, Yesus terhenti oleh karena seorang perempuan yang sudah dua belas tahun menderita sakit pendarahan. Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, sehingga telah dihabiskannya semua yang ada padanya, namun sama sekali tidak ada faedahnya malah sebaliknya keadaannya makin memburuk.
Dia sudah mendengar berita-berita tentang Yesus, maka di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubah-Nya. Sebab katanya: “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya “Siapa yang menjamah jubah-Ku?” Murid-murid-Nya menjawab: “Engkau melihat bagaimana orang-orang ini berdesak-desakan dekat-Mu, dan Engkau bertanya: Siapa yang menjamah Aku?” Maka tampillah perempuan dan tersungkur di depan Yesus dan dengan tulus memberitahukan segala sesuatu kepada-Nya. Maka kata-Nya kepada perempuan itu: “Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!”
Terhentinya Yesus oleh karena perempuan ini, ternyata berakibat fatal bagi kepala rumah ibadat itu. Datanglah orang untuk memberitakan kabar duka kepadanya:” Anakmu sudah mati, apa perlunya lagi engkau menyusah-nyusahkan Guru?” Tetapi Yesus berkata kepada kepala rumah ibadat: “Jangan takut, percaya saja!” Sesudah itu Yesus masuk dan berkata kepada orang-orang itu: “Mengapa kamu ribut dan menangis? Anak ini tidak mati, tetapi tidur!” Lalu Yesus memegang tangan anak itu, kata-Nya: “Talita kum,” yang berarti: “Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!” Seketika itu juga anak itu bangkit berdiri dan berjalan, sebab umurnya sudah dua belas tahun. Semua orang yang hadir sangat takjub.”
Pertanyaannya adalah mengapa Yesus harus berhenti? Bukankah putri Yairus itu sudah dalam keadaan sekarat maka mustinya Yesus harus cepat-cepat pergi ke sana? Tetapi mengapa Yesus berhenti? Yesus terhenti oleh karena Roh Kudus. Roh Kuduslah yang menghentikan perjalanan Yesus, karena ada satu hal yang harus segera dilakukan Yesus, menyembuhkan wanita itu, sebagai penyataan Kerajaan Surga.
Saudara-saudaraku, Yesus menyembuhkan perempuan yang 12 tahun sakit pendarahan (29, 34), dan membangkitkan anak Yairus (42) adalah mujizat, – karya agung Allah-. Mujizat adalah keajaiban yang menyatakan kuasa dan kemuliaan Tuhan. Hal itu dilakukan agar orang yang melihatnya menjadi percaya kepada-Nya. Tetapi, mujizat itu tidak bisa datang begitu saja. Mujizat itu terjadi harus sebagai respons akan iman manusia. Yesus mengetahui dengan baik keteguhan iman perempuan dan kepala rumah ibadat itu. Maka mukjizat itu pun terjadi. “Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!”
Lalu. Bagaimana dengan kepala rumah ibadat itu? Dia yang ketika menjumpai Yesus di danau dan tersungkur kepada-Nya, oleh Yesus dikatakan kepadanya:” Jangan takut, percaya saja. Sesudah itu Ia masuk dan berkata kepada orang-orang itu: “Mengapa kamu ribut dan menangis? Anak ini tidak mati, tetapi tidur!” Lalu dipegang-Nya tangan anak itu, kata-Nya: “Talita kum,” yang berarti: “Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!” Seketika itu juga anak itu bangkit berdiri dan berjalan.
Putri kepala rumah ibadat itu sudah meninggal dunia tetapi Yesus justru menggunakan kata ‘tertidur’ sejatinya merujuk pada kondisi iman kepala rumah ibadat yang mulai tergoyahkan. Bahwa iman kepala rumah ibadat itu mulai lesu, lemah, “tertidur” dan nyaris tak berdaya. Kata tertidur yang digunakan Yesus itu sejatinya adalah tanggapan Yesus untuk membangun kembali iman sang ayah, yang tampaknya tak berpengharapan lagi.
Saudara-saudaraku, kita ibarat Kepala Rumah Ibadat dan Wanita yang terlilit penyakit pendarahan itu. Dalam perjalanan hidup kita, kita masing-masing punya soal, punya masalah hidup. Mungkin ada yang berat sekali., tetapi ada juga yang tidak terlalu berat. Ketika kita sedang terperangkap dalam situasi itu, kedua sosok itu mengajak kita untuk menjumpai Yesus dengan “tersungkur” kepada-Nya.
Kita harus percaya sungguh bahwa sentuhan dan kehadiran Yesus itulah yang terutama dalam hidup kita. Sentuhan-Nya berkuasa untuk menyembuhkan karena Ia mengasihani kelemahan kita. Sedangkan yang dituntutt dari kita adalah tanggung jawab untuk mendambakan kesembuhan dengan selalu mendekatkan diri kepadaNya. Akhirnya, mari kita berdoa agar Tuhan meneguhkan iman kita yang percaya pada kuasa-Nya. Percayalah bahwa mujizat agung Allah masih akan terus nyata dalam diri kita masing-masing. Karena itu kepada kita satu demi satu, Tuhan berkata:” Bangunlah!Berdiri dan berjalanlah!!