Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero

Bacaan: Yeh. 2:2-5; 2Kor. 12:7-10; Mrk. 6:1-6

WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, adalah Deny Iskandar. Dia adalah salah satu mahasiswa muslim yang mendapat beasiswa dari Nostra Aetate untuk study di Roma. Selama di Roma, dia bertemu dua kali dengan Paus Fransiskus. Ketika mendengar rencana kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia bulan September, wartawan Tribun Network mengundang Deny untuk diwawancarai. Dalam wawancara itu wartawan bertanya bagaimana kesannya terhadap Paus Fransiskus?

Beliau mengatakan bahwa Paus Fransiskus bukan sekedar sebagai pemimpin tertinggi umat katolik seluruh dunia, tetapi beliau adalah tokoh dunia. Walau beliau adalah tokoh dunia, tetapi ketika kami beraudiens, beliau menyambangi dan menyalami kami satu per satu. Saya merasa bangga dan kagum karena disambangi oleh tokoh dunia ini.

Saudara-saudari, mahasiswa muslim yang hanya dua kali berjumpa langsung dengan Sri Paus meninggalkan kesan begitu mendalam terhadapnya, berbanding terbalik dengan sikap orang-orang Nasaret kepada Yesus, yang adalah orang mereka sendiri. Yesus sudah lama meninggalkan desa itu karena menjalankankan misi-Nya; setelah Dia berkeliling di Galiela bangsa Yahudi bahkan sampai di daerah Gerasa bangsa non Yahudi, Dia hendak pulang kampung.

Namun sayang, ketika Dia sedang mengajar di rumah ibadat, orang-orang-Nya malah mempertanyakan dari mana muasal kuasa-Nya? Bahkan mereka kemudian meremehkan Yesus dengan berkata:” Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.”

Orang Nasaret gagal kenal siapakah Yesus yang sebenarnya. Mereka benar-benar melihat Yesus hanya sebagai manusia saja, tetapi bukan sebagai nabi dan Tuhan. Sikap penolakan yang dilakukan orang-orang sekampung-Nya itu apakah sebagai bentuk irihati karena Yesus begitu populer di kalangan orang-orang Yahudi bahkan di luar bangsa non Yahudi? Atau, apakah orang Nazaret adalah tipe manusia yang menjadi susah apabila melihat orang lain senang atau mereka menjadi begitu senang bila melihat orang lain susah?
Entahlahh!! Tapi satu hal yang pasti. Yesus telah mengalami penolakan dari orang-orang-Nya sendiri. Oleh Paulus dalam bacaan II, kata penolakan disimbolkan dengan kata-kata duri dalam daging. Jadi, orang-orang Israel telah menusuk duri dalam daging Yesus. Duri dalam konteks ini memiliki makna selain penolakan, tetapi juga dapat berarti kesakitan, kesukaran, penderitaan, penghinaan ataupun kelemahan fisik.
Duri telah menusuk hati Yesus. Yesus sebagai manusia, tentu merasa terhina. Para murid yang sebelumnya begitu terkagum-kagum karena pengajaran dan mujizat-mujizat yang dibuat Yesus, justru di hadapan mereka, orang-orang sekampung-Nya malah mempermalukan Dia.
Pengusiran Guru di depan mereka sebagai murid, hendaknya dimaknai oleh murid-murid Yesus sebagai penolakan eskatologis, yang bakal mereka hadapi tatkala memberitakan Kerajaan Allah. Bahwa duri yang sedang menembusi hati Yesus, bakal juga mereka alami, karena itu harus siap mental dari sekarang. Guru saja ditolak, apalagi “hanya” sebagai murid.
Point penting dari pengalaman ini adalah bahwa dalam mendidik murid-murid-Nya, Yesus juga mengenalkan tantangan dan cobaan-cobaan. Para murid-Nya diajak menapaki jalan susah dalam rangka mewartakan Kerajaan Allah. Kesulitan diperkenalkan-Nya sebagai keniscayaan. Kesetiaan mereka kepada Yesus dan ketekunan menghadapi aneka masalah akan menjadikan mereka sebagai murid yang dikasihi-Nya. Bahwa tantangan, bahwa masalah itu biasa. Harus dihadapi dan diatasi. Jangan menghindari tantangan atau menolak susah. Tidak boleh putus asa, atau patah arang.
Saudara-saudaraku, apa yang dialami oleh Yesus hari ini, telah dinyatakan oleh Tuhan melalui nabi Yehezekiel. Kepada Yehezekiel Allah berfirman:” Hai anak manusia, Aku mengutus engkau kepada orang Israel kepada bangsa pemberontak yang telah memberontak melawan Aku. Mereka dan nenek moyang mereka telah mendurhaka terhadap Aku sampai hari ini juga. Kepada keturunan inilah, yang keras kepala dan tegar hati, Aku mengutus engkau dan harus kaukatakan kepada mereka: Beginilah firman Tuhan ALLAH. Dan baik mereka mendengarkan atau tidak–sebab mereka adalah kaum pemberontak-mereka akan mengetahui bahwa seorang nabi ada di tengah-tengah mereka.”
Orang Nazaret yang adalah keturunan Yahudi itu tipikal mereka adalah pemberontak, keras kepala dan tegar hati sebagaimana kata-kata Tuhan kepada Yehezekiel dalam bacaan I. Orang Nazaret itu mustinya harus sudah tahu bahwa Yesus itu tidak sekedar tukang kayu, putra Maria, dan memiliki saudara dan saudari tetapi dia adalah Nabi, utusan Allah sendiri. Namun sekali lagi, orang Nazaret gagal kenal Yesus karena berjiwa pemberontak, keras kepala dan tegar hati.
Penolakan, atau bahasa Paulus dalam bacaan II adalah duri yang dihujamkan oleh orang-orang Nazaret kepada Yesus, tidak membuat Yesus mundur selangkah pun dalam mewartakan Kerajaan Allah. Terhadap penolakan itu, Yesus hanya merasa heran atas ketidakpercayaan mereka. Penolakan Yesus di kampungNya membuat Dia putar haluan. Ia berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar. Jadi Yesus tidak baper dengan situasi penolakan di kampung-Nya sendiri. Dia tidak peduli dengan penolakan itu. Karena bagi-Nya adalah mewartakan Kerajaan Allah. Bahwa Kerajaan Allah yang di surga itu, harus terjadi juga di bumi. Karena itu Dia terus berkeliling sambil berbuat baik. Pergi-Nya Yesus ke tempat yang lain, menggambarkan jati diri Yesus sebagai Nabi sejati. Sebagai nabi, apapun situasinya, Dia tidak boleh menyerah!! Dia pantang mundur, biar badai menggelora, Dia tetap melangkah untuk melaksanakan misi perutusan-Nya.
Maka pesan berikut untuk para murid Yesus, juga untuk kita pengikut-Nya, – terlebih-lebih kaum berjubah- yang erat kaitannya dengan penyebarluasan Kerajaan Allah, adalah bahwa sekalipun ditolak, dihina dan dicampakan, teruslah berkarya demi Kerajaan Allah. Setialah selalu dalam panggilanmu karena Allah yang telah memilih dan memanggil Anda, Dia jualah yang terlebih dahulu menyiapkan kasih karunia untuk Anda. Kasih karunia itu adalah kehadiran, kemurahan, dan kuasa Allah. Ini merupakan suatu daya, suatu kekuatan sorgawi yang dikaruniakan kepada mereka yang berseru kepada Allah. Kasih karunia ini akan berdiam dalam diri orang percaya yang setia, yang mengalami duri dan kesukaran demi Kerajaan Allah.***