Oleh : Thomas B.Ataladjar )*
( Seri 3)
Herman Fernandez : Yang Kami Kenal dan Pertahankan, Cuma Satu, Negara Republik Indonesia
Patung HermanYoseph Fernandez di Larantuka
La Sinrang Jumpa Fernandez di Bui Gombong
Setelah La Sinrang dilumpuhkan dalam pertempuran, ia diangkut ke Gombong dalam kondisi luka parah. Sementara Herman Fernandez setelah berusaha menyelamatkan Alex Rumambi, ditembak kakinya dan diangkut juga ke Markas Belanda di Gombong.
Setelah lukanya membaik, La Sinrang diinterogasi oleh serdadu Belanda, apakah ia kenal dengan Fernandez. La Sinrang menjawab, “Ya.” Selang waktu sekitar dua minggu, La Sinrang dipindahkan ke tempat tahanan (bui) di Gombong. Di situlah ia bertemu Herman Fernandez yang sudah dianggap sebagai kakaknya sendiri . Mereka berpelukan layaknya sahabat yang sudah lama berpisah. Herman Fernandez bersyukur dipertemukan dengan La Sinrang yang telah menyelamatkan nyawanya. Ternyata ia juga masih hidup.
Diadili Politie Militaire Belanda
Setelah itu La Sinrang dan Herman Fernandez menjalani pemeriksaan yang dilakukan oleh Polisi Militer (Militaire Politie = MP), dengan tuduhan telah menembak mati komandan Belanda Nex dalam pertempuran Sidobunder. Selama diinterogasi, disaksikan oleh seorang pastor Belanda dan seorang juru foto yang memotret kedua tahanan Tentara Pelajar tersebut.
Herman Fernandez dan La Sinrang harus menjalani sistem peradilan kolonial Belanda yang merupakan instrumen kunci kekuasaan dalam mempertahankan kontrol atas penduduk dan melindungi posisi serta kepentingan orang-orang Belanda. Sistem peradilan macam ini juga dimanfaatkan sebagai instrumen penting selama perang dekolonisasi Indonesia, khususnya dalam rangka meredam semangat nasionalisme. Atas dalih ‘keadaan perang’, beberapa wilayah berdaulat direbut dan dikendalikan militer. Sebagai akibatnya, kekuasaan menjadi berada di tangan militer, begitu pula dengan sistem peradilannya.
Aparat peradilan militer Belanda berperan ganda. Di satu sisi, menghukum warga sipil dan pejuang Indonesia yang di mata Belanda melawan pemerintah kolonial. Mereka menangkap, menahan dan menghukum warga Indonesia dalam tanpa melalui proses peradilan sesungguhnya. Mereka dengan semena-mena menjatuhkan hukuman berat dalam persidangan. Otoritas militer kolonial Belanda ini, bisa berhasil mencegah dan melemahkan musuh. Pengadilan kolonial seperti ini juga yang dijalani oleh Herman Fernandez, dan La Sinrang, sebelum di eksekusi.
Saat diadili, La Sinrang ditanya, “Apa kamu yang tembak Kapten Nex?” Ia Sinrang menjawab “Tidak tahu! Karena pertempuran.” Saat itu La Sinrang baru tahu bahwa ternyata ada empat tentara Belanda yang ia tembak mati, seorang kapten Belanda dan tiga orang lainnya dari suku Ambon dan Timor. Bagi Belanda, kehilangan seorang Kapten, komandan pertempuran adalah sebuah kehilangan besar yang sangat berarti.
Setelah pastor dan pemotret itu pergi, La Sinrang dan Herman Fernandez dipukul dan disiksa secara kejam oleh tentara Belanda sambil terus memaki keduanya sebagai ”Anjing Soekarno!“.
Anjing Soekarno” adalah sebutan Belanda bagi tentara Republik Indonesia dan laskar-laskar Rakyat serta rakyat yang mendukung berdirinya RI. Sedangkan sebutan orang Republik terhadap Belanda beserta anteknya adalah “Anjing NICA.”
Negara Republik Indonesia, Harga Mati !
Dalam sidang pengadilan militer Belanda, Herman Fernandez diinterogasi dan diperiksa oleh militer Belanda. Ia ditanya: “Kau lebih memilih mana, Negara Indonesia Timur atau Yogyakarta”. Dengan lantang Fernandez menjawab “Yang kami kenal dan kami pertahankan cuma satu, Negara Republik Indonesia!” sahut Fernandez tegas. Jawaban dan sikapnya yang tak kenal kompromi ini, membuat ia semakin disiksa dan dipukul berkali-kali. Kemudian keduanya secara resmi dihadapkan di pengadilan militer Belanda di Gombong.
Herman Fernandez dituduh telah menembak mati kapten Nex. Karena saat tertangkap, Herman membawa senjata laras panjang. Sedangkan La Sinrang hanya membawa stand gun milik temannya yang gugur, dan sempat dipungutnya saat tertangkap. Herman Fernandez terus berusaha melindungi kawannya La Sinrang dengan mengakui bahwa dirinyalah yang menembak mati Kapten Nex, bukan La Sinrang.
Hingga beberapa saat sebelum Herman Fernandez dieksekusi, ia sempat mengakui bahwa apa yang dilakukannya kepada Nex adalah perbuatannya, dan bukan La Sinrang. Sementara di satu sisi, La Sinrang tidak mengetahui, bahwa Herman Fernandez membuat pengakuan berisiko tinggi bahwa dirinyalah pembunuh Kapten Nex, hanya demi menyelamatkan dirinya. Harga sebuah kesetiakawanan sejati. Herman Fernandez akhirnya dijatuhi hukuman mati. Pastor terus mendampinginya, menguatkan dan berusaha menolongnya dari hukuman mati yang dijatukan kepadanya.
Kisah kedatangan dan pendampingan pastor ini menarik buat diulas dari catatan pastor Belanda ini, yakni ketika La Sinrang dan Herman Fernandez ditangkap dan dipenjara di Gombong, kedua pejuang muda tersebut, terlihat sangat tegar, dan tidak mau menerima ampunan dari Belanda. Tak ada raut wajah gentar sedikit pun dari mereka, walau pedihnya siksaan Belanda harus dirasakan keduanya selama beberapa waktu.
Nampak jelas pastor ini berusaha menolong membebaskan Herman dan La Sinrang. “Pastor itu pernah menawarkan pertolongan, jika saya mau mengakui tuduhan itu. Tapi saya selalu menolaknya,” ujar Fernandez.
Dari pertemuan dengan Herman Fernandez beberapa kali sebagai pendamping rohaninya , dapat disimpulkan bahwa pastor pasti sudah tau siapa itu Fernandez dan latar belakang hidupnya. Juga tahu bahwa Herman Fernandez adalah seorang Katolik sejati dan anak didikan Hollandsche Indische Kweekschool (HIK), di Xaverius College, Muntilan. Pastor Belanda ini, mungkin juga mengenal pastor-pastor dan misionaris asal Belanda di Muntilan, yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Gombong. Dari interogasi yang dilakukan polisi militer Belanda, Pastor Belanda itu juga tau bahwa Fernandez fasih berbahasa Belanda. Dan bukan tidak mungkin pastor ini sudah punya kesimpulan bahwa Herman Fernandez bukanlah pelaku penembakan Kapten Nex. Bahkan mendampinginya saat akan dieksekusi sebagai pendamping rohani dan spiritualnya.
Mengingat bahwa Herman masih masih muda, pastor ini terus berupaya menolongnya. Namun Herman Fernandez tampak keras kemauannya. Kesetiakawanannya yang kuat kepada sahabatnya La Sinrang yang telah menyelamatkan nyawanya di saat sangat kritis dalam pertempuran dengan menembak mati Kapten Nex yang siap menarik pelatuk senjata untuk menghabisi dirinya, tak akan pernah Fernandez lupakan. Tanpa peluru terakhir dari La Sinrang yang menghabisi kapten Nex, entah bagaimana nasib Fernandez. Itulah sebabnya Fernandez tetap berkeras mau menyelamatkan La Sinrang dari eksekusi mati dengan mengaku, bahwa dirinyalah yang telah menembak mati Kapten Nex.
La Sinrang menuturkan bahwa suatu saat pastor datang lagi. Pastor itu kemudian mengajak Herman Fernandez untuk berdoa. Biasanya kedatangan rohaniwan seperti itu merupakan pertanda bahwa tahanan tersebut akan dihukum mati.
Lebih Baik Mati Ditembak Belanda Daripada Mati Konyol!
Pada suatu ketika Herman Fernandez berkata kepada La Sinrang bahwa ia dituduh keras telah menembak mati Kapten Nex, bukan La Sinrang. Karena senjata senjata yang ia pegang laras panjang sementara La Sinrang tertangkap membawa stegun. Kepada La Sinrang Fernandez berpesan: “Tetapi tidak apa, adik jangan takut mati. Mati ditembak Belanda lebih baik daripada mati konyol.” Dengan bercucuran air mata La Sinrang mendengarkan pesan terakhir dari Herman Fernandez yang sudah dianggap sebagai kakaknya: “Adik, mungkin hidup saya tidak lama lagi. Pastor Belanda memberi saya kitab suci dan menyuruh saya selalu berdoa. Pastor memberitahu bahwa saya akan ditolong, tetapi selalu melawan. Saya sudah mimpi tidak enak. Adik saya doakan, agar tetap selamat. Kalau nanti saya ditembak mati, tolong sampaikan salam saya kepada teman-teman dan tunangan saya di asrama Katolik di Magelang.”
Beberapa hari setelah pesan itu, pada suatu malam Herman Fernandez diambil oleh tentara Belanda dan tidak kembali lagi. Banyak isu yang berkembang bahwa setelah ditembak mati ia dikubur di suatu tempat yang dirahasiakan sehingga tidak diketahui keberadaanya. Ada juga yang mengatakan bahwa mayatnya dimasukkan ke dalam karung dan dibuang dan dihanyutkan ke dalam sungai.
Sebagai penulis sejarah, saya mengabaikan cerita berbau isyu dan kabar burung tersebut. Karena menulis sejarah harus didukung fakta dan bukti, bukan sekadar kabar burung, isyu, konon, dan katanya.
Fakta Hari-Hari Akhir Herman Fernandez
Terlepas dari ceritera burung dan isyu yang sempat tentang Herman Yoseph Fernandez menjelang dan di akhir hayatnya penulis mencatat sejumlah fakta sebagai berikut:
- Tanggal 2 September 1947:
- Herman Fernandez ikut berperang di Sidobunder tergabung dalam Tentara Pelajar Sulawesi (Perpis) dan dipercayakan memegang senjata mesin (Juki).
- Kapten Nex ditembak mati oleh La Sinrang dengan peluru terakhir yang dimilikinya, karena Kapten Nex dalam posisi siap menembak Herman Fernandez. Selamatlah Herman Fernandez.
- Setelah La Sinrang dilumpuhkan oleh pasukan Belanda dan di bawa ke markas Belanda, Herman Fernandez yang tiba di Markas Perpis, ditugaskan komandannya Maulwi Saelan untuk mencari Alex Rumambi. Alex berhasil ditemukan dalam kondisi sekarat dan sempat diselamatkan Herman Fernandez, saat tengah menyelamatkan Alex Rumambi itu, kaki Fernandez kena tembak dan diangkut ke Gombong oleh Belanda. Sementara Alex Rumambi diselamatkan oleh petani Kramasentana dan diobati.
- Dua minggu setelah tanggal 2 September 1947 (atau sekitar tanggal 17-19 September 1947 pen.) La Sinrang dipertemukan dengan Herman Fernandez di penjara tempat Herman Fernandez di tahan.
- Setelah itu La Sinrang dan Herman Fernandez menjalani pemeriksaan (berkali-kali, pen) oleh Polisi Militer Belanda dengan tuduhan menembak mati Kapten Nex. Keputusannya Herman dijatuhi hukuman mati.
- Herman Fernandez kemudian memberikan Pesan Terakhir kepada La Sinrang dan berjanji mendoakannya agar La Sinrang selamat.
- Beberapa hari setelah pesan terakhir itu, pada suatu malam Herman Fernandez diambil oleh tentara Belanda dan tidak kembali lagi.
- Kemudian beredar isyu dan kabar burung bahwa jenazah Herman Fernandez tidak ditemukan hingga kini. Banyak isu yang berkembang bahwa setelah ditembak mati jenazah Herman Fernandez dikubur di suatu tempat yang dirahasiakan sehingga tidak diketahui keberadaanya. Ada juga isyu yang mengatakan bahwa mayatnya dimasukkan ke dalam karung dan dibuang ke sungai. Semua isu ini bernada katanya dan konon, tanpa bukti dan catatan tertulis pendukung yang dapat dipercaya.
- Pada April 1948 La Sinrang dipindahkan ke penjara Sumpiuh kemudian ke Banyumas. Berarti sampai dengan bulan April 1948, belum ada keputusan untuk eksekusi mati baik untuk Herman Fernandez maupun untuk La Sinrang.
- Berita tentang gugurnya Herman Fernandez diterima keluarganya di Ende tahun 1949. Diperoleh setelah Penyerahan Kedaulatan dari Rasjid seorang putera Makassar, teman seperjuangan Herman Fernandez. Rasjid diutus khusus oleh kesatuannya ke Ende untuk menyampaikan berita duka cita kepada keluarga Herman. Rasyid membawa dan memperlihatkan sehelai bendera merah putih yang dipakai dalam pertempuran. Di atas bendera itu ditulis nama 6 (enam) orang yang gugur, termasuk Herman Fernandez. Sangat mungkin keenam orang yang gugur ini, juga tentara yang ditangkap, diadili lalu ditembak Belanda.
- Berita lainnya diperoleh dari seorang eks KNIL bernama Riberu. Menurutnya, Herman ditangkap dan dipenjara. Kebetulan ia bertugas menjaga di penjara itu. Besok harinya ketika ia datang hendak melihat Herman lagi, ternyata penjara kosong. Dari beberapa kawannya ia mendengar bahwa Herman dibawa oleh Belanda untuk ditembak. Sayangnya kedua catatan ini tidak mencantumkan kapan itu terjadi dan keterangan tambahan lainnya. (Sumber: Ansel da Lopez, Catatan tentang Perjuangan Herman Fernandez,1984).
- Herman Fernandez sudah dijatuhi human mati. Berkali-kali dalam pengadilan miiter Belanda, Herman Fernandez selalu didampingi Pastor yang selalu berusaha membelanya. Sebagai rohaniwan ia bertugas memberikan pelayanan rohani untuk menyiapkan mental terpidana mati Herman Fernandez agar tidak gelisah, takut dan siap berhadapan dengan regu tembah saat eksekusi. Selain mendampingi saat eksekusi, pastor ini juga dapat dipastikan mengurus pemakamannya.
- Belanda dengan cara licik hendak menyembuyikan fakta kematian Herman Fernandez dengan mengarang isyu dan berita bohong, seperti dilakukannya bagi pejuang Betawi, Si Pitung. Bahwa makam Si Pitung ada di berbagai tempat. Belanda nampak sengaja hendak menghilangkan jejak Herman Fernandez dari sejarah Perjuangan Bangsa, lantaran telah menembak komandan Belanda, Kapten Nex.
- Satu hal yang pasti bahwa pusara Herman Fernandez ada di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara, Yogya. Bersanding dengan makam Jenderal Besar Sudirman dan Letjen Urip Sumoharjo. Berdekatan dengan makam Pahlawan Revolusi Brigjen Katamso Darmokusumo dan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto yang gugur saat peristiwa G 30 S /PKI. Juga dekat dengan makam temannya se alma mater di Muntilan,yakni Cornel Simanjuntak, ratusan pusara Pahlawan Bangsa, Tentara Pelajar dan Pejuang Bangsa lainnya. Ini pertanda bahwa Herman Fernandez pernah ikut berjuang dan gugur membela tanah airnya dan dimakamkan di tempat terhormat ini, sekaligus merupakan pengakuan resmi negara baginya sebagai seorang Pahlawan Bangsa.
- Satu hal yang juga pasti adalah catatan resmi negara yang tercantum pada Salibnya di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara, Yogya. Jelas tertulis di situ bahwa Herman Fernandez gugur pada 31 Desember 1948. Catatan yang sama terukir juga pada prasasti di Monumen Yogya Kembali (Monjali) di No.82, yakni bahwa Herman Fernandez gugur pada 31 Desember 1948. Kita percaya pada catatan resmi dari negara ini.
- Pengakuan resmi negara ini ditunjukkan juga dengan mengukir nama Herman Fernandes di sejumlah Monumen dan Tugu bersejarah seperti Monumen Sidobunder di Desa Sidobunder tempat ia bertempur dan ditembak. Juga Monumen Tentara Pelajar di Kebumen. Juga di prasasti raksasa baik di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara maupun di Monumen Yogya Kembali.
- Bahkan dalam beberapa buku seperti Peranan Pelajar dalam Perang Kemerdekaan, penerbit Pusat Sejarah dan Tradisi Angkatan Bersenjata RI, 1985, hal. 156. Juga dalam buku Gelegar di Bagelen, Perjuangan Resimen XX Kedu Selatan 1945-1949 dan Pengabdian Lanjutannya, penerbit Ikatan Keluarga Resimen XX Kedu Seltan, 2003, hal.162.
- Dari data dan catatan resmi ini dapat disimpulkan bahwa sejak ditangkap tanggal 2 September 1947 hingga gugurnya tanggal 31 Desember 1948, terpaut waktu 1 (satu) tahun dan 4 (empat bulan). Dalam kurun waktu tersebut Herman Fernandez hidup sengsara dalam penjara kolonial, dihina dan disiksa hingga dieksekusi dan gugur sebagai Kusuma Bangsa.
Dengan demikian, Herman Fernandez diselamatkan oleh peluru terakkhir dari senjata La Sinrang dalam pertempuran hidup mati di Sidobunder. Namun setelah ditangkap, dipenjara, diadili dan divonis an mati, di Hari Akhirnya Herman Fernandez menghadapi regu tembak Belanda dan gugur sebagai Kusuma Bangsa dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara, Yogya.****
BENTENG VAN DER WIJCK
Tempat Herman Fernandez Ditahan, Diadili dan Dieksekusi
Dalam biografi Herman Fernandez ini juga diulas tentang Benteng Van der Wijk dan penjaranya di Gombong. Mengingat bahwa setelah Agresi Belanda I Gombong diduduki akhirnya menjadi salah satu pusat kekuatan militer tentara penjajah Belanda di Pulau Jawa yang bermarkas di Benteng Van Der Wijck dan sekitarnya. Di sana, segala sarana dan kegiatan penunjang kekuatan itu tersedia.
Sementara dalam Bab 9 berjudul Palagan Sidobunder sudah diulas bahwa dalam pertempuran hidup mati itu, saat hendak menyelamatkan Alex Rumambi, kaki Herman Fernandez diterjang peluru Belanda. Herman Fernandez langsung ditangkap dan dibawa oleh Belanda ke Markas Belanda di Gombong yakni di Benteng van der Wijck
Menurut kesaksian dari Mad Musin (Rasikun), La Sinrang dan Herman Fernandesz anggota PERPIS, diangkut ke markas Belanda di Gombong, sementara Rasikun sendiri dibawa ke Gombong. Dan di penjara Benteng Van der wijck ini La Sinrang dipertemukan dengan Herman Fernandez dan diperiksa oleh Militaire Politie ,dengan tuduhan telah menembak mati komandan Belanda,Nex. Di penjara markas Belanda ini juga bertugas seorang tentara KNIL Belanda,Riberu.
Benteng Van der Wijck dan Penjaranya, Markas Pusat Pertahanan Belanda di Gombong
Tanggal 4 Oktoer 2023 , penulis menemui manager Hotel Wisata Benteng Van der Wijck, Erik, yang memandu memperkenalkan bangunan benteng serta riwayatnya, juga memandu kami dan menjelaskan tentang kondisi dan riwayat penjara benteng zaman dulu.
Benteng Van der Wijck terletak di Jl.Sapta Marga No.100, Sidayu Kota Gombong, Kebumen, Jawa Tengah. Sekira 19 Km sebelah barat dari pusat kota Kebumen. Dalam buku Benteng (2023) karya Teguh Purwantari, disebutkan bahwa bangunan ini berdiri sejak 1818. Angka tahun 1818 juga terpasang juga pada papan nama yang dipasang di bagian kanan depan gerbang masuk benteng Van der Wijck seperti menegskan bahwa benteng ini dibangun tahun 1818. Paan naa itu tertulis: “Aku Dibangun Tahun 1818”. Angka tahun 1818 ini mungkin perlu diluruskan. Dikatakan bahwa bangunan awal yang dibangun di komplek ini adalah kantor dagang VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Perlu dicatat bahwa pada tahun 1799, VOC sudah dibubarkan karena bangkrut. Sementara tahun 1818 Belanda memasuki era baru memasuki era Hindia Belanda. Mungkin yang dimaksud adalah kantor dagang Hindia Belanda, dan bukan VOC yang sudah almahrum.Jadi saat itu benteng belum dibangun.
Konflik Belanda melawan Diponegoro di daerah Bagelen Selatan pada tahun 1825-1830 mengharuskan VOC mendatangkan bantuan dan menempatkan bala bantuan tersebut di kantor yang semula digunakan sebagai kantor perdagangan, kemudian dialihfungsikan sebagai pertahanan militer Belanda. Perlawanan terhadap Diponegoro di Bagelen Selatan bahkan sampai terjadi pembumihangusan bangunan pendopo Kota Raja Kabupaten Panjer sebagai pusat dari kekuatan terakhir (1832). Hal ini menjadikan kantor dagang Belanda itu perlahan dijadikan sebagai benteng pertahanan Belanda, namun belum berwujud sebuah benteng. Hal ini merupakan bagian dari sistem Benteng Stelsel yang sukses mempersempit pergerakan Pangeran Diponegoro, hingga akhirnya Pangeran Diponegoro ditangkap. Peter Carey melalui catatan kakinya dalam buku Percakapan dengan Diponegoro (2022), menjelaskan Benteng Stelsel diperkenalkan De Kock sebagai strategi perang baru. Benteng di Kebumen ini dipimpin oleh Frans David Cochius, sehingga kemudian dikenal dengan nama Fort Cochius atau Benteng Cochius.
Dalam sebuah papan publicanda yang terdapat di dalam benteng,ditulis bahwa benteng ini dibangun oleh Belanda. Koren Niwuwe Surinamsche Courant edisi 2 Juni 1941 memberitakan bahwa pada 1839 Belanda membngun benteng stelsel di daerah Sidayu yang dinamakan Fort Cochius.Antara 1841-1844 benteng mengalami perbaian.Dibangun bersegi delapan tanpa bastion dan kemudian beralih fungsih dari benteng pertahanan menjadi pusat pendidikan sekolah kadet Belanda ( Pupillen School).
Dilansir dari laman Kemendikbud, Benteng van dee Wijck dibangun tahun 1833, beberapa tahun setelah berakhir Perang Diponegoro (1825-1830). Pembangunan benteng ini dipimpin oleh tentara corp Zeni Belanda dengan pekerja bangunan berjumlah 1400 buruh yang masing – masing 1200 orang berasal dari Kabupaten Bagelen dan sisanya berasal dari Banyumas. Pengawas berasal dari masing-masing daerah. Bayaran yang diterima oleh pekerja adalah 15 sen/hari sedangkan untuk pengawas mendapatkan bayaran berupa 1 florin/hari. Bahan baku dari benteng ini seperti kalsit dan kayu diambil dari daerah sekitar Bagelen dan Banyumas. Kemudian, benteng tersebut berubah fungsi menjadi benteng pertahanan saat Belanda melawan musuh-musuhnya.
Awalnya bernama Forth Cochius. Nama Forth Cochius untuk benteng ini diambil dari pemimpin perang Belanda, Frans David Cochius Komandan pemimpin prajurit Belanda ketika Perang Diponegoro berlangsung. Nama Van der Wijck diambil dari nama salah satu Gubernur Jenderal Hindia Belanda Carel Herman Aart Van der Wijck yang bertugas di Jawa pada tahun 1893-1899. Perubahan fungsi benteng tersebut berpengaruh pada lingkungan disekitar benteng yaitu mulai tumbuh pemukiman militer di sekitar benteng. Kemudian benteng tersebut berganti nama menjadi Van der Wijck hingga sekarang. Nama tersebut berasal dari nama komandan yang saat itu memiliki karir yang cukup cemerlang untyuk membungkam perlawanan rakyat Aceh. Pada tahun 1856 benteng ini berubah menjadi sebuah sekolah bernama Pupillenschool (Sekolah Taruna Militer) untuk anak – anak eropa yang terlahir di Hindia Belanda.
aya bangunan
Bangunan benteng Van der Wijck berwarna merah bata, berbentuk segi delapan semua bangunan Benteng Van Der Wijck terbuat dari batu bata. Ia menjadi sangat unik lantaran memiliki atap berbentuk segi delapan di mana susunan batu batanya dibuat menyerupai bukit-bukit kecil. Desain tersebut dinilai sangat ideal sebagai pertahanan sekaligus pengintaian.
Gaya arsitektur bangunannya khas Eropa Dikutip dari laman Kemenparekraf, benteng ini memiliki luas 7.168 meter persegi dan terdiri dari 2 lantai. Tinggi dari benteng yaitu 9,67 meter dan ditambah cerobong setinggi 3,33 meter.Ketebalan dinding 1,4 meter. Luas benteng atas dan bawah sebesar 3.606 meter persegi. Memiliki 4 pintu masuk utama ke dalam benteng. Ada puluhan ruangan di dalam bangunan, antara lain 16 ruangan besar dan 50-an ruangan dengan berbagai ukuran.Kamar-kamar tersebut sangat luas dan memiliki pintu penghubung serta jendela. Terdapat 16 barak dengan ukuran masing-masing 7,5 x 11,32 meter
Dikutip dari laman Pemkab Kebumen, saat Jepang mengambil alih kekuasaan di Indonesia, Benteng Van der Wijck digunakan sebagai tempat latihan tentara PETA (Pembela Tanah Air). Pada saat Agresi Militer Belanda, pada akhir Agustus 1947 Belanda menguasai menguasai Gombong walau sudah ada seruan gencatan senjata oleh Dewan Keamanan PBB. Benteng Van Der Wijck diduduki Belanda dan dijadikan sebagai markas pertahanan terdepan menghadapi kekuatan RI.Kebumen-Gombong akhirnya menjadi salah satu pusat kekuatan militer tentara penjajah Belanda di Pulau Jawa yang bermarkas di Benteng Van Der Wijck dan sekitarnya.
Sementara wilayah Sidobunder merupakan garis pertahanan terdepan sehingga menjadi incaran penguasaan Belanda. Sebelum ke Sidobunder, pasukan Belanda sudah menguasai Gombong dengan mendirikan markas pertahanan dan kemiliterannya.
Daerah sekitar Karanganyar dan Gombong di wilayah Kabupaten Kebumen Jawa Tengah ini disebut Front Barat. Menurut seorang tokoh perjuangan setempat, almarhum Bapak Achmad Dimjatie yang mantan petinggi Peta (Pembela Tanah Air) dan BKR/TKR (Badan Keamanan Rakyat/Tentara Keamanan Rakyat) serta KODM (Kodim sekarang-pen) Kebumen, Gombong adalah salah satu pusat kekuatan militer tentara penjajah Belanda di Pulau Jawa yang ada di sekitar Benteng Van Der Wijck. Di sana, segala sarana dan kegiatan penunjang kekuatan itu tersedia.
Bangunan ini tetap kokoh berdiri di tahun-tahun setelahnya membuat Benteng Van Der Wijck sempat dialihfungsikan. Pada masa penjajahan Jepang, kompleks benteng itu dijadikan tempat pelatihan tentara Pembela Tanah Air.
Manager Hotel Wisata Benteng Van der Wijck, Erik, selain memandu memperkenalkan tentang riwayat benteng termasuk penjaranya zaman dulu. Khusus tentang pejara di benteng ini, letaknya di luar banteng, dekat kiri gerbang depan benteng. Kondisinya masih terpelihara baik. Dari sejulah catatan bahwa Belanda menjadikan Benteng van der Wijck sebatai pusat pertahanan Belanda semasa revolusi lengkap dengan sarana dan fasilitas kelengkapannya termasuk penjara ini, data dipastikan bahwa di penjara ini Herman Fernandez di tahan dan bertemu dengan La Sinrang sahabatnya, dan diperiksa oleh Polisi iliter Belanda di benteng ini dengan tuduhan telah menembak mati kapten Belanda Nex dalam pertempuran Sidobunder 2 September 1947.
Manager hotel Benteng ini juga menerangkan bahwa sejak tahun 2000, benteng ini dikembangkan bersama investor untuk dijadikan objek wisata dengan merevitalisasinya kembali. Daya tarik Benteng Van der Wijck sebagai objek wisata sejarah, Benteng Van der Wijck memiliki fasilitas umum yang sudah lengkap. Adapun sejumlah daya tarik wisatanya antara lain : Kereta di Atas Benteng. Daya tarik kedua yakni adanya kereta mini yang bisa ditumpangi oleh wisatawan. Uniknya kereta ini berada di atas benteng. Wisatawan bisa menikmati pemandangan dari atas. Bisa dengan naik kereta mini yang ada di bawah. Ada juga Wahana Permainan selain wahana kereta, seperti kolam renang, permainan anak, hingga spot foto bersama dinosaurus.
.
Herman Yoseph Fernandez Layak Jadi Pahlawan Nasional
Bung Karno, presiden pertama RI dalam pidatonya antara lain menyatakan: “Bangsa yang besar adalah Bangsa yang menghargai Pahlawannya,” dan “Jangan sekali-kali kita melupakan Sejarah!”
Ungkapan ini menggambarkan betapa pentingnya sejarah dalam kelanjutan bangsa. Dan perjuangan dalam mewujudkan kemerdekaan bebas dari genggaman penjajah merupakan bukti bagi bangsa, bahwa di balik perjuangan terukir nama pendiri dan pejuang bangsa. Karena kemerdekaan NKRI tidak akan terlepas dari jasa-jasa para founding fathers, pejuang dan pahlawan yang telah mempersembahkan kemerdekaan seperti yang kita rasakan saat ini.
Pahlawan adalah seseorang yang dinilai mulia karena perbuatannya memiliki pengaruh dan bermanfaat bagi kepentingan orang banyak. Pahlawan adalah sosok yang selalu membela kebenaran dan membela yang lemah walaupun nyawa jadi taruhannya. Sebagai penerus bangsa, kita selalu diingatkan untuk menghargai jasa-jasa dan pengorbanan para pejuang/pahlawan yang telah berjuang mempertahankan kedaulatan NKRI.
Wajar kiranya Pemerintah dan Rakyat Indonesia memberikan penghargaan dan penghormatan secara tulus kepada para pejuang bangsa yang telah berjuang memerdekakan bangsa ini dan mempertahankan kemerdekaan bangsanya. Termasuk bagi Herman Yoseph Fernandez.
Frans Seda Yang Pertama Perjuangkan Herman Fernandez Jadi Pahlawan
Kiri : Frans Seda,Teman kelas Herman Fernandez di Schakelschool Ende dan HIK Van Lith Muntilan.Kanan.Frans Seda saat Peresmian Monumen Herman Fernandez di Larantuka 1988.
Frans Seda tokoh nasional, tokoh agama Katolik, tokoh pers, tokoh bisnis dan tokoh Pendidikan, amat sangat mengenal sekali dekat Herman Yoseph Fernandez. Sama-sama menjadi siswa Schakelschool di Ndao. Kemudian sama-sama masuk HIK di Xaverius College Van Lith Muntilan. Dan pada zaman revolusi fisik, sama-sama menjadi anggota GRISK dan Batalion Paradja atau Batalion Timor, berjuang mempertahankan NKRI . Setamatnya dari HBS Surabaya Frans Seda kemudian melanjutkan studi ekonomi di Katolieke Economische Hogeschool,Tilburg, Belanda (1950-1956).
Sekembalinya ke tanah air, dua gagasan awal langsung dicetuskan Frans Seda untuk sahabat dekatnya Herman Fernandez. Dalam buku: “Frans Seda Ad Multos Annos” terbitan Unika Atmajaya 1991 hal 228 ditulis bahwa setelah kembali ke tanah air, Frans bersama beberapa teman ex Muntilan, menghadap Pemerintah untuk memperjuangkan agar Herman ditetapkan dan diakui sebagai Pahlawan. Sebagai seorang cendekiawan dan ilmuwan, pasti yang dimaksudkan adalah Herman Fernandez sebagai Pahlawan Nasional. Dengan demikian, Frans Seda merupakan orang pertama yang berinisiatif sekaligus menggagas rencana dan mengajukan kepada Pemerintah agar Herman Yoseph Fernandez bisa ditetapkan menjadi pahlawan.
Tidak hanya itu. Para Muntilanners,alumni Sekolah Van Lith Muntilan ini kemudian mengumpulkan dana untuk membuat sebuah patung pahlawan Herman Fernandez, yang tahun 1988 didirikan di Larantuka. Sesuai gagasan Frans Seda patung itu dibuat dengan latar belakang sejarah Pertempuram Sidobunder.
Patung itu menggambarkan Herman Fernandez yang gagah, tinggi besar, berdiri tegak dengan mata menatap tajam ke depan. Sepucuk senjata (bedil) disandang di belakangnya dan sepucuk lagi dipegang tangan kanannya di depannya. Tangan kirinya sedang membopong sahabatnya Alex Rumambi yang dalam posisi membungkuk dengan kondisi sekarat akibat ditembak Belanda.
Kini patung tersebut berdiri tegak di Taman Kota Larantuka, Flores dan menjadi salah satu ikon Kota Renya Larantuka. Patung itu melambangkan kesetian pada teman seperjuangan di medan pertempuran.
Perlu dicatat bahwa alma maternya Sekolah Van Lith di Muntilan,telah menorehkan prestasi baik dengan menempatkan empat alumninya menjadi Pahawan Nasional. Mereka adalah Komodor Yosaphat Soedarso, Mgr.Albertus Soegyopranoto,SJ, Ignatius Kasimo dan Cornel Simanjuntak.
Yosaphat Soedarso Mgr. Soegijapranoto SJ Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono, Cornel Simanjuntak
Selain Komodor Yosaphat Soedarso yang gugur di Laut Aru melawan Belanda, kita juga mengenal seorang Pejuang Kemerdekaan dan Pahlawan Nasional yang seumur dengan Herman Yoseph Fernandez, yakni Robert Wolter Monginsidi. Baik Herman Fernandez maupun Wolter Monginsidi, bernasib sama. Sama-sama lahir tahun 1925. Sama-sama ditangkap, diadili dan dijatuhi hukuman mati, gugur di hadapan regu tembak Belanda dalam Perang Kemerdekaan. Herman Yoseph Fernandez di Gombong dan Wolter Monginsidi di Makassar. Herman Fernandez di eksekusi 31 Desember 1948 dan gugur dalam usia 22 tahun. Dan Robert Wolter Monginsidi gugur 5 September 1949 dalam usia 24 tahun.
Robert Wolter Monginsidi Herman Yoseph Fernandez
Fernandez Layak Jadi Pahlawan Nasional
Menyimak rekam jejak hidup dan perjuangannya untuk bangsanya, hemat saya Herman Fernandez telah memenuhi syarat-syarat umum dan sebagian besar syarat khusus yang diamanatkan UU No. 20 Tahun 2009 Pasal 25 untuk memperoleh gelar Pahlawan Nasional. Betapa tidak! Herman Fernandez telah ikut aktif berjuang membela dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia di wilayah Yogyakarta dan Kebumen yang sekarang menjadi wilayah NKRI.
- Herman Yoseph Fernandez gugur sebagai Tentara Pelajar dalam Perang Kemerdekaan untuk mempertahankan NKRI, setelah pertempuran hidup mati melawan Belanda dalam Palagan Sidobundar 2 September 1947 dan gugur dieksekusi pada 31 Desember 1948.
- Herman Yoseph Fernandez tak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan, sampai gugur sebagai Kusuma Bangsa tanpa pernah ikut menikmati buah kemerdekaan yang diperjuangkannya.
- Herman Fernandez Patriot dan Pejuang Sejati Bangsa dengan seabreg Keteladanan Positip. Herman Fernandez memiliki integritas moral dan keteladanan positif yang mengagumkan. Ini diperlihatkan saat bertempur dengan membela teman seperjuangannya. Dan saat ditanya Belanda siapa yang menembak mati Kapten Belanda Nex, Herman dengan tegas mengaku dirinyalah yang menembak. Hal ini dilakukannya hanya untuk membebaskan dan menyelamatkan kawannya La Sinrang yang telah menyelamatkan jiwanya, saat Sersan Nex siap menembaknya.
- Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi, humanis dan toleran serta taat pada komandan dan rela berkorban dengan rela mengorbankan diri demi sahabat perjuangannya La Sinrang dan Alex Rumambi. Perjuangannya berdampak secara nasional. Baginya terpenuhilah kata Kitab Suci Yohanes 15:13 “Tiada kasih yang lebih besar daripada kasih seseorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya”.
- Herman Fernandez nasionalis dan patriot sejati. Dihadapan pengadilan militer Belanda, Herman Fernandez dengan tegas menyatakan : “Yang kami kenal dan pertahankan,cuma satu. Negara Republik Indonesia”.
- Selama pengabdiannya, beliau selalu memegang teguh prinsip-prinsip perjuangan yang diorientasikan semata-mata untuk mempertahankan kemerdekaan dan eksistensi NKRI. Kesemuanya itu mencerminkan betapa kuatnya nilai-nilai kepatriotan dan perjuangannya yang heroik sebagai Tentara Pelajar dan Pejuang Bangsa.
- Herman Fernandez dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara, Yogyakarta bersama Jenderal Besar Sudirman dan Letjen Urip Sumoharjo serta ratusan Pejuang dan Pahlawan Bangsa lainnya.
Makam Herman Yoseph Fernandez di Taman Makam Pahlawan KusumanegaramYogyakarta
- Nama Herman Fernandez terukir abadi di sejumlah monumen seperti Monumen Sidobunder, Monumen Tentara Pelajar di Kebumen, Monumen /Prasasti serta makamnya di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara, Yogyakarta, serta Monumen Yogya Kembali,Yogyakarta.
Sejumlah monumen berprasasti diana terukir nama Herman Fernandez di Sidobunder,Kebumen,Monumen Yogya Kembali dan Taman Makam Pahlawan Kusumanegara,Yogyakarta
Ini bukti pengakuan nyata negara atas perjuangannya. Namanya juga terukir dalam buku sejarah perjuangan bangsa seperti Gelegar di Bagelen dan Tentara Pelajar dalam Perang Kemerdekaan. Untuk mengenang jasa dan perjuangannya di pusat kota Larantuka dibangun juga Monumen Herman Fernandez, juga Taman Herman Fernandez dan Jalan Herman Fernandez.
- Herman Yoseph Fernandez anti Kolonial.Saat sekolahnya ditutup Jepang dan ditawarkan Jepang untuk jadi Senendan atau Keibodan. Herman Fernandez dan teman-temannya tegas menolak. Sementara Kolonial Belanda diperanginya hingga gugur.
- Herman Fernandez ibarat “bintang” diantara para bintang “. Sejak kecil, usia 8 -13 tahun Herman Fernandez dan keluarganya sudah berkawan baik dengan Bung Karno dan Keluarganya di Ende.Juga dekat dengan Raja Larantuka dan Raja Ende. Herman Fernandez kecil dan remaja juga berada diantara tokoh pendidik dan misi katolik Flores, berlanjut ke misi katolik Muntilan. Di pertambangan Bayah Herman Fernandez dan Alex Rumambi berkawan dengan tokoh Pergerakan nasional Tan Malaka. Sesungguhnya Herman Fernandez adalah sosok yang bijaksana dan manusiawi. Hal ini dibuktikannya dengan memberikan sebahagian dari upah dan pendapatannya sebagai romusha di pertambangan batu bara Bayah, untuk teman-temannya yang saat itu masih melanjutkan sekolah dan butuh biaya sekolah dan biaya hidup di Yogya. Hal ini juga membuktikan bahwa sesungguhnya Herman Fernandez adalah sosok yang humanis, toleran, peduli dan mau berbagi kasih dengan sesamanya.
Setelah proklamasi, Herman Fernandez bergabung dengan sejumlah organisasi pergerakan rakyat seperti Kris, Perpis dan Grisk. Di Grisk Herman bergabung bersama Prof.Dr.Ir.Herman Yohanes, yang sudah jadi pahlawan Nasional dan Frans Seda yang sedang diperjuangkan juga untuk menjadi Pahlawan Nasional.
Perlu dicatat juga bahwa dalam Perang Kemerdekaan di Pulau Jawa,sejumlah pejuang asal Nusa Tenggara Timur ikut berjuang baik lewwat organisasi Perjuangan GRISK ATAU Batalion Paraja atau Batalion Timor. Dengan demikian jelas bahwa Nusa Tenggara Timur lewat sejumlah pejuang bangsanya ikut berjuang bahkan gugur sebagai Kusuma Bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan NKRI. Jadi bukan sekedar menikmati kemerdekaan.
Pengurua dan Anggota GRISK (Gerakan Rakyat Indonesia Soenda Ketjil) Yogyakarta 1947
Deretan atas: Ir.Herman Johanes,Frans Seda, Herman Fernandez,Amos Pah,
Deret bawah :Alex Rohi Lobo,Dion Lamuri,Sylvester Fernandez,Laurens Say dan El Tari
- Berdiri:Silvester Fernandez,Ishaak Tibuluji,Frans Seda,Laurens Say.
- Duduk : Paulus Wangge,Yos Kordiowah,Dion Lamuri
- Dalam pertempuran di Sidobunder, Herman Fernandez bertempur melawan Belanda dengan sejumlah teman seperjuangan. Sebahagian diantaranya kemudian menjadi tokoh nasional. Sebut saja Letjen.TNI AD Ali Said, Nani Soedarsono, Rusmin Nuryadin, Anton Sudjarwo, Martono,Alex Rumambi dan lain-lain yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Teman seperjuangan Herman Fernandez dalam Palagan Sidounder Deret atas: Martono,Maulwi Saelan,Alex Rumambi dan Herman FernandezDeret bawah : Ali Said,Nani Soedarsono,Anton Sudjarwo dan Rusmin Nuryadin
- Herman Fernandez gugur dengan cara yang sama dengan pejuang Kemerdekaan dan Pahlawan Nasional Robert Wolter Monginsidi. Gugur demi bangsa di depan regu tembak Belanda di usia yang hampir sama. Sementara teman kelasnya di HIK Muntilan, juga gugur demi bangsanya, yakni Komodor Yosaphat Soedarso.
- Herman telah memperlihatkan jasanya bagi bangsa dan negaranya. Berkelakuan baik dan tetap setia dan tidak pernah mengkhianati bangsa dan negaranya Indonesia. Herman Fernandez tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun. Sebagai pejuang bangsa, Herman Fernandez dinilai sebagai seorang patriot sejati bangsa ini dengan prestasi dan jasa bagi bangsanya
- Selain syarat umum di atas, Herman Fernandez juga memenuhi sejumlah persyaratan khusus yang diamanatkan UU No. 20 Tahun 2009 Pasal 26 untuk gelar pahlawan nasional diberikan kepada seseorang yang telah meninggal dunia. Herman Yoseph Fernandez telah gugur di medan perang. Semasa hidupnya Herman melakukan perjuangan bersenjata untuk mempertahankan kemerdekaan serta ikut mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Herman tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan, bahkan sampai mengorbankan jiwanya bagi bangsanya. Ia mewariskan spirit perjuangan sebagai patriot sejati serta keteladanan positif, Herman memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi. Melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.
- Gelar Pahlawan Nasional, adalah bentuk penghargaan Negara. Herman Fernandez Layak Mendapatkan Penghargaan Negara Itu. Dengan menjadikannya Pahlawan Nasional.
Atas dasar semua catatan dan pertimbangan ini, menurut hemat penulis, Herman Fernandez layak diusulkan untuk menjadi Pahlawan Nasional. Walaupun penulis sadar bahwa keputusan untuk memberikan gelar seseorang menjadi pahlawan, bukanlah keputusan sejarah tapi keputusan politik. Namun demikian, tulisan terkait sejarah perjuangan seorang tokoh yang ditulis secara wajar dan obyektif sesuai kaidah penulisan sejarah, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan politik. Provinsi Nusa Tenggara Timur walaupun memiliki banyak pejuang bangsa, namum sampai saat ini baru memiliki tiga orang Pahlawan Nasional. (Selesai)
Pustaka Pilihan:
1.Wirjopranoto, dkk. 2003. “Gelegar di Bagelan, Perjuangan Resimen XX Kedu Selatan 1945- 1949 dan Pengabdian Lanjutannya.” Jakarta: Ikatan Keluarga Resimen XX Kedu Selatan, 2003.
2.Peran Pelajar dalam Perang Kemerdekaan” diterbitkan oleh Pusat Sejarah dan Tradisi Angkatan Bersenjata R.I, cetakan I 1985.
3.Prof.Dr.drh. Djokowoerjo Sastradipradja dari IPB Bogor, “Kenangan Pertempuran Sidobunder 2 September 1947”. Tentara Pelajar Seksi 321 yang ikut bertempur di Sidobunder
4.Sewan Susanto, Perjuangan Tentara Pelajar dalam Perang Kemerdekaan Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press), hlm. 23. p.cit., hlm. 33
5.Retno Yuni Dewantis, Wasino, Bain Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
6. TB. Simatupang, Laporan dari Banaran, Penerbit PMK HKBP Jakart 2019.
7.Harnoko, Darto dan Poliman. 1986. Perang Kemerdekaan Kebumen Tahun 1942-1950. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisi Yogyakarta.
8.Nasution, A.H.1984. Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid VI. Bandung: Dinas Sejarah Militer
9.Widiyanta, Danar dan Djumarwan. 2015. “Gerakan Tentara 1947-1948: Tentara Pelajar Di Sidobunder dan Pasukan Siliwangi di Surakarta”. Mozaik, Volume 7 hlm. 17-32.
10 Catatan penulis selama seminggu melakukan penelitian lapangan ke benteng Van Der Wijck, Gombong, Sidobunder ,Kebumen, Yogya,Sleman dan Muntilan. ***(Selesai)
*) Penulis adalah peneliti, penulis dan pemerhati sejarah, tinggal di Bogor.