Oleh : John Koli
WARTA-NUSANTARA.COM–Kapan rakyat Lembata akan mengetahui siapa calon bupati dan wakil bupati dari partai-partai yang hingga kini masih belum mengumumkan jagoannya untuk Pilkada mendatang? Pertanyaan ini terus bergema di benak masyarakat Lembata, mengisi ruang percakapan di berbagai media sosial dan forum diskusi. Seolah-olah ada tirai ketidakpastian yang tak kunjung tersingkap, mengingatkan kita pada drama klasik Waiting for Godot karya Samuel Beckett, di mana tokoh-tokohnya terus menunggu sosok yang tak pernah datang. Ketidakpastian ini menjadi metafora sempurna untuk situasi yang tengah dialami oleh masyarakat Lembata saat ini.
Drama Beckett tidak hanya menawarkan hiburan, tetapi juga menggambarkan absurditas dari situasi di mana harapan tampak tidak memiliki kepastian. Masyarakat Lembata, seperti Vladimir dan Estragon dalam drama tersebut, kini berada dalam posisi menunggu—menunggu keputusan yang seharusnya sudah dibuat oleh partai-partai politik yang mengklaim diri mereka sebagai representasi suara rakyat. Namun, yang terjadi justru sebaliknya; partai-partai ini terus menunda pengumuman, seakan-akan menunggu sesuatu yang tak jelas, mempermainkan waktu dan emosi rakyat yang mendambakan kepastian.
Sementara nama-nama calon bupati dan wakil bupati sudah mulai beredar dan digadang-gadang, ketidakjelasan masih menyelimuti langkah resmi partai-partai tersebut. Hal ini mengundang kekecewaan di kalangan masyarakat, yang merasa bahwa proses ini telah dijadikan permainan politik tanpa arah. Mengapa partai-partai ini enggan mengambil sikap tegas dan justru memperpanjang ketidakpastian? Jawabannya mungkin tidak jauh dari apa yang sering menjadi penyakit kronis dalam politik kita: uang.
Ya, uang tampaknya menjadi faktor utama yang menentukan siapa yang akan maju sebagai calon dalam Pilkada ini, bukan rekam jejak, kapasitas, atau karakter yang teruji dan terpuji. Mereka yang layak dan memiliki potensi besar untuk memimpin sering kali tersingkir hanya karena tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi tuntutan politik uang. Inilah akar masalah yang membuat situasi saat ini tampak seperti menunggu Godot—sebuah penantian yang tak berujung dan penuh dengan ketidakpastian.
Rakyat Lembata harus belajar dari situasi ini. Pilkada bukanlah sekadar ajang memilih pemimpin, tetapi juga momen untuk melakukan koreksi terhadap praktik-praktik politik yang merugikan rakyat. Partai-partai yang mempermainkan suara rakyat dengan politik uang harus diberi pelajaran, dan calon-calon yang dipilih atas dasar uang, bukan kualitas, harus ditolak dengan tegas. Ini adalah kesempatan bagi rakyat Lembata untuk menunjukkan bahwa suara mereka adalah suara Tuhan, yang tidak bisa dibeli atau dimanipulasi oleh siapapun.
Dengan mengambil sikap tegas dalam Pilkada ini, rakyat Lembata dapat memberikan pesan yang jelas kepada para pemimpin partai: bahwa mereka tidak akan lagi menunggu Godot. Mereka menginginkan pemimpin yang benar-benar bisa membawa perubahan, bukan hanya boneka politik yang dipilih karena kekuatan uang. Rakyat memiliki kekuatan untuk mengoreksi situasi ini dan membawa Lembata menuju masa depan yang lebih baik, di mana kejujuran, integritas, dan kepemimpinan yang berkualitas menjadi pedoman utama.
John Koli, Pendidik dan Pemelajar