Oleh : John Koli


WARTA-NUSANTARA.COM–Pengunduran diri Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar, dengan dalih menjaga keutuhan partai, telah memicu berbagai pertanyaan mendalam mengenai apa yang sebenarnya terjadi di balik layar politik Indonesia.

Pernyataan Airlangga yang tampak datar dan terkesan tertekan justru memperkuat spekulasi bahwa ada tekanan besar yang memaksanya untuk mundur. Dalam konteks ini, absennya penjelasan gamblang baik dari pihak Golkar maupun Airlangga sendiri hanya mempertegas dugaan bahwa kekuatan-kekuatan tak terlihat telah menggunakan ancaman kasus hukum sebagai alat untuk menekannya keluar dari panggung politik.

Ironisnya, ini bukan hanya mencerminkan ketidakmampuan hukum untuk berfungsi sebagai instrumen keadilan, tetapi juga menunjukkan bagaimana hukum dapat dengan mudah dimanipulasi sebagai alat politik untuk mencapai tujuan tertentu.

Dalam perspektif hukum, jika memang benar ada pelanggaran yang dilakukan oleh Airlangga, maka seharusnya proses hukum terhadapnya berjalan secara transparan, adil, dan tanpa adanya campur tangan politik. Pertanyaannya kemudian, mengapa dugaan pelanggaran ini seolah dibiarkan begitu lama dan baru diangkat ketika ada kepentingan politik yang mendesak?

Ini menunjukkan adanya ketidakprofesionalan dalam penegakan hukum di negara ini, di mana hukum tidak lagi berfungsi sebagai pilar keadilan, tetapi menjadi alat yang dapat diatur sesuai dengan kepentingan penguasa. Seharusnya, negara yang berlandaskan hukum menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan yang tidak pandang bulu, namun yang terjadi adalah hukum dijadikan sebagai senjata untuk menekan individu-individu tertentu sesuai dengan kebutuhan politik sesaat.
Politisasi hukum yang terjadi seperti ini tidak hanya menciptakan kerusakan pada kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum, tetapi juga mengakibatkan ketidakpastian hukum yang meluas dan menciptakan rasa ketidakadilan yang mendalam di masyarakat.
Ketika hukum diperalat sebagai instrumen politik, negara ini berisiko berubah menjadi negara otoriter di mana pemimpin dengan kekuasaan besar memiliki kemampuan untuk menentukan nasib individu lain semata-mata berdasarkan kepentingan pribadinya. Ini bukan hanya membahayakan fondasi demokrasi, tetapi juga menimbulkan rasa ketakutan di kalangan masyarakat dan elit politik lainnya, yang khawatir bahwa mereka juga bisa menjadi korban dari permainan politik yang memanfaatkan hukum sebagai senjata.
Rakyat Indonesia memiliki hak untuk mengetahui kebenaran di balik pengunduran diri Airlangga Hartarto. Transparansi dan kejujuran adalah hal yang mutlak diperlukan dalam kasus ini agar masyarakat tidak merasa dikhianati oleh para pemimpin mereka. Dalam hal ini, penting untuk menuntut agar siapa pun yang telah mempolitisasi hukum demi tujuan pribadi atau demi kepentingan kekuasaan untuk dipertanggungjawabkan di depan publik. Penegakan hukum yang tegas, transparan, dan adil merupakan pilar penting dalam menjaga integritas demokrasi dan memastikan bahwa hukum tidak digunakan sebagai alat politik untuk menekan atau melindungi individu tertentu.
Lebih jauh, refleksi ini harus menjadi momentum bagi bangsa ini untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap sistem penegakan hukum yang ada. Jika tidak ada upaya serius untuk membenahi sistem yang telah terkontaminasi oleh kepentingan politik, maka bukan tidak mungkin bahwa kasus seperti ini akan terus berulang, menciptakan ketidakpercayaan yang semakin besar di kalangan masyarakat. Keberanian untuk melawan politisasi hukum dan memperjuangkan keadilan yang sesungguhnya adalah langkah krusial untuk memastikan bahwa hukum di negara ini benar-benar ditegakkan untuk semua, tanpa terkecuali.
Pada akhirnya, harapan terbesar adalah agar penegakan hukum di Indonesia kembali pada jalurnya sebagai penjaga keadilan, bukan sebagai alat kekuasaan. Kepastian hukum yang adil dan transparan akan menjadi fondasi kuat untuk pembangunan bangsa yang berkeadilan dan demokratis, di mana setiap warga negara, tanpa memandang status sosial atau kekuasaan, diperlakukan sama di hadapan hukum. Itulah harapan yang harus diperjuangkan demi masa depan Indonesia yang lebih baik.
John Koli, Pendidik dan Pemelajar