Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Yos. 24:1-2a.15-17.18; Ef. 5:21-32; Yoh. 6:60-69

WARTA-NUSANTARA,COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, pada Minggu biasa ke-18 dan ke-19, secara berturut-turut kita mendengar tentang pernyataan Yesus yang menegaskan diri-Nya sebagai Roti Hidup. Sesudah berulang kali Yesus menegaskan diri-Nya sebagai Roti Hidup, hari ini kita mendengarkan reaksi orang banyak dan murid-muridNya. Ketika mendengar pernyataan Yesus itu banyak murid yang meninggalkan Dia karena tidak percaya, sebagaimana ditulis dalam injil hari ini: “Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang berkata: “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?” Yesus yang di dalam hati-Nya tahu, bahwa murid-murid-Nya bersungut-sungut tentang hal itu, berkata kepada mereka: “Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu?Dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?Rohlah yang memberi hidup,daging sama sekali tidak berguna. Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup. Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya.”

Mengikuti Yesus dari dekat, ternyata tidak menjadi jaminan bagi orang banyak untuk begitu cepat percaya pada apa yang dikatakan Yesus. Bahkan pernyataan Yesus itu dianggap sebagai perkataan yang keras, karena bagi mereka tidak sanggup untuk mendengarkan perkataan-perkataan Yesus itu. Maka mereka memilih mundur lalu kemudian meninggalkan Yesus. Sementara itu, kedua belas murid Yesus itu juga bersungut-sungut atas perkataan-perkataan Yesus itu. Karena itu Yesus juga bertanya kepada mereka semua: “Apakah kamu tidak mau pergi juga?”


Pertanyaannya adalah, apakah pertanyaan Yesus itu sebagai ungkapan ikhlas dari hatiNya? Atau pertanyaan itu hanya untuk mencobai mereka? Atau, apakah pertanyaan itu keluar dari kecemasan dan ketakutan Yesus, jangan-jangan keduabelas murid itu juga perlahan-lahan mundur lalu pergi meninggalkan-Nya seperti yang telah dilakukan orang banyak itu? Tentu bukanlah demikian. Karena pertanyaan ini untuk mengetahui total komitmen para murid-Nya untuk mengikuti Dia sebagai Guru dan Tuhan. Petrus berhasil menangkap maksud pertanyaan Yesus. Karena itu dia segera menjawab Yesus:” Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.”
Pertanyaannya adalah, apakah jawaban Petrus ini mewakili komitmen kemuridan kedua belasan murid Yesus? Tentu tidak!! Karena Yudas Iskariot malah memilih jalan lain. Dia tidak mengikuti orang banyak untuk diam-diam mengundurkan diri dan meninggalkan Yesus, tetapi dia memilih jalannya sendiri. Ia memilih jalan yang ekstrim, yakni mengkhianati Yesus. Yesus sudah tahu niat Yudas Iskariot untuk mengkhianati-Nya, maka dari itu Yesus bertanya:” “Apakah kamu tidak mau pergi juga?”
Yesus tahu, Yudas Iskariot akan pergi meninggalkan Dia. Namun caranya sungguh menyakitkan. Harus mengkhianati Guru dan Tuhannya. Setelah dia mengkhianati Yesus Gurunya, dia kemudian baru sadar. Dia malu dengan perbuatannya itu. Dia pun akhirnya mengakhiri hidupnya dengan tragis.
Penginjil Matius 27:5 mencatat bahwa Yudas melemparkan uang perak yang diterimanya ke dalam Bait Suci, lalu pergi bunuh diri dengan cara gantung diri, dan kemudian oleh Imam-Imam uang tersebut dibelikan sebidang tanah, yang disebut Tanah Tukang Periuk, sebagai tempat pekuburan orang asing. Sementara itu dalam Kisah Para Rasul 1:18 kemudian diceritakan bahwa Yudas Iskariot telah membeli sebidang tanah sebelum ia akhirnya “jatuh tertelungkup, dan perutnya terbelah sehingga semua isi perutnya tertumpah ke luar”. Tanah tersebut pada akhirnya dinamai Tanah Darah, atau Hakal-Dama. Sebenarnya Yudas Iskariot tidak perlu mengkhianati Yesus. Karena pengkhianatan Yesus itu dinubuatkan sebagai peristiwa, tetapi siapa yang akan melakukannya tidak dinubuatkan. Orang khusus yang akan mengkhianati Yesus tidak ditetapkan dari kekal. Pembelotan Yudas serta akhir hidupnya yang demikian menyedihkan harus mengingatkan setiap pengikut Kristus tentang hal bersahabat dengan dunia dan berpaling dari Kristus.
Bapa, ibu, saudara, saudari sekalian, kita semua ini menamakan diri sebagai pengikut. Ada yang menjadi pengikut Kristus sudah puluhan tahun, tetapi ada pula yang tentu saja baru mulai menjadi pengikut Kristus. Ketika kita memilih dan memutuskan untuk menjadi Pengikut Kristus, tentu kita sudah mendengar atau membaca sendiri di dalam Kitab Suci tentang perkataan-perkataan Yesus, termasuk perkataan Yesus pada hari ini. Apakah kemudian kita seperti orang banyak itu mengatakan bahwa:” “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?”
Hari ini, kepada kita semua , Yesus pun bertanya “Adakah perkataan-perkataanku itu menggoncangkan imanmu?” Kalau perkataan Yesus malah menggoncangkan iman kita, – Anda dan saya -, hari ini Yesus menantang kita dengan pertanyaan yang lebih dalam:” “Apakah kamu tidak mau pergi juga?”
Pertanyaan Yesus ini, sebaiknya jangan cepat-cepat dijawab. Pertanyaan ini butuh refleksi yang lama baru bisa menjawabnya. Kita harus punya waktu untuk merefleksikan konsekwensi apabila kita diam-diam pergi dan meninggalkan Yesus dan merefleksikan akibat dari kita tetap memilih untuk mengulangi jawaban Petrus:” Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.”
Kita tahu bahwa Yesus, satu-satunya jalan menuju Bapa. Karena itu kita harus percaya penuh pada Dia yang telah diutus Allah itu. Kita percaya kata-kata dan pengajaran-Nya. Kita percaya apa yang telah dilakukan-Nya. Bila demikian maka, kita harus berlaku sebagaimana yang ditunjukkan oleh orang Israel dalam bacaan I: ” Jauhlah dari kami meninggalkan Tuhan untuk beribadah kepada allah lain! Sebab Tuhan, Allah kita, Dialah yang telah menuntun kita dan nenek moyang kita dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan; Dialah yang telah melakukan tanda-tanda mujizat yang besar ini di depan mata kita sendiri, dan yang telah melindungi kita sepanjang jalan yang kita tempuh, dan di antara semua bangsa yang kita lalui. Kami pun akan beribadah kepada Tuhan, sebab Dialah Allah kita.”
Menjadi pengikut Kristus berarti dituntut untuk selalu setia kepada Tuhan, sebagaimana yang dikatakan bangsa Israel kepada nabi Yosu. Bila kita selalu setia kepada Tuhan maka kita pasti percaya pada rencana dan rancangan-Nya. Bahwa rencana dan rancangan Tuhan itu untuk kita pengikut-pengikut-Nya,- suatu saat – akan indah pada waktunya. ***