Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Hari Minggu Kitab Suci Nasional
Ul.4:1-2.6-8; Yak.1:17-18.21b-27; Mrk.7:1-8,14-15, 21-23.
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapak, ibu, saudara,saudari yang terkasih, dalam injil hari ini kita berjumpa dengan serombongan orang-orang farisi yang datang mengajukan protes kepada Yesus. Mereka protes karena melihat ada murid Yesus yang makan sebelum mencuci tangan. Pertanyaannya adalah, siapakah orang-orang farisi dan ahli taurat itu maka mereka berani melakukan protes terhadap perilaku murid-murid Yesus? Kaum Farisi adalah perkembangan dari kaum Hasidim, yaitu kelompok yang menganggap diri mereka sebagai kaum beragama yang saleh. Mereka ini biasanya memisahkan diri dari orang biasa.
Pandangan orang Farisi dalam hal keagamaan adalah mereka percaya bahwa Firman yang tertulis memang diwahyukan oleh Allah. Tetapi mereka juga memberikan otoritas yang sama untuk berbagai tradisi. Mereka mencoba mempertahankan pandangan mereka tentang tradisi tersebut dengan merujuk kepada Musa. Maka berkembang selama berabad-abad berbagai tradisi yang ditambakan ke dalam kitab mereka, yang sebenarnya hal itu dilarang oleh Tuhan, seperti yang dituliskan dalam Ulangan 4:2 yang kita dengar hari ini: “Janganlah kamu menambahi apa yang Kuperintahkan kepadamu dan janganlah kamu menguranginya, dengan demikian kamu berpegang pada perintah TUHAN, Allahmu, yang Kusampaikan kepadamu.”
Orang Farisi berusaha keras mentaati berbagai tradisi yang ada sama seperti mentaati firman Tuhan di Perjanjian Lama, termasuk di dalamnya adalah tradisi mencuci tangan sebelum makan sebagaimana yang kita dengar dalam injil hari ini. Maka begitu melihat murid-murid Yesus yang tidak membasuh tangan sebelum makan, mereka menghampiri Yesus untuk mengajukan protes sebagaimana diceritakan Markus dalam injilnya hari ini:” Pada suatu kali serombongan orang Farisi dan beberapa ahli Taurat dari Yerusalem dating menemui Yesus. Mereka melihat bahwa beberapa orang dari murid-Nya makan dengan tangan najis, yaitu dengan tangan yang tidak dibasuh. Sebab orang-orang Farisi seperti orang-orang Yahudi lainnya tidak makan kalau tidak mlakukan pembasuhan tangan terlebih dahulu, karena mereka berpegang pada adat-istiada nenek moyang mereka.”
Lalu, siapakah kelompok ahli-ahli Taurat itu?
Ahli Taurat adalah salah satu bagian dalam kelompok masyarakat Yahudi yang eksistensinya dan kiprahnya telah diakui sejak jaman Perjanjian Lama sampai pada jaman Perjanjian Baru. Kelompok ini memiliki status yang lebih tinggi dari imam, sangat dihormati rakyat, pengaruh mereka sangat besar sampai pikiran rakyat dapat dikendalikan oleh mereka. Eksistensi dan kiprah para ahli Taurat memang tidak berubah dari tugas pokok fungsinya yaitu sebagai penyalin kitab Taurat, bertugas menginteprestasikan hukum (hukum sipil, hukum agama serta peraturan-peraturan kehidupan moral) serta menjadi peneliti dan pengajar hukum Taurat. Hal yang berubah dan menjadi sesuatu yang fenomenal dari kelompok ini adalah sering terjadi disparitas atau perbedaan yang sangat tajam antara pengajaran dan pelaksanaan pengajaran di lapangan sehingga kerap kali disoroti dan dikecam dengan kecaman yang sangat keras oleh Tuhan Yesus.
Jadi, dua kelompok orang ini adalah dwitunggal yang kurang lebih memiliki perilaku yang sama. Pertama, Dua kelompok orang ini, mereka mengajar dengan tekun tetapi tidak ada ketekunan sama sekali di dalam diri mereka untuk menaati apa yang mereka sendiri ajarkan. Mereka hanyalah pengajar, tetapi bukan murid kebenaran. Mereka cuma Pengajar, tetapi hidupnya melawan apa yang sudah dia ajarkan. Inilah pengajar munafik yang hanya mau menerima hormat dari manusia. Memperoleh hormat dari manusia itu sangat gampang karena manusia mudah sekali ditipu.
Kedua, kesukaan mereka untuk menerima hormat. Orang-orang ini sangat gila hormat. Tetapi orang-orang yang mencari hormat malah direndahkan dengan sangat oleh Yesus. Yesus membongkar semua tabiat hina dan cemar di dalam diri mereka. Keangkuhan, sifat menghakimi, sikap menganggap diri penting, semua dinyatakan dengan terus terang oleh Yesus. Orang Farisi dan ahli Taurat itu mengerjakan segala sesuatu untuk mendapatkan hormat dari manusia. Mereka ingin dianggap pemimpin spiritual, bergiat untuk Tuhan, suci, agung, mengasihi dan dikasihi Allah, tetapi Tuhan Yesus mengatakan bahwa itu semua hanyalah keluar dari bibir, bukan dari hati mereka.
Karena itu kepada kedua kelompok itu hari ini Yesus mengecam mereka:” Benarlah nubua Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis:” Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirna, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepadaKu, sedangkan ajaran mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia.”
Agar murid-murid-Nya tidak merasa bahwa mereka adalah pesakitan yang dipojokkan oleh kelompok ini di depan orang banyak, Yesus kemudian memanggil lagi orang banyak itu dan mengatakan kepada mereka:” Kamu semua, dengarkanlah kepadaKu dan camkanlah. Apapun yang dari luar yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya.Sebab dari dalam, dalam hati orang timbul segala pikian jahat. Semua hal-hal jahat itu timbul dari dalam dan menajiskan orang.”
Jadi, pengajaran mereka tidak sejalan dengan perbuatan mereka. Kotbah mereka, tidak selaras dengan aksi nyata mereka. Kata-kata mereka, bertentangan dengan perilaku mereka. Karena itu, orang banyak itu harus hanya mendengarkan kata-kata Yesus yang keluar dari hati-Nya yang tulus. Dan kata-kata itulah yang dihidupiNya dalam praktek hidup harianNya.
Saudara-saudara, deretan kebobrokan yang Yesus gambarkan dalam injil tadi, masih juga ada di lingkungan kita sekarang ini, kini dan di sini. Itu artinya, kita masih belum memiliki hati yang suci. Hati yang suci, adalah hati yang mengasihi Tuhan dan sesama melalui perkataan dan perbuatan. Hati yang suci menciptakan ibadah yang benar. Ibada yang benar adalah ibadah yang penuh kasih sebagaimana dilukiskan oleh Yakobus:” Ibadah yang murni dan yang tak bercacatdi hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.”
Karena itu, bertepatan dengan Bulan Kiab Suci, saya mengajak kita sekalian untuk terus-menerus mendengarkan dan mencamkan ajaran Yesus tetapi sekaligus juga melaksanakan ibadah secara baik dan benar dengan melaksanakan perbuatan kasih. Kasih yang sungguh-sungguh terhadap mereka yang memerlukan pertolongan. Bila kita sudah melaksanakan ibadah kasih maka kita tidak hanya menjadi pendengar firman tetapi juga sebagai pelaku firman. Barangsiapa sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya.***