Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Bil.11:25-29; Yak.5:1-6; Mar. 9:38-48
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, Yohanes seolah merasa kurang senang ketika ada seorang yang bukan bagian dari para murid (pengikut Yesus), mengusir setan menggunakan kuasa dalam nama Yesus. Dalam perkataan Yohanes, seolah ada nada mempertanyakan kuasa orang itu dan menjurus ke arah protes kepada Tuhan Yesus. Bahkan mungkin, Yohanes mengharapkan tindakan tegas dari Tuhan Yesus untuk melarang, menghukum, dan mengutuk perbuatan orang itu. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya, Yesus malah menegur Yohanes dengan berkata: “Jangan kamu cegah dia! Sebab tak seorang pun yang telah mengadakan mukjizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.”
Apa yang dilakukan Yohanes ini, sebagaimana juga kita dengar dalam bacaan I. Pada waktu itu masih ada dua orang tinggal di perkemahan; yang seorang bernama Eldad, yang lain bernama Medad. Mereka itu termasuk orang-orang yang dicatat tetapi mereka tidak turut pergi ke kemah. Ketika Roh itu hinggap pada mereka, penuhlah mereka itu dengan Roh seperti nabi di tempat perkemahan. Lalu berlarilah seorang muda memberitahukan kepada Musa, “Eldad dan Medad penuh Roh seperti nabi di tempat perkemahan!” Maka menyahutlah Yosua bin Nun, yang sejak mudanya menjadi abdi Musa, “Tuanku Musa, cegahlah mereka!” Tetapi Musa berkata kepadanya, “Apakah engkau begitu giat mendukung diriku? Ah, sekiranya seluruh umat Tuhan menjadi nabi, karena Tuhan memberikan Roh-Nya kepada mereka!”
Kita membaca bahwa begitu mendengar cerita seorang muda itu, Yosua bin Nun malah memprovokasi Musa agar mencegah kedua orang itu. Tetapi dengan nada retoris Musa bertanya kepadanya:” Apakah engkau begitu giat mendukung diriku?” Tentu Musa tahu kwalitas kenabian Yosua bin Nun. Musa tentu tahu bahwa orang ini, ketika menjalankan tugas kenabiannya hanya setengah-setengah. Dia tidak total melaksanakan tugasnya. Maka terhadap orang itu, Musa meneruskan jawabannya seolah dalam nada putus ada:” Ah, sekiranya seluruh umat Tuhan menjadi nabi, karena Tuhan memberikan Roh-Nya kepada mereka!”
Musa tentu merasa seolah tak mampu lagi menghadapi perilaku orang-orang Israel. Bangsa Israel telah membuat Musa lelah dengan keluhan, gerutu, dan hawa nafsu! Kitab Bilangan pasal sebelas memberi tahu kita tentang “kumpulan orang campuran” yang bersama Israel pergi ke Tanah Terjanji, masih menginginkan makanan Mesir! Daging dalam kuali yang penuh dan roti yang tak terhingga banyaknya. “Mereka berteriak walau Tuhan sudah memberikan burung puyuh dan manna bagi mereka! Mereka sepertinya tidak puas dengan “manna” dan burung puyuh yang telah disediakan Tuhan dengan sangat ajaib dan penuh kasih karunia itu!
Puncaknya, mereka minta kepada Nabi Musa agar dibuatkan patung lembu. Rupanya, mereka tak bisa lepas dari kebiasaan masyarakat Mesir yang gemar menyembah berhala. Ketika Nabi Musa sedang berdoa di gunung Sinai selama 40 hari, orang Israel malah berpesta pora sembari memuja patung anak lembu. Begitu ia kembali, ia mendapati mereka telah jauh dalam kesesatan.
Perilaku atau tabiat orang-orang Israel seperti itu membuat nabi Musa sepertinya putus asa. Dalam keputusasaan itu dia berharap agar orang-orang Israel bisa menjadi nabi. Harapannya tidaklah sirna. Saat itulah Tuhan menawarkan pertolongan kepada Musa. “Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Kumpulkanlah kepadaku tujuh puluh orang dari para tua-tua Israel, yang kauketahui sebagai tua-tua bangsa dan pengatur mereka; dan bawalah mereka ke Kemah Pertemuan, supaya mereka dapat berdiri di sana bersamamu. Aku akan turun dan berbicara kepadamu di sana; dan Aku akan mengambil sebagian dari Roh yang hinggap padamu dan akan menaruhnya ke atas mereka, sehingga mereka akan memikul beban bangsa itu bersamamu, supaya engkau tidak memikulnya seorang diri.”Lalu turunlah Tuhan dalam awan dan berbicara kepada Musa. Kemudian diambil-Nya sebagian dari Roh yang ada pada Musa, dan ditaruh-Nya atas ketujuh puluh tua-tua Israel. Ketika Roh itu hinggap pada mereka, penuhlah mereka dengan Roh seperti nabi, tetapi sesudah itu tidak lagi.”
Pertanyaannya, mengapa setelah ke-68 penatuah penuh dengan Roh seperti nabi tetapi sesudah itu tidak lagi? Karena penulis kisah ini hendak mengalihkan perhatian para pembaca pada figure dua orang yang ada di perkemahan. Keduanya ini tidak ikut serta bersama ke-68 tua-tua Israel, tetapi nama mereka terdaftar. Tetapi karena nama mereka sudah tercatat maka sebagian Roh yang diambil Tuhan dari Roh yang ada pada Musa, turun juga kepada dua orang itu.
Siapakah kedua orang ini? seorang bernama Eldad dan Medad. Secara Etimologis, kata ini dari bahasa Ibrani. “Eldad” berarti “Tuhan telah mengasihi.”Dan “Medad” berarti “penuh kasih sayang.” Terhadap dua orng itu, Roh juga hinggap pada mereka. Sekalipun mereka tidak keluar dari perkemahan seperti ke-68 orang yang lain, tetapi mereka termasuk orang-orang yang terdaftar sehingga mereka pun turut dikarunia Roh Kudus. Setelah menerima Roh Kudus, kedua orang ini “bernubuat,” sama seperti keenampuluh delapan yang lain. Mereka berbicara atau berkhotbah di bawah pengaruh Roh Kudus!”
Selanjutnya tentang kedua orang ini. Eldad adalah teolog dalam kelompok tersebut, yang mungkin mampu berdiskusi tentang Nama-nama Tuhan, Selain itu, ia adalah seorang Pengkhotbah yang penuh kasih, tetapi dalam pengertian ini: mengasihi Tuhan karena Tuhan telah terlebih dahulu mengasihi dia dan orang Israel. Karena dia seorang teolog maka ia mungkin memiliki sifat kenabian yang hebat.
Sedangkan “Medad,” berarti mengulurkan tangan!” Medad sama sekali bukan tipe “teolog” Dia pastilah orang yang ingin bersama orang-orang, tepat di tengah-tengah perkemahan! Dia “langsung terjun” sebagai seorang pengkhotbah di tengah-tengah orang Israel. Dia berkotbah melalui perilaku hidupnya! Dia sadar dia bukan pengkotbah ulung, tetapi perbuatannya mencintai orang-orang Israel baginya adalah juga sebuah kotbah. Dia berkotbah melalui kesaksian hidupnya.
Jadi, dari dua nama ini tersiar pesan teologis bahwa seorang nabi mustinya dia yang benar-benar mendapat mandate dari Allah dan karena itu dia harus mencintai Allah, tetapi serentak karena tugas kenabiannya itu, dia diharapkan mencintai sesamanya dengan harus melaksanakan secara sungguh-sungguh tugasnya itu. Maka baik kata-kata Musa maupun kata-kata Yesus:” Jangan cegah mereka, – jangan cegah dia – sejatinya adalah sebuah pesan teologis antropologis kepada kita dewasa ini, bahwa apapun tugas kita, kita semua memiliki misi yang samayakni terus-menerus mencintai dan memuliakan Tuhan dan mengulurkan tangan untuk mengasihi sesama dengan selalu berbuat baik. Karena itu tindakan melarang orang untuk berbuat baik adalah sebuah kedunguan. Karena itu, jangan cegah siapapun yang hendak berbuat baik. Karena berbuat baik adalah kewajiban moral yang bersifat inklusif. Berbuat baik harus menjadi habitus kolektif. Karena itu jangan merasa tersaingi, jangan irihati, jangan cemburu, jangan curiga seperti Yosua bin Nun dan seperti rasul Yohanes. ***