Oleh : Wilhelmus Leuweheq
WARTA-NUSANTARA.COM–Gebyar HUT Otonomi Daerah Lembata ke 25 berpuncak hari ini, 12 Oktober 2024. Pembukaan kegiatan sekaligus lounching logo HUT pada 22 Juli lalu kemudian diisi dengan aneka aksi sebagai wujud sykur atas adanya otonomi, sebagai bukti hasil pembangunan juga sebagai wujud perhatian dan keprihatinan pada keberlangsungan lingkungan hidup.
Karena itu kegiatan-kegiatan umumnya mencakup 3 aspek yakni Pertama, Aspek historis seperti design dan peletakan batu pertama pembangunan Situs Statemen Tujuh Maret 1954 di Hadakewa dan pelaksanaan festival budaya.
Kedua Aspek Kekinian seperti pelaksanaan pameran pembangunan, Pasar Murah dan upaya menekan inflasi daerah, pemberdayaan petani dan nelayan melalui budi daya ikan air tawar, pemberdayaan pelajar dan pemuda melalui turnamen Liga Pelajar, Piala Bupati, juga lomba pembuatan Film dan Pemilihan Duta Genre.
Pemberdayaan Anak-anak melalui kegiatan Gebyar anak-anak dan Guru PAUD juga kegiatan Konferensi Anak Daerah. Selain itu ada upaya untuk efektivitas layanan pengadaan barang /jasa melalui MBISMARKET. Aspek Futuris atau keberlangsungan Lingkungan dengan aksi – aksi seperti Aksi Tanam Air atau Pembuatan Biopori, uji emisi kendaraan bermotor,
Pembuatan tempat sampah, aksi bersih pantai dan penanaman mangrove, juga penanaman terumbu karang (bioriftek). Juga masih ada kegiatan dan aksi lain yang lolos dari ingatan saya. Yang mengesankan adalah sebagian besar kegiatan ini dilaksanakan tanpa penganggaran pada APBD namun mengandalkan swadaya, kerjasama dan kolaborasi baik dari pribadi-pribadi, intansi-instansi, NGO, Swasta/pelaku usaha, BUMN/D, dan kelompok-kelompok masyarakat.
Kegiatan pada aspek historis yakni sayembara design Rumah Situs Statemen Tujuh Maret dan Peletakan batu pertamanya yang dilaksanakan kemarin 11 Oktober, secara khusus menarik perhatian saya untuk direfleksikan. Kegiatan ini berbuntut keharusan memastikan status tanah yang ternyata adalah milik Keuskupan Larantuka dan merupakan kesatuan dengan lokasi SDK Hadakewa.
Di atas tanah itu berdiri rumah guru yang dihuni oleh Guru Gute Betekeneng yang merupakan tokoh utama kala itu. Rumah itu menjadi pusat pelaksanaan musyawarah yang menghasilkan Statemen Tujuh Maret 1954 dan menjadi tonggak awal perjuangan Otonomi Lembata. Atas perkenaan Yang Mulia Bapa Uskup Larantuka, maka dilakukan pengukuran dan pengambilan titik koordinat tanah menggunakan teknologi GPS (Global Positioning System).
Proses ini lah yang memastikan bahwa titik di mana dideklarasikan statemen ini sesungguhnya adalah titik pusat Pulau Lembata pada keempat penjuru mata angin. Terdapat 40 kilo meter ke arah timur, dan 40 km ke arah barat. Juga 15 kilometer ke arah utara dan 15 km ke arah selatan.
Memang jauh sebelum tahun 1954, Pemerintahan kolonial Hindia Belanda sudah mengetahui posisi Hadakewa sebagai pertengahannya Lembata. Dan karena itu menempatkan pusat pemerintahannya di Hadakewa untuk memudahkan penguasaannya terhadap para Kakang dan Hamente di seluruh Lomblen. Hingga terbentuknya kecamatan Lebatukan yang secara harafiah leba = pikul, tukan = tengah (wilayah pertengahan dan atau penjaga keseimbangan), pengetahuan kita masih sebatas wilayah pertengahan. Guru Gute dan teman-temanya yang kala itu rata-rata berusia 20-an tahun memiliki idealisme agar Lomblen menjadi daerah otonom dengan tujuan utamanya adalah Lembata bisa keluar dari kemiskinan, ketertinggalan dan keterpecahan karena stigma paji – demong.
Mereka berjuang utk persatuan Lomblen namun mereka tidak menyadari bahwa di atas tanah tempat mereka berkumpul adalah titik sentralnya pulau Lembata. Kita boleh meyakini bahwa dorongan bawah sadar, daya juang, idealisme dan cita cita para Pemuda kala itu adalah penyelenggaraan Tuhan, restu leluhur Lewo tanah, serta perpaduan kosmologinya tanah Lembata ini. Dan hal ini baru kita buktikan setelah 70 tahun Statemen itu berlalu, serta tabir ini terkuak ketika kita merayakan 25 tahun Otonomi Hari ini.
Perayaan dengan kegiatan-kegiatan dan aksi-aksinya telah membantu kita menyadari dan membuktikan keluhuran perjuangan para pendahulu kita. Tanpa menutup mata terhadap berbagai kekurangan dan kelemahan dalam kehidupan bermasyarakat dan berpemerintahan di kabupaten ini, kita patut bersyukur atas anugerah otonomi dan berterimakasih atas perjuangan para pendahulu.
Dua belas Oktober yang ditetapkan sebagai Ulang Tahun Otonomi Lembata adalah tanggal dimulainya Pemerintahan Baru Kabupaten Lembata yang ditandai dengan pelantikan Penjabat Bupati Drs. Petrus Boliona Keraf. Dan Taan Tou kemudian ditetapkan sebagai semangat dasar yang dituliskan pada Lambang Daerah ini. Taan Tou boleh diartikan sebagai “menjadi satu”.
Persatuan tidak berarti keseragaman atau menjadi homogen. Taan Tou adalah komitmen bersama untuk memerangi musuh bersama yakni kemiskinan, keterbelakangan dan keterpecahan. Taan Tou adalah Proses menjadi sinergi. Proses mendayagunakan potensi, proses mengkonsolidasikan beragam visi untuk menjadikan Lembata lebih baik. Lembata yang menjamin rasa nyaman, kegembiraan dan sukacita bagi semua orang. DIRGAHAYU LEMBATA.
Lewoleba, 12 Oktober 2024.
Wilem Leuweheq