Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Yes. 53:10-11; Ibr.4:14-16; Mrk. 10:35-45
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, bacaan injil pada minggu biasa ke-29 ini, ada relevansi dengan situasi kekinian kita di negeri ini. Pasca pemilihan presiden dan wakil presiden yang bersamaan waktu dengan pemilihan wakil-wakil rakyat, kini pertiwi ini sedang melakukan suksesi kepemimpinan kepala-kepala daerah. Maka akhir-akhir ini, para calon pemimpin ini berjibaku dengan waktu, bersama dengan tim sukses, mereka dari pintu ke pintu, menyampaikan visi dan misi serta program kerja mereka, sembari menawarkan diri kepada konstituen untuk dapat memilih mereka pada tanggal 27 November 2024.
Pertanyaannya, apakah yang mendorong mereka untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah? Apakah semata-mata demi untuk melayani masyarakat? Atau, mungkin saja ada maksud yang terselubung di balik gencarnya mereka mengajukan diri sebagai calon pemimpin masyarakat? Karena bukankah fakta telah berbicara bahwa cukup banyak pejabat kemudian harus mendekam di balik jeruji besi oleh karena bermental korup? Atau mungkin pula mereka hendak menjadi pemimpin hanya untuk mencari kedudukan, pangkat dan jabatan agar menjadi orang yang terkemuka sehingga dihormati dan disegani? Atau apakah mereka hendak menjadi pemimpin agar supaya dilayani?
Apakah karena deretan motivasi di atas maka muncullah Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, mendekati Yesus dan berkata kepada-Nya: “Guru, “Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu.”
Bukannya malah mengiyakan permintaan dua bersaudara itu, tetapi Yesus justru mengatakan kepada mereka:” Kamu tidak tahu apa yang kamu minta.” Yesus mencoba menjelaskan kata-kata-Nya itu dengan bertanya kepada mereka:” Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?” Jawab mereka: “Kami dapat.” Yesus berkata kepada mereka: “Memang, kamu akan meminum cawan yang harus Kuminum dan akan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima. Tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah disediakan.”
Dua rasul ini sangka bahwa dengan bertekad untuk dapat meminum cawan yang juga sudah diminum Yesus, maka permintaan mereka akan dikabulkan Yesus. Maka dari itu Yesus melanjutkan kata-kata-Nya:” Memang, kamu akan meminum cawan yang harus Kuminum dan akan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima. Tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah disediakan.”
Kesepuluh murid yang lain mendengar dialog Yakobus dan Yohanes dengan Yesus. Mereka menjadi marah. Mereka marah karena menilai dua orang ini sangat egoistis karena hanya mengingat diri mereka saja. Mereka menganggap dua orang ini sangat nepotis. Hanya ingin mendapatkan posisi yang terbaik, yang terdepan, yang terkemuka untuk mereka kakak beradik.
Tetapi Yesus memanggil para murid itu lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”
Yesus menasehati mereka dengan mengacu pada relita pemerintahan duniawi di zaman-Nya. Bahwa pemerintah bangsa-bangsa memerintah dengan tangan besi. Pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras terhadap rakyatnya. Tangan besi di dalam kamus bahasa Indonesia artinya bertindak keras. Seorang berkuasa mutlak seperti tuan berkuasa penuh atas hambanya. Dia adalah seorang diktator dan otoriter, tak satu pun orang boleh membantahnya dan tak seorang pun orang dapat mengoreksinya.
Pemimpin model demikian bukanlah pemimpin populis yang senantiasa ada di hati rakyat. Untuk menjadi seorang pemimpin yang disukai dan dicintai rakyatnya maka Yesus menawarkan sebuah model kepemimpinan yang baru, yakni seorang pemimpin harus dapat menjadi seorang pelayan (Mrk.10:43). Kepemimpinan yang melayani harus berangkat dari hati yang tulus. Pemimpin yang melayani itu harus mendahulukan kepentingan masyarakat banyak, dia tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi, keluarga atau kroni-kroninya. Pemimpin yang melayani tidak boleh melayani agar mendapatkan imbalan. Ia harus melayani tanpa pamrih, sebagaimana yang dicontohkan oleh Yesus.
Yesus mencontohkan diri-Nya sebagai pemimpin yang berhati hamba (Mrk.10:44). Kedudukan hamba berkaitan tentang Anak Manusia yang menderita sebagaimana yang disampaikan dalam injil Markus: “Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Untuk melayani umat manusia, Yesus rela memberikan nyawa-Nya untuk menjadi tebusan bagi banyak orang.
Kepemimpinan hamba menegaskan bahwa seorang pemimpin memperlakukan dirinya layaknya seperti hamba untuk melayani orang-orang yang dipimpinnya dengan kerendahan hati, ketulusan dan penuh kasih, untuk membimbing mereka mencapai tujuan yang diinginkan. Pemimpin yang berhati hamba adalah pemimpin yang rela berkorban (Mrk.10:45). Rela berkorban berarti rela meleburkan dirinya, demi untuk kebahagiaan orang-orang yang dilayani.
Yesus mengatakan kepemimpinan yang sejati ialah pemimpin yang mengutamakan pelayanan, dan mengorbankan dirinya demi kebahagiaan orang-orang yang dilayani. Pemimpin yang sejati ialah pemimpin yang menjadikan Kristus sebagai teladan atau contoh dalam kepemimpinannya yang memiliki hati pelayan.
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, sebagai mana sudah saya sampaikan pada ilustrasi di atas, bahwa sekarang ini, calon-calon pemimpin negeri ini, sedang berjuang untuk dapat dipilih menjadi pemimpin. Maka pantaslah kita mendoakan mereka sebagaimana ajakan Sri Paus Fransiskus dalam Ensiklik Gaudium Evangelii:” Politik, meskipun seringkali dicela, tetap menjadi panggilan luhur dan salah satu bentuk paling bernilai dari amal kasih, sejauh itu mengusahakan kesejahteraan umum. Saya mohon kepada Tuhan agar memberi kita lebih banyak politisi yang sungguh-sungguh memiliki kepedulian kepada masyarakat, rakyat, dan kehidupan orang-orang miskin!(GE, art.205)”
Semoga calon pemimpin yang didoakan Paus ini,kelak benar-benar menjadi pemimpin yang berhati hamba, yang selalu sadar bahwa kekuasaan yang sekarang diperolehnya berasal dari rakyat, dan karena itu sepak terjang pelayanannya akan selalu diawasi oleh rakyat, dan dipertanggungjawabkan kepada rakyat serta digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Bila kesejahteraan rakyatlah menjadi pilihan utama dalam pelayanannya maka kata-kata Yesus ini berlaku pula baginya:“(Tempat) Itu Akan Diberikan Kepada Orang-Orang Bagi Siapa Itu Telah Disediakan.” ***