KET FOTO: Gedung Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Papua. Sumber foto: Fb BKD Provinsi Papua
JAKARTA : WARTA-NUSANTARA.COM— Oknum aparatur sipil negara (ASN) yang kini bertugas di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Papua berinisial MK diduga kuat terlihat dalam kasus penyalahgunaan Rp 16 miliar lebih APBD saat menjabat Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tolikara, Provinsi Papua Pegunungan tahun 2017.
Tahun 2017 MK menjabat Sekretaris DPRD Tolikara dan menangani sejumlah proyek di DPRD setempat tahun anggaran 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Keuangan (BPK) Republik Indonesia Perwakilan Papua menyebut, jumlah anggaran belasan miliaran itu diduga dikorupsi secara berjemaah oleh sejumlah oknum pejabat teras kala itu namun proses penyelesaiannya terkatung-katung hingga saat ini.
“Kami mendesak pihak Polda Papua segera memanggil dan memeriksa MK, yang saat ini bekerja di BKD Papua. Beliau diduga kuat terlibat dalam kasus penyalahgunaan APBD Tolikara tahun 2017 senilai Rp 16 miliar lebih. Saat itu yang bersangkutan menjabat Sekwan Tolikara,” ujar Ketua Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia Gabriel de Sola kepada wartawan di Jakarta, Senin (28/10).
De Sola juga meminta aparat Polda Papua segera menjemput MK guna memeriksanya atas dugaan kuat penyalahgunaan kekuasaan yang berujung Tolikara mengalami kerugian belasan miliar rupiah. Penyalahgunaan keuangan itu juga berdasarkan hasil laporan BPK RI Perwakilan Papua.
“Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Papua atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tolikara Nomor 17.C/LHP/XIX.JYP/06/2018 tanggal 21 Juni 2018 menyebut dengan jelas realisasi belanja makanan dan minuman pada Sekretariat DPRD Tolikara senilai Rp 16.108.000.000 tidak sesuai kenyataannya,” kata de Sola lebih lanjut.
De Sola juga meminta Penjabat Gubernur Papua Mayjen TNI (Purn) Ramses Limbong juga segera menonaktifkan MK dari jabatannya di BKD Provinsi Papua sebagai bagian integral dukungannya kepada Presiden Prabowo Subianto dalam pemberantasan tindak pidana korupsi oleh pejabat di daerahnya.
De Sola juga menegaskan, dugaan keterlibatan MK dalam penyalahgunaan APBD di DPRD Tolikara sangat merugikan masyarakat yang masih membutuhkan perhatian pemerintah dalam membiayai berbagai kebutuhan masyarakat.
“Kami juga meminta Bapak Penjabat Gubernur Papua memberikan perhatian atas keterlibatan ASN di BKD Papua yang diduga kuat terlibat dalam korupsi APBD Tolikara tahun 2017 yang bernilai belasan miliar rupiah,” kata de Sola lebih lanjut.
Temuan BPK RI Perwakilan Papua, ujar de Sola, sudah diadukan ke Polda Papua, namun tak kunjung ada proses hukum selanjutnya. Deiron Wenda, seorang warga, pada 11 Oktober 2023, mengadukan kasus dugaan penyalahgunaan keuangan negara sebesar Rp 16 miliar lebih di Setwan Tolikara ke Polda Papua melalui Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus. Namun, nasib aduannya belum ditindaklanjuti hingga saat ini.
Salinan hasil laporan BPK RI Perwakilan Papua menyebutkan, realisasi belanja makanan dan minuman pada Sekretariat DPRD Tolikara senilai Rp 16.108.000.000 tidak sesuai dengan kondisi senyatanya.
Pemkab Tolikara menyajikan realisasi belanja barang dalam laporan realisasi anggaran (LRA) per 31 Desember 2017 dan 2016 masing-masing sebesar Rp 405.096.953.650 dan Rp 358.679.082.413. Realisasi belanja barang tersebut mengalami kenaikan sebesar Rp 46.417.871.237 atau sebesar 12,94 persen dari tahun sebelumnya.
Sekretariat DPRD Tolikara menganggarkan belanja barang dan jasa senilai Rp 66.021.345.000 dan direalisasikan senilai Rp 36.356.354.000 atau sebesar 55,07 persen. Belanja barang dan jasa tersebut, antara lain, berupa belanja makanan dan minuman. Hasil pengujian uji petik terhadap bukti surat pertanggungjawaban (SPJ) perangkat daerah di atas diketahui terdapat bukti SPJ belanja makanan dan minuman, yang tidak sesuai kondisi senyatanya pada Sekretariat DPRD.
Hasil pemeriksaan uji petik atas bukti SPJ atas belanja makanan dan minuman pada tabel laporan BPK RI Perwakilan Papua, yaitu untuk belanja makanan dan minuman untuk pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Rapperda) senilai Rp 4.000.000.000 diketahui terdapat bukti pertanggungjawaban belanja makanan dan minuman yang diragukan kebenarannya.
De Sola menyatakan, keraguan kebenaran tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, SPJ atas pekerjaan makanan dan minuman kepada Rumah Makan F untuk kegiatan pembahasan Raperda tangga 27 September 2017 sebanyak 490 porsi senilai Rp 500.000.000.
Dari hasil konfirmasi tanggal 13 Mei 2018 ke pemilik Rumah Makan F selaku penyedia, diketahui bahwa harga untuk 490 porsi makanan dan minuman adalah sebesar lebih rendah Rp 173.538.800 daripada harga yang tercantum pada bukti SPJ sebesar Rp 500.000.000.
Kedua, SPJ atas pekerjaan makanan dan minuman kepada Rumah Makan A untuk kegiatan Raperda pada 26 September 2017 sebanyak 500 porsi senilai Rp 500.000.000.
Dari hasil konfirmasi tanggal 12 Mei 2018 ke masyarakat sekitar Rumah Makan A selaku penyedia, diketahui bahwa Rumah Makan A tersebut pada tahun 2017 sudah tutup. Dengan demikian, pelaksanaan pekerjaan tidak diyakini keterjadiannya.
Berdasarkan hasil permintaan keterangan kepada Sekretaris DPRD pada 14 Mei 2018, yang bersangkutan mengakui bahwa SPJ belanja makanan dan minuman tersebut tidak sesuai dengan kondisi senyatanya.
Kegiatan pembahasan Rapperda memang benar dilakukan. Namun, nota dan bukti-bukti dalam SPJ dibuat tidak sesuai dengan kondisi senyatanya dalam hal volume maupun harga. Di antaranya bukti dari Rumah Makan A dan Rumah Makan F, di mana dalam realisasinya tidak sebesar itu, bukti tersebut dibuat hanya untuk memenuhi administrasi.
Hal tersebut dilakukan karena anggota DPRD meminta dana tersebut dicairkan secara tunai. Namun atas kondisi tersebut, Sekretaris DPRD tidak memiliki bukti atau dokumen yang mendukung seperti serah terima uang tunai, daftar kehadiran Rapperda, dan bukti-bukti belanja makanan dan minuman yang riil. Bukti-bukti tersebut dibawa oleh Bendahara Pengeluaran yang lama dan keberadaanya tidak dapat dihubungi.
“Hasil pemeriksaan atas dokumen SPJ dan permintaan keterangan Sekretaris DPRD Tolikara tersebut juga diketahui bahwa pembuatan bukti SPJ yang tidak sesuai dengan kondisi senyatanya tersebut juga dilakukan pada belanja makanan dan minuman atas 12 kegiatan tersebut di atas senilai Rp 16.108.000.000.”
Selanjutnya dari hasil permintaan keterangan lanjut kepada anggota DPRD diketahui, bahwa anggota DPRD tersebut menyatakan tidak menerima uang terkait belanja makanan dan minuman, baik pada kegiatan pembahasan Rapperda maupun kegiatan lainnya.
Hal tersebut, lanjutnya, tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 21 Tahun 2011 Pasal 132.
Pasal 132 Ayat 1 Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 menyatakan, setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung bukti yang lengkap dan sah. Kemudian, Ayat 2 menyatakan bahwa bukti sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus mendapat pengesahan oleh pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud.
Hal tersebut mengakibatkan belanja makanan dan minuman pada 12 kegiatan Sekretariat DPRD Tolikara tidak dapat diyakini kewajarannya senilai Rp 16.108.000.000. Hal tersebut disebabkan karena Sekretaris DPRD Tolikara lalai merealisasikan belanja makanan dan minuman pada 12 kegiatan DPRD Tolikara sesuai kondisi senyatanya.
“Atas permasalahan tersebut Pemerintah Kabupaten Tolikara melalui Sekretaris DPRD menyatakan sependapat dan berkomitmen penuh untuk membenahi kondisi yang ada sehingga dikemudian hari tidak terulang lagi kesalahan yang sama,” katanya.
BPK RI Papua juga merekomendasikan kepada Bupati Tolikara agar memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Sekretaris DPRD terkait pertanggungjawaban belanja makanan dan minuman tidak sesuai kondisi senyatanya.
Kemudian memerintahkan Sekretaris DPRD Tolikara mempertanggungjawabkan nilai belanja makanan dan minuman yang tidak sesuai dengan kondisi senyatanya setelah melalui verifikasi inspektorat. *** (*/WN-01) Kontak person, Gabriel de Sola: (0813 6028 5235)