Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero



I Raj. 17:10-16; Ibr.9:24-28; Mrk. 12:41-44
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, bacaan I dan bacaan Injil, menyebut secara gamblang tentang seorang janda. Maka, saya tertarik untuk mengulasnya dalam kotbah pada minggu biasa ketigapuluh dua ini.

Bacaan I menceritakan tentang perjumpaan nabi Elia dengan seorang janda. Dikisahkan bahwa Tuhan mengutus nabi Elia untuk datang kepada seorang janda. Janda itu sedang mengumpulkan kayu. Nabi Elia menjumpai janda itu. Janda itu terlihat sedang putus asa. Mengapa ia terlihat putus asa? Karena sesungguhnya dia tidak ada roti sedikitpun. Ia cuma punya segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli.

Ketika dia dijumpai nabi Elia, dia sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, lalu pulang dan mengolah tepung itu bagi dirinya sendiri dan untuk anaknya. Dia sudah pasrah bahwa dia dan anaknya makan roti yang dibuatnya, kemudian mereka akan mati. Karena tidak punya makanan lagi.
Demikian yang dia sampaikan dengan jujur kepada nabi Elia ketika nabi Elia bertemu dengannya dan meminta roti kepadanya. Ia berseru kepada perempuan itu, katanya: “Cobalah ambil bagiku sedikit air dalam kendi, supaya aku minum. Ketika perempuan itu pergi mengambilnya, ia berseru lagi: “Cobalah ambil juga bagiku sepotong roti.” Perempuan itu menjawab: “Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikitpun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati.”

Kata-kata janda itu adalah ekspresi putus asa. Dia tidak punya apa-apa lagi untuk dapat dimakan oleh dia dan anaknya. Mendengar jawabannya itu, Elia berkata kepadanya: “Janganlah takut, pulanglah, buatlah seperti yang kaukatakan, tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu. Sebab beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itupun tidak akan berkurang sampai pada waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi.”
Janda itu percaya benar pada apa yang diucapkan oleh nabi Elia. “Lalu pergilah perempuan itu dan berbuat seperti yang dikatakan Elia; maka perempuan itu dan dia serta anak perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya. Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia.” Jadi, janda yang percaya ini bukan hanya menerima berkat jasmani dari nabi Allah, tetapi ia juga menerima berkat rohani dari Allah.
Lalu, bagaimana tentang janda pada bacaan injil? Dikisahkan:” Pada suatu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar. Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.”
Saudara-saudaraku, ada persamaan dari kedua janda yang dikisahkan hari ini. Mereka sama-sama adalah janda yang miskin. Dalam kemiskinan mereka, mereka lakukan hal yang sama: berbuat baik kepada sesama (nabi Elia) dan berbuat baik kepada Tuhan. Mereka berbuat baik dengan apa yang ada pada mereka. Mereka berbuat baik dari kekurangan mereka. Mereka juga punya iman yang teguh akan kasih setia Allah. Bahwa Allah yang penuh kelimpahan itu, tentu tidak tega membiarkan mereka mati kelaparan. Karena itu, mereka dengan penuh ikhlas memberikan milik mereka itu. Roti yang terbuat dari sisa tepung terigu dan dua peser. Dua peser yang dimasukan janda dalam peti derma itu mungkin saja senilai dengan uang receh Rp 100 yang sudah kita tidak gunakan lagi. Nilai receh itu malah sudah kita buang. Mungkin hanya sebegitulah nilai persembahan janda itu. Dia memang benar-benar tidak punya uang lagi. Yang tertinggal sisa itu saja. Dan yang tersisa itulah dia persembahkan untuk Tuhan. Sesudah itu, dia benar-benar tidak punya uang lagi.
Janda yang memberikan dari kekurangan itu, dia berikan semuanya kepada Tuhan, -tanpa tersisa – sebagai tanda ucapan syukur bagi dia yang telah mendapatkan berkat yang sudah dia terima dari Tuhan. Persembahan janda itu menjadi perhatian Yesus karena bukan soal nilai, tetapi soal pengorbannya yang luar biasa. Dia boleh tidak makan tidak minum karena tidak ada uang untuk membelinya, asal dia bisa mempunyai waktu untuk berbuat baik bagi Tuhan dan sesama melalui berderma itu. Dermanya yang hanya dua peser itu, tidak untuk menyuap atau menyogok kebaikan dan kasih setia Tuhan, tetapi ketika dia memberi dalam diam, hatinyanya tentu berkata:” Yang ada padaku hanya ini saja, Tuhan. Berkenanlah menerimanya.” Maka karena mengetahui isi hati janda itu, Yesus pun memuji dia di hadapan para murid-Nya:” tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya. “
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, dua janda yang kita jumpai dalam kitab suci hari ini, kita akan terus jumpai janda-janda yang lain dalam kehidupan kita setiap hari. Terhadap para janda itu, Tuhan telah berkata:” mereka harus dibelah (Yes 1:17; Ul 14:29; 16:11,14; 24:19-21), mereka benar-benar harus dihormati (1Tim 5:3), mereka wajib ditolong oleh temannya (1Tim 5:4,16), mereka patut ditolong oleh jemaat (Kis 6:1; 1Tim 5:9), Mereka wajib dikunjungi di dalam kesusahan mereka (Yak 1:27) dan mereka dibiarkan mendapat berkat bersama kita. (Ul 14:29; 16:11,14; 24:19-21).
Hari ini, dikemukakannya dua janda melalui bacaan suci, hendak mengajarkan kepada kita soal keberpihakan kita kepada para janda, menghormati mereka. Dan bahkan kita belajar dari mereka,bagaimana memberi dengan ikhlas, memberi dari apa yang ada pada mereka. Kedua janda ini, pada akhirnya menjadi janda hebat yang dipuji, perempuan tangguh yang diberkati dengan berkat surgawi dan duniawi, yang memberi tanpa takut kehilangan. Maka mari, kita belajar dari perempuan janda ini untuk melihat secara adil dan benar, untuk memperlakukan dengan bijak, para janda di tengah kehidupan sosial kita. ***