Oleh : Melkior Koli Baran
JAKARTA : WARTA-NUSANTARA.COM–Di awal pemerintahan baru Indonesia, puluhan Organisasi non Pemerintah (NGO) yang peduli dengan ancaman global perubahan iklim menyuarakan krisis Iklim global yang juga tengah melanda negeri kepulauan Indonesia ini.
Memilih lokasi di ibu kota Negara, puluhan organisasi yang beberapa tahun terakhir berkoalisi di bawah payung program kampanye dan advokasi “Voice for Just Climate Action” (VCA) itu berkumpul di akhir tahun 2024 untuk menyuarakan krisis iklim di Indonesia yang terus memburuk.
Kampanye skala nasional ini dikemas dalam event kampanye “Indonesian Climate Week” (ICW), mengambil tempat di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta. Sejak Minggu hingga Senin (9 dan 10 Desember), puluhan Organisasi non Pemerintah yang tersebar di seluruh Indonesia dan bekerja langsung di akar rumput ini mulai berdatangan ke lokasi kampanye. Mereka membawa cerita-cerita akar rumput seputar aksi adampasi dan mitigasi iklim.
Puluhan organisasi non pemerintah ini terkonsolidasi dalam aksi-aksi iklim dalam program VCA di berbagai tempat dalam berbagai koalisi. Sejumlah organisasi bersama Yayasan Humanis untuk wilayah Nusa Tenggara Timur, WWF untuk wilayah Papua dan kawasan urban kota bersama SDI serta Consortium for Knowledge Managemen bersama sejumlah organisasi di dalamnya.
Solusi Berbasis Lokal
Indonesian Climate Week yang berlangsung tanggal 10 hingga 14 Desember 2024 ini diorganisasi oleh konsorsium fos Knowledge Managemen Brokering (C4LEDGER) dan dihadiri utusan organisasi-organisasi dari berbagai koalisi program VCA di NTT, Papua dan Jakarta – Yogyakarta. Direktur YKWS Lapung Febry Ekawati selaku lead contak C4LEDGER untuk event ini mengungkapkan bahwa Indonesian Climate Week dirancang untuk mengkampanyekan, mengadvokasi dan menyosoti solusi dan tindakan iklim berbasis lokal melalui narasi-narasi positif dan media artistic. Menurutnya, kampanye ini focus menampilkan cerita-cerita aksi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dari berbagai daerah di Indonesia, terutama Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua.
Isu perubahan iklim sektor urban memperlihatkan suara-suara perubahan dari kawasan Jakarta dan sekitarnya. Dari Papua secara khusus menampilka aksi-aksi terkait keadilan Pengelolaan Sumberdya Alam dan penguatan hak-hak masyarakat adat. Saat ini, pulau Papua seakan menjadi titik perhatian pembangunan untuk pangan dan energy. Namun hal penting yang mesti menjadi perhatian dalam Pembangunan-pembangunan strategis nasional ini adalah menghormati keberadaan dan keaslian masyarakat adat di tanah Papua. Sedangkan Nusa Tenggara Timur sebagai provinsi kepulauan dengan ancaman tinggi terhadap kelangsungan ecosystem pulau-pulau kecil. Di tanah savana pulau-pulau kecil di Nusa Tenggara Timur ini isu pangan, energy, air dan keselamatan ecosystem pulau-pulau kecil menjadi focus aksi dan kampanye.
Menurut Direktur Pikul NTT Pantory Kuswardono, “aksi-aksi iklim di NTT lebih pada adaptasi. Sedangkan mitigasi merupakan co-benefit dari adaptasi”. Hal-hal ini yang selama ini dikampanyekan di NTT dan diharapkan menjadi perhatian pemerintahan baru di NTT hasil Pilkada serentak tahun 2024.
Masih dari Nusa Tenggara Timur, zona laut yang mengikatsatukan pulau-pulau kecil ini tak lepas sdari perhatian agar kesejahteraan dan keselamatan rakyat menjadi terdepan dalam strategi pembangunan di NTT.
Isu laut dan pesisir mesti dibangun dalam satu kesatuan ecosystem di mana masyarakat nelayan dan pesisir adalah subyek dan obyek Pembangunan. Mereka sangat memahami secara detail perubahan-perubahan landskap laut dan pesisir di wilayahnya. Seperti di kabupatenFlores Timur, masyarakat nelayan suku Bajo di sana sangat detail mengungkapkan perubahan-perubahan kawasan pesisir dan laut terkait matapenghidupan mereka. “Laut semakin dekat ke rumah kami. Tetapi ikan semakin jauh dari kehidupan kami”, demikian ungapan nelayan Bajo dari Meko, Adonara, Flores Timur yang mengartikan perubahan iklim yang mereka rasakan.
Sampah, banjir, air bersih, polusi udara dan pemukiman penduduk menjadi isu perkotaan yang sangat kontekstual dengan perubahan iklim. Dalam event nasional inilah, suara-suara Komunitas tentang aksi-aksi iklim diperdengarkan langsung di jantung ibu kota negara.
Gerakan Bersama
Dikutip dari TOR yang dikeluarkan C4LEDGER, Indonean Climate Week ini antara lain bertujuan menyatukan dan menciptakan ruang aman untuk terbangunnya interaksi antara pemegang hak, masyarakat umum, kaum muda, masyarakat adat, pembuat kebijakan, pemimpin politik, perwakilan sektor swasta dan akademisi dari berbagai latar belakang yang tak terbatas. Dalam ruang yang sama inilah, para pihak ini setara dalam membahas dan nerancang Solusi cerdas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang adil. “Point penting di sini adalah climate justice dalam Pembangunan”, kata Febry dari C4LEDGER.
Ia menargetkan kurang lebih 1000 orang pengunjung yang mengakses berbagai informasi dalam event ini. Segmen masyarakat yang diharapkan terlibat dan mendapat manfaat, antara lain masyarakat umum terutama aktivis non-lingkungan/lingkaran iklim, anak muda, mahasiswa, masyarakat yang terkena dampak krisis iklim, organisasi migran, seniman dan praktisi budaya.
Karena itu, pihak panitya telah mengemas kampanye-kampanye dalam berbagai kegiatan pameran, dialog publik dan pemutaran film. Rangkaian kegiatan ringan tapi bersisi ini memungkinkan pengunjung menyerap berbagai informasi dan pembelajaran aksi-aksi iklim. Seperti melalui karya-karya visual (foto, video dan ilustrasi), sudut realitas virtual dan pamern ruang kosong yang menceritakan berbagai dampak krisis iklim serta solusi cerdas akar rumput.
Panitya menyiapkan ruang pammeran untuk membangun narasi alternatif yang mengedukasi publik tentang pentingnya menempatkan komunitas yang terpapar dampak perubahan iklim namun terpinggirkan dari pusat kebijakan solusi iklim. Dialog publik menampilkan para pencerita dari berbagai latarbelakang masyarakat terkait berbagai topik iklim, seperti aksi iklim berbasis masyarakat, energy bersih, pembiayaan iklim, praktek adaptasi yang menggugah.
Tak lupa juga menampilkan film bertema lingkungan dan iklim yang memantik diskusi dan berbagi informasi untuk meningkatkan kesadaran bersama tentang lingkungan.
Event nasional ini mulai dibuka Selasa petang, 10 Desember 2024 bertepatan dengan peringatan hari Hak Asasi Manusia. Bahwa bebas dari guncangan perubahan iklim, atau pembangunan berkeadilan iklim adalah juga perspektif pemenuhan, penghormatan dan perelindungan Hak Asasi Manusia. Karena itu, negara wajib hadir di sana. (Melkior Koli Baran)***