Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Yes. 52:7-10; Ibr.1:1-6; Yoh. 1:1-18.
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, kita mendengar injil Yohanes yang dimulai dengan kata-kata:”Pada mulanya adalah Firman dan Firman itu bersama-sama dengan Allah. Dan Firman itu adalah Allah. Ia pada awal mulanya ada bersama dengan Allah” (Yoh 1:1-2). Kata-kata pada mulanya ini mengingatkan kita akan bacaan I minggu adven IV dalam kitab Mikha 5:1. Nabi Mikha juga menggunakan kata-kata seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala. Kata-kata purbakala, sejak dahulu kala, yang oleh penginjil Yohanes menyebutnya dengan “pada mulanya” ini mengingatkan kita juga pada Kejadian 1:1 ketika di masa lalu Allah mencipta alam semesta dan segala isinya. Kata-kata pada mula adalah Firman mau menunjukkan bahwa Yohanes hendak menghubungkan peristiwa penciptaan pada hari pertama tentang terang dengan kelahiran Yesus yang disebut sebagai terang ilahi yang datang ke dunia ini untuk menyinari kegelapan dunia.
“Pada mulanya adalah FirmanFirman itu bersama-sama dengan Allahdan Firman itu adalah Allah.Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terangmanusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya. Terangyang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya.”
Dari prolog itu, Yohanes hendak memulainya dengan memperlihatkan Yesus Kristus sebagai Firman Allah yang hidup, yang sudah ada sejak kekekalan dan turut berkontribusi atau mengambil peranan dalam penciptaan alam semesta dan semua yang ada di dalamnya. Kata yang digunakan yakni “pada mulanya adalah Firman” memberikan sesuatu gambaran atau mengekspresikan sesuatu yang hidup dan yang sudah ada sejak awalnya itu. Maka ketika kata-kata itu digunakan Yohanes untuk melukiskan identitas Yesus pada hari ini, sejatinya mau mengatakan kepada kita bahwa pada mulanya itu mengandung makna waktu lampau, kini dan yang akan datang. Sebuah waktu yang terus berevolusi secara berkesinambungan dan berkelanjutan, tanpa dibatasi oleh ruang. Inilah yang disebut dengan kekekalan itu. Itulah hakekat kekekalan Imanuel – Allah Beserta Kita yang kita rayakan hari ini
Saudara-saudaraku yang terkasih, oleh Yohanes dikatakan bahwa Firman itu telah menjadi manusia,dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya,yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” Firman itu adalah Allah sendiri yang datang dalam rupa manusia, untuk mengalami segala kemanusiaan manusia di segala zaman, – kecuali dalam hal dosa.- Maka peristiwa kelahiran Yesus menjadi moment pemanusiawian Allah serentak itu pula adalah moment pengilahian manusia. Kedatangan Yesus sebagai Manusia ini kemudian diwartakan dalam surat Ibrani Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah. Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini dan Aku akan menjadi Bapa-Nya, dan Ia akan menjadi Anak-Ku. Dan semua malaikat Allah harus menyembah Dia. Maka dalam injil Lukas diberitakan bahwa ketika Yesus Juruselamat itu lahir, tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.”
Kelahiran Yesus yang diwartakan oleh para malaekat itu membawa kabar sukacita sebagaimana sudah dinubuatkan oleh nabi Yesya:“Betapa indahnya kelihatan dari puncak bukit-bukit kedatangan pembawa berita, yang mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, yang mengabarkan berita selamat dan berkata kepada Sion: “Allahmu itu Raja! Dengarlah suara orang-orang yang mengawal engkau. Mereka bersama-sama bersorak-sorai.Sebab dengan mata kepala sendiri mereka melihat bagaimana TUHAN kembali ke Sion.Bergembiralah, bersorak-sorailah bersama-sama, hai reruntuhan Yerusalem! Sebab TUHAN telah menghibur umat-Nya, telah menebus Yerusalem. TUHAN telah menunjukkan tangan-Nya yang kudus di depan mata semua bangsa; maka segala ujung bumimelihat keselamatan yang dari Allah kita.”
Saudara-saudara yang terkasih, saya mengakhiri kotbah Natal tahun ini dengan mengutip Pesan Natal Paus Fransiskus untuk Umat Dunia: “Kelahiran Yesus mengajarkan umat manusia untuk menghargai kelembutan dan cinta yang sejati. “Natal membawa kelembutan seorang anak, dan ini memberi kita harapan,” lanjutnya. Paus menggambarkan bagaimana kelahiran Sang Juruselamat mengundang umat untuk merangkul nilai-nilai kasih, damai, dan kesederhanaan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kesempatan yang sama, Paus juga mengingatkan umat bahwa Natal tidak hanya tentang tradisi atau perayaan, tetapi juga tentang mengenang keluarga kudus di Betlehem. Kehadiran Maria dan Yosef dalam kisah kelahiran Yesus memberikan teladan penting tentang pengorbanan, cinta, dan tanggung jawab dalam keluarga.
Paus Fransiskus mengajak umat di seluruh dunia untuk menjadikan pesan Natal ini sebagai dorongan untuk menciptakan dunia yang lebih damai dan penuh cinta. Natal, menurutnya, adalah momen untuk memperbarui iman dan memperkuat hubungan dengan sesama, terutama melalui tindakan nyata dalam mendukung mereka yang membutuhkan.
“Marilah kita merayakan Natal dengan hati yang terbuka, penuh syukur atas cinta Allah yang begitu besar. Semoga kelembutan Natal memberikan sukacita dan harapan dalam setiap langkah hidup kita,” tutup Paus Fransiskus.
Dengan pesan yang sederhana namun penuh makna ini, Paus Fransiskus mengingatkan umat bahwa Natal adalah saat yang indah untuk merenungkan karunia besar yang telah diberikan Allah melalui kelahiran Putra-Nya, Yesus Kristus.”
Selamat Merayakan Hari Natal!!