Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Kotbah Pesta Keluarga Kudus Pembukaan Tahun Yubileum
1 Sam.1:20-22.24-28; 1 Yoh. 3:1-2.21-24; Luk. 2:41-52
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih dalam Tuhan, Hari ini kita merayakan Pesta Keluarga Kudus: Yesus, Maria dan Yosef. Pesta ini diresmikan oleh Paus Leo XIII pada tahun 1893. Hingga Januari 1969 pesta ini dirayakan pada hari Minggu dalam Oktaf dari Penampakan Tuhan. Tahun ini, bersamaan dengan kita merayakan Pesta Keluarga Kudus, kita membuka Tahun Yubileum, – Tahun Rahmat Tuhan -, yang sudah diumumkan Bapa Suci Fransiskus pada Malam Natal. Tema Tahun Yubileum: SPES NON CONFUNDIT.
“Pengharapan tidak mengecewakan” (Rm 5:5). Karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” (Rm. 5:1-2.5).Tahun Suci yang dibuka hari ini akan berakhir di Gereja-Gereja partikular pada hari Minggu, 28 Desember 2025.
Bertepatan dengan Pesta Keluarga Kudus dan Pembukaan Tahun Yubileum, saya hendak mengisahkan kembali sebuah cerita dengan judul: Dua Bayi Dalam Satu Palungan (https://talk2theworld.wordpress.com, diakses pada hari Senin, 23 Desember 2024). Tahun 1994 dua orang Amerika diundang oleh Departemen Pendidikan Rusia untuk mengajar moral dan etika berdasarkan Alkitab di sekolah-sekolah dan panti asuhan. Menjelang Natal mereka mendatangi sebuah Panti Asuhan. Di sana mereka menceritakan kisah Natal Yesus di Betlehem.
Untuk pertama kalinya anak-anak yatim piatu itu mendengar kisah Natal, yaitu perjalanan Maria dan Yusuf ke Betlehem di mana mereka terpaksa harus menginap di kandang domba. Kemudian datanglah seke-lompok gembala dan orang majus dari Timur untuk menjumpai bayi Yesus yang sedang tidur dalam sebuah palungan dan memberi hadiah kepada-Nya.
Sepanjang kisah itu diceritakan, baik anak-anak maupun pengurus panti mendengarkan dengan khidmat. Untuk menghidupkan suasana malam Natal itu, setiap anak disuruh membuat palungan tempat Yesus dibaringkan. Anak-anak itu pun membuat palungannya masing-masing. Suasana hening sejenak.
Salah satu dari orang Amerika itu berjalan-jalan dan memperhatikan karya anak-anak itu. Ia tiba di tempat si kecil Jessica, seorang anak yang berusia 6 tahun. Saat melihat palungan yang dibuat oleh si kecil Jessica, ia terheran-heran. Mengapa ada dua bayi dalam satu palungan, bukankah seharusnya hanya ada satu bayi? Ia memanggil penerjemah agar menanyakan hal itu kepada Jessica.
Sambil melihat palungannya, Jessica kecil mengulang kisah Natal itu dengan lancar. Memasuki bagian di mana Maria meletakkan bayi itu ke dalam palungan, Jessica bercerita dengan kalimat penutup yang dibuatnya sendiri.
“Aku hadir di sana saat Maria menaruh Yesus di palungan. Yesus melihat aku dan bertanya apa aku punya tempat tinggal? Aku bilang, aku tak punya mama juga tak punya papa, jadi aku tak punya tempat tinggal sendiri. Yesus bilang aku sih boleh tinggal dengan dia. Tapi aku bilang, tidak bisa, aku kan tidak punya apa-apa yang bisa kuberikan sebagai hadiah, seperti para gembala dan orang majus dari Timur itu. Tapi aku begitu ingin tinggal bersama-Nya, aku ingin memberi apa yang aku miliki untuk dijadikan hadiah. Pikirku, kalau aku dapat membantu menghangatkan Dia, itu pasti jadi hadiah yang bagus. Aku bertanya pada Yesus, “Kalau aku menghangatkan-Mu, cukup tidak itu sebagai hadiah?” Yesus menjawab, “Kalau engkau menghangatkan Aku, itu bakal menjadi hadiah terbaik yang pernah diberikan siapapun kepada-Ku.” Kemudian aku masuk dalam palungan itu, lantas Yesus mengajakku tinggal bersama-Nya untuk selamanya.”
Jessica berhenti bercerita, matanya berkaca-kaca dan air mata membasahi pipinya. Ke-palanya tertunduk dan seluruh tubuhnya bergetar, ia menangis dan menangis. Yatim piatu yang kecil ini telah menemukan seseorang yang tak akan pernah melupakan dan meninggalkannya, seseorang yang tinggal dan menemaninya untuk selama-lamanya.
Jesicca telah menjadi anak yatim piatu, tanpa pula mempunyai rumah sendiri. Ia kehilangan papa dan mamanya. Ia hanyalah sebatangkara di tengah anak-anak panti asuhan. Ketika Jessica menjadi anak yatim, ia telah ditinggal pergi sang ayah untuk selamanya. Ia juga telah menjadi anak piatu, karena mengalami kehilangan kekal dari sang bunda.
Ia pun tak punya saudara. Ia hidup sebatangkara dalam usia yang masih bocah. Jesicca menemukan “tempat yang kosong” dalam ziaran hidupnya yang masih belia. Namun ketika hari ini Jessica merayakan Pesta Keluarga Kudus, tempat yang kosong itu telah terisi kembali.
Tempat kosong sang ayah telah diganti oleh Santu Yosef, yang setia menuntun perjalanannya. Lalu, tempat kosong sang bunda telah diisi oleh Bunda Maria. Bunda yang selalu mendoakan ziarah hidupnya. Dan, tempat kosong sebagai saudara telah diisi oleh Yesus, Sang Bayi Natal Betlehem.
Kini, dalam ziarahnya yang penuh pengharapan, Jessica sadar bahwa ia tidak sendirian lagi. Secara spiritual, ia telah memiliki Bapa Yosef, Ibu Maria dan saudaranya Yesus. Ketiga tokoh suci ini akan menemani ziarah hidupnya. Yesus, Sang Terang itu, akan selalu membimbingnya di jalan yang benar. Karena itu dia berjanji dalam dirinya sendiri, apapun dinamika dan romantika perjalanan hidupnya, ia akan selalu “menaruh dirinya” dalam satu palungan bersama Yesus.
Maka dengan itu, dalam ziarah hidup ini dia akan selalu meyakini bahwa pengharapan lahir dari cinta dan didasarkan pada cinta yang memancar dari hati Yesus yang tertikam di kayu salib. Karena itu dia juga boleh bermegah dalam kesengsaraannya, karena dia percaya pada kata-kata Paulus bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.” (Rm. 5:3–4). Baginya, pengharapan itu tidaklah mengecewakan.
Pengharapan menumbuhkan otimisme baru bahwa Tuhan yang telah menjadi manusia dan diam di antara kita, pasti selalu ada dan senantiasa menyertainya dalam setiap derap langkah hidupnya, karena Allah itu Imanuel.
Perjalanan yang paling utama yang harus diperhatikan adalah perjalanan menuju Rumah Tuhan, sebagaimana dicontohkan oleh Keluarga Kudus Nasareth.
Saudara-saudara, ketika hari ini kita merayakan Pesta Keluarga Kudus, kita juga diingatkan untuk selalu berjalan menuju Rumah Tuhan, sebagaimana dicontohkan oleh Keluarga Kudus Nasareth dalam injil tadi. Pasca berjalan ke rumah Tuhan, kita juga akan berjalan kembali kepada keseharian hidup kita. Di dalam perjalanan itu kita ingat orang-orang yang hidup sebagai anak yatim, tanpa ayah.
Kita berjumpa dengan anak-anak piatu yang sudah kehilangan mamanya. Kita juga bersua dengan orang-oang yang mungkin hidupnya sebatangkara. Kepada mereka semua itu, pada hari ini, melalui Pembukaan Tahun Yubileum –Paus Fransiskus berharap:”
Bagi semua orang, semoga Yubileum ini menjadi momen perjumpaan pribadi yang sejati dengan Tuhan Yesus, Terang dan “pintu” (lih. Yoh 10:7.9) keselamatan kita, yang selalu diwartakan oleh Gereja, di mana saja dan kepada semua orang sebagai “pengharapan kita” (1 Tim 1:1). ***