Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
1 Yoh. 2:18-21; Yoh. 1:1-18
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, saya teringat akan kebiasaan di Campus Ritapiret. Dulu, ketika masih di Taman Persemaian itu, ada kebiasaan di akhir tahun adalah membuat kaleodoskop. Kaleidoskop akhir tahun adalah koleksi dari beragam atau aneka peristiwa dari banyak hal berbeda yang telah terjadi di tahun tersebut dan disajikan secara singkat pada akhir tahun tersebut. Maka, kaleidoskop tahun 2024 adalah koleksi dari beragam atau aneka peristiwa dari banyak hal berbeda yang telah terjadi di tahun 2024. Kaleidoskop adalah cerminan sekaligus evaluasi atas lika-liku perjalanan hidup kita yang telah dilalui selama setahun silam.
Bila itu menjadi tujuannya, maka satu-satunya syarat yang harus dijadikan panduan adalah berjalan kembali ke dalam diri untuk mengintrospeksi diri. Sampai di sini teringatlah saya akan tulisan Pater Paul Glynn, SM dengan judul: A Song of Nagasaki yang diterjemahkan oleh P. Gregor Neonbasu, SVD dengan judul: Sebuah Lagu Untuk Nahasaki.
Beliau menulis sebuah cerita demikian:” Di sebuah kerajaan zaman lampau berkuasa seorang raja yang bijaksana. Di kerajaan itu ada dua orang peziarah. Untuk menguji kedua peziarah ini, rajapun memanggil mereka berdua dan mengatakan bahwa raja memberikan dua tahun kepada kedua peziarah ini untuk mencatat tempat-tempat yang menyenangkan dan juga tempat yang tidak menyenangkan.
Karena itu kepada kedua peziarah itu beliau berpesan untuk membawa segala sesuatu yang dapat mendokumentasikan dan merekam tempat-tempat dan peristiwa-peristiwa yang dijumpai selama perjalanan itu. Setelah dua tahun mereka berjalan, mereka kembali melaporkan hasil perjalanan mereka.
Raja bertanya kepada peziarah pertama, menurut Anda, mana tempat yang sangat menarik? Peziarah itu pun menjawab:” Yang paling menarik dalam seluruh perjalanan saya adalah suasana pada beberapa rumah ibadat di kutub utara.” Raja pun bertanya lagi:” Mengapa bagimu, tempat itu sangat menarik?” Peziarah itu menjawab:” Karena walau sedingin apapun, umat tetap datang ke tempat tersebut untuk berdoa dan memuji Tuhan.” Raja pun menjawab:” Itu bukan jawabannya.”
Maka datanglah peziarah kedua dan berkata:” Tempat yang sangat menarik dalam perlawatan saya adalah tempat pertunjukan raksasa yang dibanjiri jutaan manusia, yang tidak saja tersebab oleh tayangan acara yang sungguh-sungguh menawan dan menggemparkan hati, melainkan juga karena partisipasi dan setia kawan dari masyarakat bangsa-bangsa di dunia.” Setelah mendengar jawabannya, raja pun menjawab:” Tidak! Itu bukan jawabannya!
Lalu raja untuk kedua kalinya berkata kepada mereka:” Sekarang saya memberikan dua jam saja kepada kalian untuk menemukan tempat yang paling tidak menyenangkan.” Kedua peziarah pun berbagi arah untuk menjumpai tempat yang dimaksud. Dua jam kemudian datanglah kedua peziara itu. Bertanyalah raja kepada mereka:” Manakah tempat yang paling tidak menyenangkan?”
Peziarah pertama menjawab:” Hal yang paling tidak menyenangkan adalah kalau orang selalu cendrung untuk saling mempersalahkan tanpa alasan yang mendasar!” Peziarah kedua menimpali:” Hal yang paling tidak menyenangkan adalah orang mengingkari nilai-nilai moral dan budi pekerti serta agama. Orang tidak memandang sesama sebagai saudara.”
Terhadap kedua jawaban itu, raja itu dengan tegas mengatakan:” Tidak!” Lalu kedua peziarah itu balik bertanya kepada raja itu, kalau demikian apa jawaban yang benar? Kata raja itu:” Tempat yang paling menarik sekaligus tidak menyenangkan adalah Perjalanan Kembali Ke Dalam Diri Sendiri.”
Pertama:” Kembali ke dalam diri sendiri adalah suatu hal yang paling menarik karena inilah jalan dan sikap hidup yang darinya seseorang dapat memperoleh inspirasi dan seketika itu mendapatkan kekuatan untuk membaharui motivasi hidup serta merevisi strategi kerja.”
Kedua:” Perjalanan kembali ke dalam diri, sering tidak menyenangkan karena kita akan berjumpa dengan kekurangan, kelemahan, kekeliruan, cacat-celah dan dosa-dosa kita.”
Bapa, ibu, saudara, saudari, ketika kita melakukan perjalanan kembali ke dalam diri sendiri untuk menjumpai peristiwa-peristwa dan kenangan manis yang sempat tergores dalam memori, atau malah kita bersua dengan kisah-kisah hidup yang tidak menyenangkan, kita ingat kata-kata Yohanes:”Firman itu telah menjadi manusia,dan diam di antara kita.”
Tuhan telah menjadi manusia dan diam di tengah kita artinya bahwa Tuhan selalu ada di setiap hidup dan kehidupan kita. Dia adalah Sumber Terang yang menerangi seluruh perjalanan kita. Dia tidak tinggalkan kita sedetikpun, lebih-lebih ketika kita tertimpah kesulitan hidup. Dia malah menggendong kita, sebagaimana tulisan Margaret Fishback Powers, puluhan tahun silam.
Dia menuliskan sajak yang akan saya kutip di bawah ini. Jejak Kaki Di Pantai. Semalam aku bermimpi sedang berjalan-jalan menyisir sepanjang pantai bersama Tuhan. Di cakarawala langit yang indah terbentang seluruh adegan kehidupanku.
Pada setiap adegan aku melihat dua pasang jejak kaki di pasir. Sepasang jejak kakiku dan yang sepasang lagi jejak kaki Tuhan. Setelah adegan terakhir dari kehidupanku terhampar di hadapanku, aku menoleh ke belakang dan melihat jejak kaki di pasir. Aku memperhatikan bahwa berkali-kali sepanjang hidupku terutama pada saat-saat paling gawat dan mencekam hanya terdapat sepasang jejak kaki saja.
Aku sadar bahwa ini terjadi justru saat hidupku berada pada saat yang paling menyedihkan. Hal ini membuat aku benar-benar sangat kecewa. Aku bertanya pada Tuhan, “Tuhan di manakah Engkau? Engkau mengatakan bila aku memutuskan untuk mengikuti Engkau, Engkau berjanji akan berjalan bersamaku sepanjang jalan hidupku. Namun aku memperhatikan bahwa pada saat-saat paling gawat dan beban berat menimpa hidupku hanya ada sepasang kaki saja. Dan aku tidak mengerti mengapa pada waktu aku sangat membutuhkan Engkau, Engkau justru meninggalkan aku?”
Tuhan menjawab dengan lembut, “Anakku, engkau sangat berharga di mataKu. Aku sangat mengasihi engkau dan Aku tidak akan meninggalkan engkau. Pada waktu engkau dalam bahaya dan dalam penderitaaan engkau hanya melihat sepasang jejak kaki saja, karena pada waktu itu Aku sedang mengendong engkau.”
Saudara-saudariku, mari kita tutup tahun ini dengan ucapan syukur kepada Tuhan sekaligus berharap pada-Nya agar Dia, Sang Terang itu senantiasa menuntun dan membimbing perjalanan hidup kita selama tahun yang baru. Semoga Dia terus berdiam di tengah kita untuk menemani kita dalam perjalanan kita..
We have seen yesterday, and we belive in tomorrow, because we love today. Kita telah melihat hari kemarin (yang penuh dengan kenangan), dan kita percaya hari esok (penuh harapan), sebab kita mencintai hari ini. ***