Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Bil.6:22-27; Gal.4:4-7; Luk.2:16-21
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, secara liturgis, Gereja Katolik universal merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah. Perayaan ini pertama kali ditetapkan oleh Paus Pius XI dalam Ensiklik Lux Veritatis (Cahaya Kebenaran), pada tanggal 25 Desember 1931. Paus Pius XI adalah seorang promotor gigih perdamaian tahun 1922-1939, di mana ia mengeluarkan ensiklik ini untuk memperingati 1500 tahun Konsili Efesus (431), sebagai konsili yang menetapkan Dogma Maria Bunda Allah yang kita kenal dengan istilah Theotokos . Awalnya, Perayaan Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah ini dirayakan pada 11 Oktober, tetapi dalam pembaruan liturgi tahun 1970 perayaaan ini dipindahkan pada tanggal 1 Januari setiap tahun.
Pemindahan itu tentu mempunyai pertimbangan baik. Pada tanggal 1 Januari adalah tepat hari kedelapan, dihitung sejak 25 Desember, oktaf Natal, saat bayi Yesus disunatkan dan diberi nama (Luk 2:21). Hari Yesus disunatkan ini, kini dirayakan sebagai Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah.
Dengan demikian misteri Maria yang istimewa ini diangkat dalam rangkaian perayaan Natal, tetapi juga hakikat ke-Allah-an dari Putra yang dilahirkannya mau direnungkan secara khusus. Sejak mulai dikandung dalam rahim Perawan Maria, dua kodrat, kodrat ke-Allah-an dan kodrat kemanusiaan, bersatu secara hypostatis, tak dapat dipisahkan tetapi juga tidak lebur satu sama lain.
Berkat keputusan kehendak kebaikan Allah, yang Ilahi mengambil daging dari rahim Maria dan sebagai kesatuan Allah-manusia sedemikian itu Ia dilahirkan oleh ibunya. Dengan demikian Maria sungguh-sungguh Bunda Allah, meskipun Maria tetaplah manusia seperti kita.
Gelar Bunda Allah ini sebenarnya menguatkan misteri inkarnasi sendiri. Yesus adalah Sabda yang bersama Allah pada awal mulanya dan kini menjadi daging serta tinggal di antara kita. Ia adalah Immanuel, Tuhan beserta kita. Dengan demikian, penempatan Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah pada tanggal 1 Januari mempunyai dampak penting.
Dengan perayaan pada awal tahun ini, seluruh tahun kini diletakkan di bawah perlindungan dan doa penuh kuasa dari ibu yang melahirkan Allah Putera, di mana doa klasik “Hendak Berlindung” (Totus Tuus Maria) didaraskan. Selain itu, menjadi lengkap dan indah bahwa pada tanggal 1 Januari bagi umat Katolik merupakan Hari Perdamaian Sedunia, yang mulai dirayakan sejak tahun 1968 pada masa Paus Paulus VI, Gereja dibantu oleh Bundanya memohon kepada Allah untuk mengaruniakan damai yang sejati di dunia.
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, ketika kita merayakan Pesta Santa Maria Bunda Allah dan Hari Perdamaian Dunia, kita berkeyakinan bahwa kita pun mendapatkan berkat Tuhan sebagaimana yang kita dengar dalam bacaan I:”TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau;TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkaukasih karunia; TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera”. Terminologi “Memberkati” (berasal dari bahasa Ibrani, barak) mengandung makna kehadiran, tindakan, dan kasih Allah memasuki kehidupan dan lingkungan seseorang.
Berkat ini diperhadapkan di depan hamba-hamba Allah yang setia sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Allah sendiri. Dari kutipan teks di atas, berkat itu terdiri atas tiga bagiann. Pertama, pemberian berkat Allah dan perlindungan-Nya dari kuasa-kuasa kejahatan dan segala sesuatu yang merugikan kesejahteraan hidup seseorang. Kedua, Sinar wajah Tuhan, yaitu kebaikan hati, kehendak baik, dan kasih karunia Allah kepada umat-Nya. Kasih karunia Allah ialah pengampunan, kasih, dan kuasa penyelamatan-Nya. Ketiga, wajah Allah yang dihadapkan kepada mereka yaitu pemeliharaan dan pemberkatan mereka dengan sepenuh hati .Yang dianugerahkan oleh Allah ialah “damai sejahtera” Damai sejahtera (Ibr. _shalom_) berarti tidak ada kekurangan apa-apa dan menerima segala sesuatu yang diperlukan untuk menjadikan hidup ini sungguh-sungguh hidup termasuk harapan akan masa depan. Pada akhirnya, berkat Allah atas umat-Nya akan menghasilkan keselamatan yang memancar bagaikan obor penerang kepada semua bangsa.
Saudara-saudari terkasih, berkat perlindungan Tuhan, berkat Sinar Wajah Tuhan yang memancarkan kasih dan pengampunan serta berkat damai sejahtera sebagaimana yang diterima oleh bangsa Israel, berkat yang sama pula hari ini kita, – anda dan saya – menerimanya pada awal tahun baru ini. Kita memang pantas menerima berkat itu oleh karena kita adalah anak-anak Allah. Berkat yang berlimpah yang kita terima itu akan senantiasa memampukan kita untuk menyapa Allah, sebagai Abba, – Ya Bapa -.
Berkat-berkat yang kita terima pada awal tahun ini, sebagai bukti bahwa Allah itu telah lahir dan berdiam di antara kita. Dia Allah Emanuel. Allah yang senantiasa menyertai setiap derap langkah hidup dan kehidupan kita.
Berkat yang kita terima ini tentu untuk menguatkan perjalanan hidup kita selama setahun ini sekaligus berkat yang menerangi dan menuntun perjalanan hidup kita untuk menggapai kasih dan Kerahiman Tuhan pada Tahun Yubileum ini. Selama Tahun Yubileum ini, kita melakukan ziarah-ziarah ke tempat-tempat suci untuk mengetuk pintu kerahiman Tuhan, kita berpuasa dan bermati raga serta beramal sebagai bentuk belarasa kepada mereka yang kurang beruntung nasibnya. Dengan demikian, kita baru pantas menyandang predikat sebagai anak-anak Allah dan layak menyapa Allah, ya Abba, sebagai Bapa kita, pada Tahun Rahmat Tuhan ini.
Tentu sebagai manusia, dalam ziarah sepanjang tahun yubileum ini, kita akan merasa letih. Namun demikian kita tidak boleh berhenti. Karena kita percaya bahwa Maria Bunda Allah yang kita rayakan pestanya hari ini akan senantiasa mendoakan kita semua agar menjadi orang yang terberkati. Menjadi orang yang terberkati berarti Tuhan akan terus memberkati kita dan melindungi kita;Tuhan menyinari kita dengan wajah-Nya dan memberi kita kasih karunia; Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepada kita dan memberi kita damai sejahtera.
Saudara-saudaraku, mengakhiri khotbah saya, saya mengutip sepenggal kotbah Paus Fransiskus di Basilika St. Petrus pada tanggal 1 Januari 2017. Beliau berkata: “Merayakan Maria sebagai Bunda Allah dan ibu kita di awal tahun baru berarti mengingat kepastian yang akan menemani hari-hari kita: kita adalah umat yang memiliki seorang ibu; kita bukanlah anak-anak yatim”. Selain itu, juga dikatakan bahwa merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah itu “Mengingatkan kita bahwa kita bukan barang dangangan yang bisa dipertukarkan atau pengolah informasi. Kita adalah anak-anak Allah, kita adalah keluarga, kita adalah umat Allah“. Sebagai keluarga besar anak-anak Allah, marilah kita berziarah mengisi hari-hari di Tahun Yubileum ini dengan sebuah harapan yang tidak mengecewakan bahwa Maria Sang Theotokos, akan selalu mendoakan kita pada hari ini hingga selama-lamanya.