Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Neh. 8:3-11; 1 Kor. 12:12-30; Luk. 1:1-4; 4:14-21
WARTA-NUSANTARA.COM–Saudara-saudaraku, pada Minggu Biasa III ini kita peringati sebagai Minggu Sabda Allah. Hari Minggu Sabda Allah ditetapkan oleh Paus Fransiskus dalam surat “Aperuit illis” yang berarti Ia Membukakan Bagi Mereka. Surat apostolic ini diumumkan pada tanggal 30 September 2019 dalam rangka peringatan 1600 tahun wafatnya Santo Hieronimus. Beliau adalah Teolog, Moralis dan Pujangga Gereja. Beliau pula yang menerjemahkan Kitab Suci dari Bahasa Ibrani ke bahasa Latin yang disebut Vulgata. Kalimat bijak yang terkenal adalah:”Tidak Mengenal Kitab Suci Berarti Tidak Mengenal Kristus”.
Dalam surat apostoliknya Paus menulis bahwa mempersembahkan secara khusus suatu hari Minggu dalam Tahun Liturgi bagi Sabda Allah, pertama-tama memampukan Gereja untuk mengalami kembali tindakan dari Dia yang bangkit yang membuka juga bagi kita kekayaan Sabda-Nya agar kita mampu menjadi pewarta kekayaan tak terhingga itu di dunia ini,”
Beliau melanjutkan “hari yang diperuntukkan bagi Alkitab ingin bukan “satu kali setahun”, namun satu kali untuk seluruh tahun, agar kita merasa sungguh perlu menjadi bersahabat dan intim dengan Kitab Suci dan Dia yang bangkit, yang tidak berhenti membagikan Sabda dan Roti di dalam komunitas umat beriman.Untuk itu kita perlu masuk dalam keyakinan tetap dengan Kitab Suci, jika tidak maka hati akan tetap dingin dan mata tetap tertutup, kita bagaikan terserang begitu banyak bentuk kebutaan. Kitab Suci adalah kitab umat Allah yang ketika mendengarkan sabda-Nya beranjak dari situasi perpecahan dan keterpisahan menuju persatuan. Firman Tuhan menyatukan orang-orang beriman dan menjadikan mereka satu umat.
Saudara-saudara yang terkasih, Sabda Allah memang disadari sangat penting dalam kehidupan kita Oleh karena itu Konferensi Wali Gereja Indonesia menetapkan bulan September sebagai Bulan Kitab Suci Nasional. Membaca dan mendengarkan Sabda Tuhan sudah dipraktekan sejak zaman Perjanjian Lama. Kitab Suci selalu dibacakan dalam ibadat-ibadat yang dilaksanakan di Bait Suci atau sinagoga-sinagoga oleh orang Yahudi. sebagaimana yang kita dengar dalam bacaan I.
“Maka berkumpullah seluruh rakyat di halaman di depan pintu gerbang Air.Mereka meminta kepada Ezra, ahli kitab itu, supaya ia membawa kitab Taurat Musa, yakni kitab hukum yang diberikan TUHAN kepada Israel. Lalu pada hari pertama bulan yang ketujuh itu imam Ezra membawa kitab Taurat itu ke hadapan jemaah, yakni baik laki-laki maupun perempuan dan setiap orang yang dapat mendengar dan mengerti. Ia membacakan beberapa bagian dari pada kitab itu di halaman di depan pintu gerbang Air dari pagi sampai tengah hari di hadapan laki-laki dan perempuan dan semua orang yang dapat mengerti. Dengan penuh perhatian seluruh umat mendengarkan pembacaan kitab Taurat itu. Ezra, ahli kitab itu, membuka kitab itu di depan mata seluruh umat, karena ia berdiri lebih tinggi dari semua orang itu. Pada waktu ia membuka kitab itu semua orang bangkit berdiri. Lalu Ezra memuji TUHAN, Allah yang maha besar, dan semua orang menyambut dengan: “Amin, amin!”, sambil mengangkat tangan.Kemudian mereka berlutut dan sujud menyembahkepada TUHAN dengan muka sampai ke tanah (Neh.8:1-7).”
Cara membaca Kitab Suci di atas mimbar dan orang berdiri tatkala Kitab itu dibuka dan dibaca, kemudian dijelaskan kepada umat, adalah tradisi kristiani yang berlaku hingga saat ini. Pertanyaannya adalah siapakah Ezra dan mengapa dia harus menjelaskan Kitab Suci yang dibaca? Ezra adalah orang kedua dari tiga pemimpin utama yang meninggalkan Babel untuk membangun kembali Yerusalem. Ezra juga memulihkan ibadah. Dia adalah seorang ahli Taurat dan imam. Karena itu ia mempunyai kompetensi untuk menjelaskan naskah kitab suci kepada mereka. Dia harus menjelaskan sebab banyak orang Yahudi yang kembali dari pembuangan di Babel, tidak paham lagi akan bahasa Ibrani karena bahasa mereka kini adalah bahasa Aram. Maklumlah mereka menjadi bangsa yang terjajah selama 70 tahun (Yer.25:11-12) sehingga tidak lagi mengerti bahasa Ibrani. Jadi, ketika kitab-kitab suci berbahasa Ibrani dibacakan, sekelompok orang yang saleh menerjemahkannya ke dalam bahasa Aram lalu menjelaskan artinya sedemikian rupa hingga orang banyak itu dapat mengerti dan menerapkannya dalam hidup mereka; sebagai akibatnya, umat itu bersukacita “karena mereka mengerti segala firman yang diberitahukan kepada mereka” (Neh 8:13).
Hal yang dilakukan oleh Ezra di depan orang Yahudi, mirip juga sebagaimana dilakukan Yesus dalam bacaan injil. Lukas menulis:” Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat,lalu berdiri hendak membacadari Alkitab. Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis:
Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang… Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.”
Kemudian itu Ia mengajar di rumah-rumah ibadat dan semua orang memuji Dia. Dan tersiarlah kabar tentang Dia di seluruh daerah itu.
Dalam bacaan I tadi Nehemia menulis bahwa umat itu bersukacita “karena mereka mengerti segala firman yang diberitahukan kepada mereka” (Neh 8:13). Pertanyaannya, apakah firman Allah yang mereka pahami itu mengayu-bahagiakan mereka? Tentu tidak! Karena Sabda Allah itu selain bersifat meneguhkan dan menenteramkan tetapi firman yang sama bisa bersifat mengeritik dan mengoreksi. Melalui Sabda Allah, Tuhan hendak meneguhkan kita terhadap apa yang telah kita lakukan, atau Tuhan meneguhkan keadaan hidup kita, tetapi juga Tuhan mengeritik perilaku kita agar kita harus berubah. Tuhan mengoreksi perbuatan-perbuatan kita yang tidak selaras dengan kehendak-Nya. Saudara-saudaraku, pada Tahun Yobel ini, ketika kita sedang berziarah dalam Pengharapan Yang Tidak Mengecewakan hendaknya ziarah kita dituntun oleh Sabda Tuhan sebagai pelita bagi kaki dan terang bagi jalan kita (Mzm.119:105). Sambil berziarah kita membumikan Sabda Tuhan di tengah kehidupan kita, sebab kita tidak saja sebagai pendengar firman tetapi juga sebagai pelaku sabda (Yak.1:22). Yesus berkata bahwa hanya pelaku Firman yang benar-benar diberkati:”Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan memeliharanya serta tekun melaksanakannya” (Luk. 11:28). ***