Pelajar SMANSA-SMANDU Nubatukan Kaji Kearifan Lokal Ketahanan Pangan Lembata (Dibimbing Dosen FST UNWIRA Kupang



LEMBATA : WARTA-NUSANTARA.COM–Sebanyak 20 orang siswa siswi kelas XII MIPA SMA Negeri 1 (SMANSA) Nubatukan dan satu siswi dari kelas XII IPA SMA Negeri 2 Nubatuka Lembata, terlibat dalam penelitian tentang kearifan lokal masyarakat Lembata dalam upaya ketahanan pangan. Tim penelitian itu terjun ke tengah masyarakat Lembata sejak 24 Januari 2025 dengan mengantongi surat izin atau rekomendasi melaksanakan penelitian di tengah masyarakat, yang dikeluarkan oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Lembata, melalui Surat Rekomendasi nomor: B 200.1/25/KESBANGPOL/I/2025, tanggal 24 januari 2025.
Gerardus Diri Tukan (Gerady Tukan), Dosen Program Studi Kimia dan Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Katolik Widya Mandira (UNWIRA) Kupang, mendampingi dan membimbing 21 pelajar tersebut untuk ‘berburu’ data penelitian ke tengah masyarakat di desa-desa dalam 9 wilayah Kecamatan se-kabupaten Lembata. Para siswa siswi tim penelitian dibekali dengan angket panduan wawancara untuk dapat menjumpai para orang tua di kampung-kampung dan diwawancarai. Terdapat sejumlah kelompok data yang digali dari para orang tua sebagai narasumber yakni: kearifan dalam proses membuka lahan (kebun), tanda-tanda alam yang menjadi penuntun untuk membuka kebun terutama kebun baru, isyarat dari alam yang diyakini untuk mulai menanam serta cara menanam, mengatasi hama tanaman, cara tradisional menyuburkan tanaman di kebun, upacara memanen dan menyimpan hasil panenan, menyimpan bibit tanaman, dan cara-cara atau upaya untuk mengatasi kondisi paceklik atau musim lapar. Data yang digali oleh para pelajar anggota tim penelitian, telah mulai direkap melalui pertemuan bersama pada Minggu, 02 Februari 2025.
“Saat pertemuan rekap data penelitian, anak-anak pelajar anggota tim penelitian, selain menyerahkan data hasil penelitian, juga menceritakan hal-hal menarik yang meraka alami selama proses menggalang data. Ada hal yang membuat mereka terkejut dan tertarik ketika mendengar para orang tua nara sumber menceritakan tentang ritual panggil hujan, ajak atau bujuk hama tanaman agar meninggalkan kebun, tidak boleh lagi menanam jagung pada masa-masa tertentu karena tanah basi, cara simpan bibit tanaman agar tidak rusak, dan berbagai informasi menarik lainnya yang diperoleh. Selain itu, ada pula anggota penelitian yang menceritakan tentang pernyataan senang dan haru dari orang tua yang didatangi untuk dan diwawancarai. Para orang tua narasumber merasa senang karena hal-hal warisan nenek moyang yang selama ini hanya mereka simpan dan mereka pun cemas bahwa akan hilang tergilas zaman modern jika mereka telah meninggal dunia nanti, ternyata kini ditanyakan dan dicatat oleh cucu-cucu yang menanyakan hal-hal warisan nenek moyang itu”. Demikian Gerady Tukan mengemukakan hasil-hasil awal dari penelitian yang dilakukan bersama ke-21 siswa siswi itu.
Dijelaskan pula oleh Gerady bahwa penelitian kearifan local ketahanan pangan yang dilakukannya dengan menerjunkan 21 pelajar SMA kelas XII sebagai anggota tim penggalangan data lapangan tersebut adalah agar dapat menggali dan mendata pengetahuan dan kearifan lokal warisan nenek moyang. “Sebab hal-hal itu telah menjadi cara mereka (nenek moyang red,) untuk adaptif atau bertahan hidup dengan dinamika alam lingkungan. Kita perlu juga belajar dari mereka, terutama dalam upaya kita di era modern ini untuk kedaulatan pangan dan swasembada pangan. Selain itu, melalui penelitian lapangan yang dijalankan oleh siswa siswi ini menjadi ajang belajar dan pengalaman bagi mereka dalam melakukan penelitian lapangan sebagai bekal menuju perguruan tinggi atau rencana mereka ke depan. Mereka belajar tentang bagaimana melakukan penelitian di tengah masyarakat yang harus melewati proses memperoleh izin dari pemerintah setempat dengan surat rekomendasi, lalu bagaimana sikap dan tutur kata untuk bisa diterima oleh narasumber dan narasumber dapat memberikan informasi yang diperlukan.
Sebab, di kampus nanti, jika mereka sudah mahasiswa maka harus berperan mengolah ilmu yang telah dipelajari sejak pendidikan dasar dan menengah untuk melakukan riset dan aplikasinya bagi masyarakat dalam dampingan para dosen. Anak-anak Lembata, jika sudah di bangku kuliah, tidak boleh lemah dan kalah dengan hal-hal ini”. Demikian penjelasan Gerady sambil menambahkan bahwa sebelum para pelajar ke lapangan, didahukui dengan pembekalan dan pembagian atribut. Dikemukakan pula bahwa hasil kajian tim penelitian ini akan diseminarkan dalam bulan Februari 2025, dilanjutkan dalam penulisan artikel ilmiah dan penulisan buku.
Kepala SMA Negeri 1 Nubatukan Lembata, Nikolaus Honi Watun, S.Pd ketika dimintai pendapatnya terkait keterlibatan siswa siswi dari sekolahnya dalam penelitian bersama dosen UNWIRA ini mengemukakan bahwa pihaknya sangat berterima kasih karena siswa siswi dari sekolahnya dapat dilibatkan dalam tim penelitian ini. Sebagai pimpinan sekolah, pihaknya sangat mendukung kegiatan dalam tataran akademik yang melibatkan siswa-siswinya. “Melalui kegiatan ini, siswa siswi saya yang dilibatkan, dapat belajar untuk menggalang data, menganalisis data, menulis dan menuangkan pikirannya secara tertulis hingga membuat kesimpulan. Dari segi manfaat, penelitian yang dijalankan oleh siswa siswi ini hasilnya dapat digunakan sebagai bahan refleksi untuk masyarakat Lembata dalam memanfaatkan kearifan lokal untuk penguatan ketahanan pangan kabupaten Lembata”.
Kepala SMA Negeri 2 Nubatukan, Cletus Laba,S.Pd menyambut baik kegiatan yang melibatkan salah satu siswinya. Menurutnya, pelibatan siswinya tersebut menjadi ajang pembelajaran jiwa meneliti. “Dengan terlibatnya salah satu siswi kami, mereka diajak untuk belajar langsung di alam. Pembelajaran dapat pula dilakukan di lapangan. Misalnya siswa belajar di masyarakat bahwa pada zaman dahulu, nenek moyag membukamkebun yang didahului dengan ritual adat maka hal itu menandakan bahwa nenek moyang sudah mengenal agama dalam bentuk ritual-ritual itu. Nenek moyang zman dahulu juga sudah punya motivasi belajar yang tinggi dan alam menjadi media belajar, misalnya dengan membaca formasi bintang yang menuntun mereka untuk mulai membuka kebun atau bertanam. Jadi, nenek moyang kita sudah belajar, meskipun tidak melalui tekonolgi. Sekarang anak-anak belajar di era teknologi modern namun patut juga melihat bagaimana cara nenek moyang belajar sehingga dapat dikolaborasikan untuk kebaikan”. *** (WN-01)