Gaspar Sio Apelaby: Pupuk Langka, Air Bersih Sulit, Petani Lembata Merana


LEMBATA : WARTA-NUSANTARA.COM–“Pupuk sulit didapat, air bersih pun tak mengalir. Jika ini dibiarkan, bagaimana nasib petani dan masyarakat Lembata?” Kelangkaan pupuk bersubsidi dan krisis air bersih terus menjadi keluhan utama masyarakat Lembata, terutama para petani. Dalam wawancara eksklusif bersama media ini, Jumat (14/2/2025), Anggota DPRD Kabupaten Lembata dari Partai Amanat Nasional (PAN), Gaspar Sio Apelaby, menyoroti dua permasalahan tersebut yang dinilai menghambat kesejahteraan rakyat.

“Saya baru saja selesai melakukan agenda reses, dan hampir di semua titik yang saya kunjungi, masyarakat selalu mengeluhkan dua hal: sulitnya mendapatkan pupuk dan kurangnya akses air bersih,” kata Gaspar. Menurutnya, ini bukan sekadar masalah tahunan, tetapi situasi kritis yang harus segera ditangani oleh pemerintah daerah.
Gaspar mengungkapkan banyak petani yang tidak mendapatkan pupuk bersubsidi hanya karena tidak tergabung dalam kelompok tani. Ironisnya, bahkan yang sudah terdaftar pun tetap kesulitan mendapatkan jatah pupuk mereka.
“Ini masalah serius. Jika petani tidak bisa mendapatkan pupuk, bagaimana kita bisa berharap pada ketahanan pangan? Pemerintah harus segera mencari solusi agar distribusi pupuk lebih adil dan merata,” tegasnya.
Ia menilai sistem distribusi yang ada saat ini masih bermasalah dan rawan penyelewengan. Jika terus dibiarkan, produktivitas pertanian di Lembata bisa anjlok, yang berdampak pada ketahanan pangan daerah.
Selain pupuk, Gaspar juga menyoroti minimnya akses air bersih bagi masyarakat, khususnya di wilayah Kedang. Menurutnya, proyek Weilain yang sudah menyerap banyak anggaran daerah belum benar-benar memberikan manfaat nyata bagi warga.
“Masyarakat di Kedang masih mengeluh soal sulitnya akses air bersih. Kita punya sumber daya, kita punya Weilain, tetapi kenapa masyarakat masih kekurangan air?” ujarnya dengan nada tegas.
Ia meminta pemerintah daerah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proyek ini. Menurutnya, pembangunan infrastruktur saja tidak cukup jika distribusi airnya tidak berjalan dengan baik.
“Kalau mau urus air bersih untuk masyarakat, jangan setengah-setengah. Pemerintah harus memastikan distribusi air berjalan baik dan merata, bukan hanya proyek di atas kertas,” kata Gaspar.
Selain dua isu utama itu, Gaspar juga menyoroti berbagai persoalan lain yang dihadapi masyarakat di dapilnya. Mulai dari infrastruktur jalan usaha tani yang masih buruk, kurangnya tenaga kesehatan dan guru di desa-desa, hingga kebutuhan bibit dan obat-obatan pertanian yang belum terpenuhi.
“Banyak sekolah swasta yang kekurangan tenaga pengajar, sementara di sektor kesehatan, masyarakat kesulitan mendapatkan layanan medis karena minimnya tenaga kesehatan,” tambahnya.
Persoalan bencana alam seperti banjir dan longsor di beberapa wilayah Kedang juga menjadi perhatian serius. Gaspar menilai upaya mitigasi yang dilakukan pemerintah masih sangat minim, sehingga setiap musim hujan selalu terjadi kerugian bagi warga.
Selain infrastruktur dan kebutuhan dasar, Gaspar juga menyoroti fenomena kenakalan remaja yang semakin meningkat di Lembata. Ia menilai perlu ada pendekatan sosial dan edukasi yang lebih baik agar generasi muda tidak terjerumus dalam pergaulan negatif.
“Ini bukan hanya tugas orang tua atau guru, tetapi juga pemerintah daerah. Kita harus memberikan ruang yang positif bagi anak-anak muda, baik dalam bentuk pelatihan keterampilan maupun kegiatan-kegiatan yang membangun,” ujarnya.
Gaspar menegaskan bahwa semua keluhan masyarakat yang ia serap dalam agenda reses akan disampaikan kepada pemerintah daerah agar segera ditindaklanjuti.
“Kami di DPRD punya tugas untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, dan itu yang akan terus kami lakukan,” tutup Gaspar.
Masyarakat tentu berharap agar aspirasi yang telah disampaikan ini tidak hanya berakhir sebagai catatan dalam laporan reses, tetapi benar-benar diperjuangkan dan direalisasikan oleh pemangku kebijakan.
Seperti peribahasa, “Air beriak tanda tak dalam, air tenang menghanyutkan.” Masalah yang tampak kecil bisa saja menjadi bencana besar jika terus diabaikan. Begitu pula dengan keluhan petani dan masyarakat Lembata. Akankah pemerintah daerah segera bertindak, ataukah persoalan ini akan terus menjadi polemik tanpa solusi?
Pewarta : Sabatani