Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Kej.15:5-12. 17-18; Flp. 3:17-4.1; Luk. 9:28b-36




WARTA_nUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, seminggu yang lalu kita baru mendengar bahwa Yesus keluar sebagai pemenang, sekalipun iblis mencobai Dia sampai tiga kali. Mengapa Yesus memenangkan godaan-godaan itu? Karena Dia dipenuhi dengan Roh Kudus. Yesus yang penuh dengan Roh Kudus itu, hari ini diceritakan oleh penginjil Lukas bahwa :” Kira-kira delapan hari sesudah segala pengajaran itu, Yesus membawa Petrus, Yohanes dan Yakobus lalu naik ke atas gunung untuk berdoa.Ketika Ia sedang berdoa, rupa wajah-Nya berubah dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan.”



Kisah ini ditulis oleh ketiga injil synopsis. Hal yang sama yan diberitakan oleh ketiganya adalah bahwa Yesus membawa serta Petrus, Yohanes dan Yakobus. Di atas gunung itu Yesus berdoa, sedang ketiga murid tertidur. Ketiga penginjil tidak menyebut nama gunung itu. Namun, sejak abad ke-3 M, orang kristen perdana termasuk Origines, Dia berpendapat bahwa gunung tempat Yesus dimuliakan Bapa-Nya adalah Tabor. Gunung ini paling tinggi di Israel. Pendapatnya ini didasarkan pada pengalaman bahwa Tabor telah lama menjadi tempat ziarah Kristen dan menjadi lokasi “Church of the Transfiguration” (Gereja Transfigurasi). Gereja itu didirikan di tempat ini.


Peristiwa Yesus dimuliakan di gunung Tabor kemudian kita kenal dengan nama Transfigurasi. Yesus berubah rupa. Namun tidak Cuma wajah-Nya tetapi juga pakaian-Nya berkemilau. Hal ini merupakan puncak spiritualitas dari Yesus. Peristiwa ini disaksikan oleh ketiga murid-Nya, yang ketika itu baru terjaga dari lelapnya. Karena itu penginjil Lukas menulis:” Ketika mereka terbangun, mereka melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya: dan kedua orang yang berdiri di dekat-Nya itu. Dan ketika kedua orang itu hendak meninggalkan Yesus, Petrus berkata kepada-Nya: “Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.”



Bapa, ibu, saudara, saudari, yang terkasih, sekurang-kurangnya ada empat alasan yang hendak disampaikan pada peritiwa ini. Pertama, pengumuman kepada para murid bahwa Yesus adalah benar-benar Putra Allah. “Maka terdengarlah suara dari dalam awan itu, yang berkata: “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.” Tuhan hendak mengumumkan kepada seluruh manusia di muka bumi melalui representasi ketiga murid itu bahwa Yesus adalah Putra Allah. Dan karena Dia satu-satunya Putra Allah maka wajib dengarkan Dia. Jangan acuhkan Dia! Jangan berpaling daripada-Nya.


Kedua, peristiwa Tabor adalah juga model pengesahan Allah kepada Putra-Nya, bahwa sekalipun Yesus benar-benar Anak-Nya namun Dia adalah Al-Maseh yang memiliki misi untuk menebus umat manusia. Untuk menebus dosa umat manusia, Yesus harus menderita di salib (Luk 9:31);
Bahwa peristiwa Tabor baru menjadi awal perjalanan misi-Nya. Karena itu maka Dia harus pergi ke Yerusalem untuk memulai perjalanan duka lara, – via dolorosa – mulai dari Getzemani hingga di bukit Golgota. Maka dari itu pasca kemuliaan-Nya Yesus tidak menerima bujukan Petrus untuk mendirikan kemah di atas puncak Tabor. Yesus tidak mau tinggal dalam suasana mapan penuh kebahagiaan, tetapi Dia mengajak murid-murid-Nya untuk turun dari gunung untuk memulai perjalanan menuju Yerusalem. Karena itu kepada ketiga murid itu, Yesus katakan dalam injil Mateus:” Berdirilah, jangan takut (Mat. 17:7)!”



Ajakan Yesus kepada murid-murid-Nya hendak mengingatkan mereka bahwa tidak boleh terlena dalam kemuliaan. Jangan terbuai oleh tiupan sepoi angin Tabor. Yesus mengajak mereka untuk turun gunung karena perjalanan sesungguhnya belum berujung. Turun gunung untuk memulai jalan duka penuh nestapa. Dan supaya mereka jangan takut, Yesus sudah terlebih dahulu menguatkan mereka dengan kata-kata tadi.
Berdirilah bermakna memiliki sikap optimis. Berdirilah berarti pula siap melangkah. Dalam keadaan siap sedia melangkah itulah, Yesus memberikan peneguhan, kekuatan dan semangat bahwa jangan takut. Karena Aku adalah Allah Imanuel, Allah beserta kamu. Maka, makna ketiga dari peritiwa Tabor, adalah peneguhan Tuhan kepada ziarah hidup manusia. Bahwa manusia, dalam ziarahnya, dia akan mengalami berbagai rintangan. Beraneka tantangan silih berganti. Keputus-asa-an dan kegagalan pasti menderanya. Angin badai dan gelombang taufan hidup pasti menerpah biduk perziarahan manusia. Namun Yesus bilang, jangan takut, badai pasti berlalu.
Sebagaimana Yesus ajak ketiga murid-Nya untuk tinggalkan Tabor dan memulai perjalanan ke Yerusalem, maka serentak itu pula sadar atau tidak sadar, manusia itu adalah peziarah. Untuk itu Paus Fransiskus memberi kita sebuah refleksi panjang selama Tahun Yubileum tentang Peziarah Pengharapan.
Beliau mengatakan:” Ziarah atau sebuah perjalanan secara tradisional dikaitkan dengan pencarian manusia akan makna hidup.Ziarah dengan berjalan kaki sangat mendukung penemuan kembali nilai keheningan, dan kesederhanaan hidup.” Ziarah itu adalah perjalanan panjang dan sulit, sebagaimana disimbolkan dengan pengenaan Sepatu Bot yang berlumpur. Namun di balik ziarah panjang nan sulit itu, tersembul harapan hati yang dilambangkan dengan peziarah dengan mata bersinar.
Sampai di sini saudara-saudara kita lantas bertanya, apa relevansi peristiwa Kemuliaan Tabor dengan kita sebagai Peziarah Pengharapan? Relevansinya adalah bahwa Transfigurasi harus menjadi dasar transformasi sikap kita. Bila di masa lampau kita kadang seperti Petrus yang mau terus berada pada zona nyaman, maka pada hari ini Yesus ajak kita untuk turun gunung. Berani memulai perjalanan panjang dan sulit ke “Yerusalem” hidup kita.
Maka dalam konteks pertanyaan di atas, makna keempat dari peristiwa Tabor yang dapat ditarik adalah bahwa Yesus hendak memberikan pengajaran kepada kita sebagai Peziarah Pengharapan, bahwa untuk menggapai kemenangan, perlulah perjuangan karena vita est militia, –hidup adalah perjuangan -. Ketika kita berjuang untuk menggapai kemenangan, kita tidak boleh menggusur dan menggeser orang secara serampangan. Kita tidak boleh sikat dan sikut orang yang telah ada pada Tabor kehidupannya, karena setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya.
Bila itu sikap yang sedang kita punyai hingga hari ini, Yesus bilang, kita musti turun gunung. Turun gunung dalam konteks ini berarti bertransformasi sikap. Memiliki perubahan sikap kristiani dengan keyakinan teguh bahwa tiada keberhasilan tanpa perjuangan.
Bahwa di balik via dolorosa yang menyayat hati yang dialami oleh para pengikut-Nya, pasti membawa mahkota kemenangan. Karena itu maka mari kita padukan perjalanan kita dengan perjalanan penebusan Yesus Al-Masih yang harus dilihat sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan antara Kemenangan Salib dan Transfigurasi Tabor. ***